• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH BANGSA

Sessi kedua perbincangan tentang Pancasila diberikan oleh Nara Sumber Soeprapto, MEd dan Dr. Yudi Latif. Pancasila memang memiliki beberapa tantangan yang ridak sedikit, di antaranya adalah liberalisme, individualisme, pragmatisme, hedonisme dan juga ideologi lain yang didatangkan dari luar negeri atau disebut trans-ideologi.
Pertanyaannya adalah negara ini dari mana dan akan dibawa ke mana? Negara ini sesungguhnya menjadi tanggung jawab kita semua. Oleh karena itu yang diperlukan adalah kesatuan perkataan dan tanggungjawab. Di dalam hal ini maka yang penting adalah apa yang kita yakini harus dilakukan sesuai dengan fasafah bangsa yang kita anggap benar.
Berdasarkan surat menyurat yang dilakukan oleh tokoh Amerika, maka tujuan bernegara adalah untuk kebahagiaan. Untuk bahagia harus ada kemerdekaan, untuk merdeka maka membutuhkan negara, dan untuk bernegara membutuh konstitusi dan konstitusi juga membutuhkan moralitas. Maka ketika kita membentuk negara, maka tujuannya adalah untuk memperoleh kebahagiaan dengan beberapa kaitannya tersebut.
Ada fenomena kehidupan yang sedang terjadi di Indonesia, misalnya konflik antar suku, golongan dan sebagainya, ada korupsi, kolusi dan nepotisme serta ada juga masalah-masalah politis yang sedang menggejala pada masyarakat kita. Makanya, untuk memahami tentang hal ini, maka kita harus memahami tentang apa yang ada dibalik hal ini semua.
Untuk menjawab persoalan ini, maka yang bisa menjadi solusi adalah filsafat yaitu untuk mengetahui hakikat fenomena setelah diorganisasi dan disistematisasikan. Melalui refleksi yang mendasar, maka fenomena yang kasat mata akan bisa dicari apa yang menjadi noumenanya. Yang dicari adalah hakikat sesuatu.
Sesungguhnya Pancasila itu dapat dilacak di dalam Pembukaan UUD 1945. Makanya Pancasila adalah pokok dasar yang melandasi pada seluruh UUD 1945. Dan setiap teks di dalam batang tubuh UUD 1945 memiliki relevansi dengan Pancasila, pembukaan UUD 1945 dan di dalam batang tubuh UUD 1945. Pancasila dan UUD 1945 adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Makanya, Soepomo menyatakan bahwa “saya mau terlibat dan mau menjadi ketua tim perumus Batang Tubuh UUD 1945 jika keterkaitan antara Pancasila dan turunannya tdak dipisah-pisahkan”.
Secara ontologis, relasi Pancasila dapat digambarkan sebagai relasi antara manusia dengan the ultimate reality, alam semesta, sesama manusia, negara bangsa, masyarakat dan dunia global. Manusia adalah ciptaan Tuhan sebagaimana yang diberitakan oleh agama-agama. Yang di dalam Pancasila didiskripsikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia juga makhluk yang memiliki relasi dengan lainnya. Sebagai makhluk relasional, maka dibuatlah value-value yang dijadikan sebagai pedoman untuk membangun kebersamaan tersebut. Manusia yang satu dengan yang lain bukan saling mensubordinasi, akan tetapi memiliki kesederajadan atau equalitas. Di Amerika terdapat restoran yang khusus untuk kulit putih, maka yang kulit hitam tentu akan dilarang dan tidak berani masuk ke dalamnya. Tentang jender sesungguhnya di Indonesia tidak ada masalah, sebab secara realistis memang isu jender bukanlah masalah di Indonesia.
Lalu, manusia juga berada dalam relasinya dengan alam. Ada hubungan timbal balik antar alam dan manusia. Alam bukan dianggp sebagai obyek akan tetapi sebagai subyek. Alam tidak untuk dieksploitasi sembarangan, akan tetapi untuk didayagunakan bagi kesejahteraan masyarakat secara seimbang.
Pancasila memiliki posisi yang bervariasi di dalam struktur negara dan bangsa Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, ideologi nasional, pandangan hidup bangsa dan ligatur atau pemersatu bangsa. Semua ini berbasis pada konsep atau prinsip dan nilai empat pilar bangsa. Sebagai konsep tersebut harus berada di dalam koridor yang jelas. Sebagai dasar negara maka Pancasila menjadi acuan peraturan perundang-undangan, sebagai ideologi nasional maka Pancasila adalah arah pembangunan bangsa, Pancasila sebagai pandangan hidup maka Pancasila adalah pembentuk pola pikir sikap dan tingkah laku atau karakter bangsa dan sebagai pemersatu maka Pancasila sebagai pengikut kemajemukan.
Presiden Soekarno telah berpidato di Congress Amerika Serikat tahun 1955 tentang Pancasila sebagai penarikan ke atas dari Sosialisme-komunisme dan liberalisme-individualisme. Hal itulah yang menjadikan Indonesia sangat bergengsi di mata dunia. Makanya, Indonesia dijadikan sebagai pemimpin berbagai lembaga internasional, misalnya pimpinan Non Blok, dan sebagainya. Bagi Soekarno, bahwa Pancasila adalah sintetis antara liberalisme dan komunisme. Jadi Soekarno sudah mengambil jalan ketiga pada tahun 1050-an jauh sebelum Anthony Giddens membuat sistesis The Third Wave.
Akan tetapi kesalahan yang dilakukan oleh era Orde Lama adalah keinginannya yang sangat kuat untuk menyatukan bangsa Indonesia, sehingga yang berbeda dalam prinsip pun disatukan, misalnya Nasakom. Kemudian Orde Baru juga terlalu bersemangat untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup, sehingga para pelakunya kemudian menjadikannya sebagai persyaratan di dalam segala persoalan, mulai dari persyaratan KTP sampai kenaikan jabatan.
Setelah sekian lama vakum, maka di era reformasi sekarang ini maka Pancasila mulai lagi dijadikan sebagai bahan diskusi. Tentu yang diharapkan adalah bagaimana kemudian tidak hanya sebagai discourse akan tetapi menjadi kenyataan yang riil di dalam tindakan manusia Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini