• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERAGAMA BAGI ORANG DESA

Hari raya ini, saya agak lama di pedesaan tempat kelahiran saya. Karena di sini ada Ibu saya, maka tentu saja saya harus mudik ke desa untuk bertemu ibu dan juga kerabat serta handai taulan yang di masa lalu pernah sekolah bersama dan bermain bersama. Hidup di desa itu memang ada juga nikmatnya, selain jauh dari kebisingan, kemacetan dan hiruk pikuk manusia juga ada banyak orang yang hidup ikhlas di tengah keidupan yang terbatas.
Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari religiositas orang desa. Dua kali saya memperoleh pelajaran tersebut. Yaitu tentang keyakinannya bahwa Allah pasti akan memberikan rezeki kepada makhluknnya dalam takaran apapun. Misalnya ada di antara mereka yang menyatakan bahwa mulut kita ini bukan sobek karena terkena kayu, tetapi diciptakan Allah, sehingga Allah pasti akan memberinya makan dengan cara yang disediakan. Kemudian, ada lagi pernyataan senada dari orang yang berbeda, bahwa selama orang melakukan pengabdian kepada Allah, maka dipastikan bahwa Allah akan memberinya makan sesuai dengan takarannya.
Para kerabat saya ini tidaklah belajar banyak tentang takdir, ikhtiar, dan ilmu agama yang rumit-rumit, akan tetapi mereka beragama dengan keyakinan dan amalannya saja, akan tetapi bisa menghasilkan rasa kepasrahan kepada Allah atas semua hal yang dihadapinya. Beragama seperti ini yang tekadang jauh dari orang-orang yang selama ini belajar agama dari sisi ilmunya. Jadi, beragama sesungguhnya berurusan dengan keyakinan, kepasrahan dan kepatuhan yang tidak usah ditawar.
Beragama bagi orang desa seperti ini adalah beragama dengan rasa pengabdian yang luar biasa tanpa ada keinginan mempertanyakan apa guna dan manfaat pengabdiannya tersebut. Dilaluinya amalan shalat tanpa ada pertanyaan untuk apa shalat yang dilakukannya itu. Baginya, shalat dan seluk beluk pengabdiannya kepada Allah adalah bagian dari kewajiban dan kebutuhannya untuk menghadapkan seluruh hidupnya untuk Tuhannya.
Sebagaimana yang pernah ditulis oleh para ahli, bahwa agama memang berisi keyakinan, ritual dan performance keberagamaannya itu. Maka ketika kita melihat meeka mengamalkan ajaran agamanya, maka yang tentu saja segera terlihat adalah bagaimana mereka beragama dengan keyakinan dan upacara keberagamaannya itu.
Keyakinan beragamanya terlihat dari bagaimana mereka memaknai pemberian atau rizki Allah kepadanya. Merek berkeyakinan bahwa Allah itu maha kasih sayang kepada hambanya, sehingga ketika hambanya itu dihidupkan, maka pastilah bahwa Allah akan memberinya rezeki. Allah tidak akan pernah mengingkari pemberian rezeki itu kepada hambanya. Dan mereka meyakini betul bahwa pasti ada cara Allah memberikan rezeki tersebut.
Bagi mereka setiap individu akan memperoleh rezeki sebagaimana ukurannya. Kepastia tentang rezeki itu adalah bagian dai takdir Tuhan yang memang harus terjadi. Allah pastilah akan memberikan rezeki kepada hambanya, hanya saja besar kecilnya tentu juga hanya Allah yang mengetahuinya. Mereka yakin betul akan kepastian pemberian rezeki tersebut. Setiap yang dicipakan Allah pasti akan diberikan rezekinya masing-masing.
Agama bagi orang desa adalah sesuatu yang sangat sederhana. Beragama itu yang penting adalah keyakinan tentang agamanya itu. Keyakinan bahwa Allah adalah Maha Pemberi, bahwa Allah adalah Maha Kasih Sayang, bahwa Allah adalah Maha kuasa. Sebagai pemberi, maka Allah pastilah akan memberikan rezeki kepada semua makhluknya. Sebagai pemberi kasih sayang, maka Allah dipastikan akan menyayangi hambanya dengan caranya Allah menyayangi. Demikian seterusnya.
Dan semuanya berimplikasi terhadap kepasrahannya kepada Allah. Di dalam hal kebahagiaan dan kesengsaraan di dunia, maka diungkapkan dengan kalimat “nerimo ing pandum” yang artinya “menerima dengan ikhlas semua pemberian”. Tuhan digambarkannya sebagai pemberi yang apapun pemberiannya harus diterima dengan ikhlas. Orang harus pasrah menerimanya.
Kepasrahan terhadap pemberian Tuhan inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari kehidupan orang desa, sehingga mereka bisa menerima kemiskinan dan kekayaan sebagai pemberian Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Dengan keyakinan semacam ini maka orang desa bisa bertahan di tengah budaya materialisme yang mengandaikan bahwa kekakayaan adalah sagu-satunya pilihan di dalam kehidupan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini