MENDAMBA PENDIDIKAN BERKUALITAS
Salah satu tujuan kemerdekaan sebagaimana dicantumkan di dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Inti dari kemerdekaan bagi bangsa ini, selain menciptakan perdamaian abadi dan kesejahteraan sosial adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu instrument untuk mencerdaskan bangsa adalah melalui pendidikan. Makanya, bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting sebab melalui pendidikan itulah misi sebagai bangsa akan terwujud.
Pendidikan hakikatnya adalah proses pembebasan manusia dari belenggu keterbelakangan baik dalam pengetahuan, sikap dan perilaku berkarya atau profesionalisme. Melalui pendidikan, maka tujuan untuk mencetak manusia yang cerdas, kompetitif dan berakhlak yang baik akan dapat diwujudkan. Masyarakat yang cerdas saja tentu tidak cukup di tengah kompetisi global seperti sekarang. Masyarakat yang memiliki kemampuan berkompetisi saja juga tidak cukup, sebab dibutuhkan moralitas yang memadai untuk mengemban kehidupan bersama.
Pendidikan yang benar tentunya harus bisa mengembangkan tiga ranah penting tersebut. Melalui pendidikan kognisi, maka akan diperoleh manusia Indonesia yang cerdas intelektualnya. Kemudian melalui pendidikan berbasis keahlian khusus atau keahlian profesi, maka akan diperoleh manusia Indonesia yang cerdas dalam berkarya, dan melalui pendidikan yang berkarakter, maka akan diperoleh manusia yang cerdas emosional dan spiritual. Dengan demikian, pendidikan akan dapat menjadi sarana bagi pengembangan SDM yang andal.
Akan tetapi kenyataannya bahwa pendidikan belum mampu menjadi sarana bagi pengembangan SDM dengan kemampuan tiga matra di atas. Pendidikan belum mampu menjadi wahana bagi pengembangan human capacity, kapasitas kemanusiaan yang ditandai dengan kemampuan untuk merekayasa masa depan. Pendidikan belum mampu menjadi medium pembebasan dari ketergantungan dengan institusi lainnya. Pendidikan masih berkutat pada pengentasan dan peningkatan pengetahuan dan belum mampu mengentas dari kemampuan professional. Apalagi untuk mengarahkan pada kemampuan moralitas yang memadai.
Pendidikan di Indonesia dalam banyak hal masih berorientasi pada penguasaan teoretik konseptual dan belum pada pengentasan teoretik praksis. Hal ini tentu terkait dengan pemilihan program studi yang lebih mengarah pada akses ilmu-ilmu sosial dan humaniora ketimbang pada pengetahuan praksis teknologis. Dalam salah stu kesempatan Nina Sarjunani, Deputy Menteri Bappenas menyatakan bahwa jumlah lembaga pendidikan dengan prodi ilmu sosial dan humaniora jauh lebih banyak. Padahal seharusnya di negara berkembang seperti Indonesia, maka yang banyak dibutuhkan adalah ahli teknologi terapan yang akan bekerja dengan keahliannya tersebut.
Banyaknya lembaga pendidikan yang mengusung prodi ilmu sosial dan humaniora atau ilmu agama, hakikatnya karena mendirikan program studi seperti ini tentu jauh lebih mudah ketimbang mendirikan prodi teknologi yang memang membutuhkan basis laboratorium dan praktik yang lebih banyak. Prodi teknologi atau yang setara tentu membutuhkan persyaratan praktikum teknologis yang lebih detail. Makanya orang lebih cenderung untuk mendirikan prodi ilmu sosial dan humaniora atau agama.
Di dalam kerangka untuk menjawab persoalan di atas, maka yang sebenarnya diperlukan oleh bangsa ini adalah mengembangkan pendidikan yang mengarah kepada pengembangan kapasitas professional. Di beberapa negara maju seperti Australia, Jepang, Korea Selatan dan sebagainya, maka yang dikembangkan adalah pendidikan vokasional. Bagi mereka yang menginginkan cepat bekerja, maka mereka akan memilih pendidikan vokasional dengan durasi waktu yang lebih pendek. Tidak harus empat tahun. Bisa satu, dua atau tiga tahun. Dengan cara seperti ini, maka mereka akan segera terserap dalam pasaran kerja yang dibutuhkan oleh pengguna jasa pendidikan.
Kualitas lembaga pendidikan sesungguhnya ditentukan oleh realitas berapa banyak alumninya yang dapat memasuki dunia pekerjaan sesuai dengan bidangnya atau relevan dengan tugas kerjanya, sehingga pendidikan memang benar akan menjadi sarana bagi pengembangan kapasitas manusia. Hingga sekarang masih tetap diyakini bahwa pendidikan merupakan medium pengembangan SDM yang andal. Namun tentunya juga harus diikuti dengan kenyataan empirisnya.
Sedangkan bagi lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan ilmu fundamental atau ilmu murni, maka mesti diberikan penghargaan yang menjamin juga terhadap kehidupannya, misalnya melalui pemberian beasiswa, program subsidi silang dan sebagainya. Di dalam hal ini juga harus ada pemihakan pemerintah tentang pengembangan program studi “langka” tetapi penting. Hendaknya program seperti ini tidak bisa diserahkan kepada “pasar” untuk bersaing bebas.
Pemihakan pemerintah sangat dibutuhkan agar program studi “langka” akan tetap eksis, sementara prodi yang memiliki “pasar” kerja yang jelas diberikan kesempatan untuk berkompetisi secara fair dan memadai.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah pengembangan kualitas pembelajaran dan kualitas akademis dan praksis pendidikan, sehingga tujuan untuk mencetak manusia Indonesia yang cerdas, kompetitif dan bermoral akan bisa dicapai.
Jadi memang diperlukan kebersamaan langkah untuk meraih kualitas pengembangan SDM melalui pendidikan di Indonesia. Visi pendidikan Indonesia akan bisa dicapai jika semua mengarahkan mata dan langkahnya ke sana.
Wallahu a’lam bi al shawab.