• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

URGENSI KEMERDEKAAN BAGI SEBUAH BANGSA

Kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, demikian isi Pembukaan UUD 1945 yang selalu kita baca berulang-ulang  di dalam setiap upacara bendera untuk memperingati hari penting di negeri kita. Itulah sebabnya setiap bangsa yang masih terjajah akan selalu berusaha dengan segala macam cara untuk memperoleh kemerdekaan. Upaya tersebut dilakukan baik melalui diplomasi atau kekerasan senjata.

Sebagai bangsa kita tentu beruntung sebab kemerdekaan itu telah kita peroleh 66 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945. Tepatnya lagi, pernyataan kemerdekaan tersebut dilaksanakan juga pada bulan puasa seperti sekarang. Bahkan yang unik lagi, bahwa sekarang juga pelaksanaan peringatan kemerdekaan tersebut bersamaan waktunya dengan bulan puasa dengan tanggal yang sama, yaitu 17 Ramadlan 1432 Hijiriyah dan 17 Agustus 2011.

Kemerdekaan secara hakiki adalah kebebasan bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Jadi kemerdekaan merupakan sarana untuk membebaskan bangsa itu dari belenggu penjajahan baik fisik maupun non fisik dari cengkeraman bangsa lain. Melalui kemerekaan, maka  bangsa itu akan bisa menentukan apa yang terbaik bagi bangsanya. Semua keputusan baik politik, sosial,  ekonomi, keamanan dan sebagainya berada di tangan bangsa sendiri. Tidak ada intervensi atau campur tangan Negara lain dan bangsa lain.

Kemandirian bangsa adalah sebuah konsep yang digagas oleh semua bangsa di dunia atas penentuan nasib bangsa itu di tangannya sendiri.  Hanya saja di dalam pelaksanannya kemudian digunakan konsep demokrasi atau lainnya sebagai instrument untuk menentukannya. Pilihan kebanyakan bangsa di dunia adalah menjadikan demokrasi sebagai cara untuk menentukan kemandirian bangsa tersebut.

Sekarang kita sedang hidup di era globalisasi. Yaitu sebuah kehidupan di mana batas geografis atau kewilayahan menjadi menyempit yang disebabkan oleh semakin menyeruaknya  tatanan hidup global yang tidak bisa ditolak. Salah satu penyebab  semakin menyempitnya jarak geografis tersebut tentu saja adalah  perkembangan teknologi dan lebih sempit lagi adalah teknologi informasi.

Di era globalisasi ini, maka tidak ada bangsa yang secara mutlak mandiri. Konsep kemandirian tersebut bisa direduksi oleh hubungan antar bangsa yang memang harus dilakukannya. Kemandirian sebagai bangsa akhirnya harus bercorak internal, artinya ke dalam memang harus mandiri, akan tetapi ketika membangun relasi ke luar atau eksternal, maka akan selalu memunculkan ketergantungan terutama yang menyangkut aspek ekonomi.

Sesungguhnya kemandirian bangsa adalah ketika bangsa itu bisa menentukan sendiri kebijakan internal di dalam negerinya. Misalnya kebijakan yang terkait dengan politik, kepemimpinan, aturan-aturan yang bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Tidak boleh ada campur tangan negara lain di dalam pemilu, pembuatan peraturan dan sebagainya. Di sinilah kemandirian itu akan dilihat sebagai bagian dari kemerdekaan.

Akan tetapi di sisi lain, dalam relasinya dengan negara lain, maka kemandirian tersebut dapat dinyatakan dalam kemampuan bangsa untuk mempertahankan martabat bangsa itu di mata negara lain. Dalam hubungan bilateral, maka keduanya harus berada di dalam kenyataan kesepadanan. Demikian pula dalam relasi multilateral. Tidak boleh segala bentuk bantuan, kerjasama dan sebagainya dari negara yang lebih kuat, misalnya secara ekonomi kemudian memaksakan kepentingannya kepada negara lain. Di dalam hal ini, maka kesepadanan antar bangsa menjadi bagian yang sangat mendasar.

Kemerdekaan bagi sebuah bangsa merupakan awal dari proses perubahan  akseleratif, yang dinamakan pembangunan. Oleh karena itu, maka kemerdekaan lantas menjadi  prasyarat bagi pembangunan bangsa. Di dalam hal ini, maka merencanakan pembangunan bangsa merupakan tugas yang tidak boleh ditawar. Di era Orde Baru dikenal  adanya Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang merupakan rencana pemerintah di dalam pembangunan bangsa. Hanya sayangnya bahwa rencana pembangunan yang baik tersebut dikalahkan oleh nafsu keserakahan  para pengelola negara, sehingga kemudian menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi bangsa. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merajalela dan mengkorupsi Indonesia yang sedang membangun.

Di era reformasi, dikenal istilah Kebijakan Strategi Nasional (Jakstranas) yang kemudian diimplementasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan di daerah dikenal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Melalui rencana ini, maka diharapkan bahwa pembangunan akan lebih diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Jawa Timur dikenal konsep Program Pro Poor, Pro Job dan Pro Gender yang sering juga disebut sebagai APBD untuk rakyat.

Dengan demikian, maka hakikat kemerdekaan bagi sebuah bangsa adalah ketika bangsa itu sejahtera, yang di dalam ungkapan orang Jawa Timuran dinyatakan “wong cilik iso melu gumuyu” atau “rakyat kecil bisa ikut tertawa.”

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini