MENGURAI PROBLEM INDONESIA
Problem bangsa Indonesia sesungguhnya adalah problem yang sangat sistemik. Hal ini tentu saja disebabkan oleh bangsa Indonesia yang plural dan multikultural, sehingga ragam yang sangat bervariasi tersebut di dalam banyak hal ternyata menjadi kendala untuk membuat justifikasi dan generalisasi kebijakan atau apapun yang berkaitan dengannya.
Begitu sistemiknya problem Indonesia, maka pernah terpikir bahwa siapapun yang menjadi pemimpin Indonesia akan mengalami kendala yang sangat tinggi. Semenjak reformasi hingga sekarang ternyata bahwa common platform sebagai bangsa yang sedang membangun juga belum tampak menonjol. Selama reformasi, baru akhir-akhir ini terdapat arah yang lebih jelas tentang mau dibawa ke mau bangsa ini. Hal ini terkait dengan Jakstranas dan Arah Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Arah Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang kemudian dicoba untuk diterjemahkan ke dalam masing-masing wilayah provinsi, sehingga juga terdapat Jakstrada dan RPJM pada masing-masing daerah.
Terlepas apakah kelemahannya, akan tetapi hal itu sebagai bukti bahwa ada arahan tentang mau dibawa kemana bangsa ini, sebagaimana dahulu dinyatakan bahwa arah bangsa tersebut dituangkan ke dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan kitab sucinya pembangunan nasional. Di Jawa Timur, misalnya sekarang sedang dirumuskan tentang Jakstrada dan Arah Riset Daerah Jawa Timur yang seluruhnya dirumuskan dari RPJMD.
Bangsa ini memang sedang dirundung masalah. Dan anehnya, baru-baru ini saja tumbuh kembali kesadaran untuk menilai ulang tentang falsafah bangsa sebagai solusi atas problem bangsa ini. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang falsafah bangsa ternyata memiliki dan menjadi penyebab dari adanya problem sistemik bangsa.
Nilai-nilai kebangsaan yang sesungguhnya sangat baik dan luar biasa sepertinya ditaruh di laci dan diganti dengan nilai-nilai yang bersumber dari tempat lain. Nilai ketuhanan, nilai kesatuan bangsa, nilai demokrasi, nilai kemanusiaan, nilai keadilan dipajang tetapi tidak diamalkan. Akibatnya di sana sini terjadi kekerasan demi kekerasan, misalnya kekerasan agama, ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
Nilai ketuhanan yang rahmatan lil alamin diganti dengan kekerasan bom bunuh diri atas nama jihad, terorisme atas nama agama dan sebagainya. Nilai kemanusiaan diganti dengan nilai materialisme. Manusia direduksi dalam hubungan materi, sehingga segalanya diukur dari seberapa perolehan uang secara maksimal. Nilai kesatuan dan persatuan bangsa direduksi dengan primordialisme kesukuan, kedaerahan dan etnisitas dan sebagaianya. NKRI diganti dengan corak federalisme terselubung. Nilai demokrasi Pancasila diganti dengan demokrasi one man one vote yang liberal dan sarat dengan money politik. Nilai keadilan sosial diganti dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Semuanya menggambarkan bahwa telah terjadi penyelewengan secara struktural dan kultural terhadap nilai Pancasila.
Melalui bagan analisis sederhana, maka didapati problem sistemik, yaitu terjadinya KKN, kebijakan yang tidak memihak rakyat, kekerasan sosial, kekerasan agama, kekerasan ekonomi dan kekerasan politik, pembalakan, illegal logging, eksploitasi SDA yang berlebihan dan tidak peduli lingkungan, menurunnya moral bangsa, menurunnya rasa nasionalisme, kesenjangan ekonomi, kesenjangan pembangunan wilayah, konflik antar etnis, agama dan politik, yang semuanya berdampak pada pembangunan yang belum menyejahterakan rakyat.
Dengan kenyataan ini, maka solusi yang bisa diambil adalah dengan kembali melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan bangsa Indonesia dalam semua level kehidupan.
Oleh karena itu kiranya diperlukan aktualisasi falsafah bangsa dan nilai luhur Pancasila untuk mendukung akselerasi pembangunan nasional yang berkeadilan.
Wallahu a’
Am bi al shawab.