MENUMBUHKAN TRADISI AKADEMIK
Salah satu yang membuat saya agak iri adalah ketika di Jakarta banyak forum diskusi yang kemudian melahirkan buku yang sangat akademis. Salah satu yang bisa dijadikan representasinya adalah Paramadina yang melahirkan banyak pemikir Islam yang menonjol. Banyak karya akademis yang dilahirkan dari forum diskusi ini. Buku yang terbit tersebut semula adalah bahan diskusi yang kemudian diperkaya dan diedit lalu diterbitkan menjadi karya bunga rampai yang menarik.
Di Surabaya tentunya juga banyak akademisi dan forum diskusi yang mungkin juga dilaksanakan secara rutin. Namun sejauh yang saya tahu belum banyak karya akademis yang dilahirkan dari forum diskusi di Surabaya. Memang agak aneh bahwa Surabaya sebagai kota pendidikan belum melahirkan karya outstanding dalam bidang yang bervariasi. Minimnya penerbitan dari dunia akademik tentu merupakan sesuatu yang harus dicermati sekarang dan yang akan datang.
Bagi saya, tumbuhnya tradisi akademik ditandai dengan munculnya berbagai forum yang memiliki program diskusi atau seminar yang rutin dan terstruktur. Jumlah anggotanya tidak perlu banyak, akan tetapi memberikan gambaran bahwa di dalamnya terdapat aktivisme intelektual yang sangat menonjol. Dan lebih dari itu adalah kemudian forum tersebut bisa mengintrodusir lahirnya karya-karya akademis individual atau kelompok yang baik. Misalnya ditandai dengan lahirnya karya bunga rampai.
Akan tetapi membangun tradisi akademik tetap harus dimulai. Di IAIN Sunan Ampel sesungguhnya terdapat potensi yang luar biasa, sebab di PT ini terdapat program Strata tiga, yang mau tidak mau maka mahasiswanya harus menulis naskah-naskah akademik teruji sesuai dengan bidangnya. Jika dicermati, maka terdapat program studi pemikiran Islam, pendidikan Islam, Hukum Islam, Ekonomi Islam, Dakwah Islam dan sebagainya. Tentu saja juga akan terdapat sangat banyak makalah, tesis dan disertasi yang bisa didiskusikan dan dipublikasikan.
Makanya, ketika saya menulis buku “Model Analisis Teori Sosial” (2011), maka saya manfaatkan karya mahasiswa doctoral tersebut untuk menjadi bahan tulisan saya. Tulisan tersebut kemudian saya edit dan saya pilih mana yang bisa dijadikan sebagai bagian dari buku yang saya edit tersebut. Maka jadilah buku itu dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa yang memprogram mata kuliah Paradigma Ilmu Sosial, Humaniora dan Agama”. Hal ini berarti bahwa karya mahasiswa program doctor ternyata sangat layak untuk dikumpulkan, diedit dan dipublikasikan.
Kemudian di tengah kegalauan perubahan ke UIN Sunan Ampel, maka salah satu hal yang mendasar adalah perlunya untuk membangun basis keilmuan integrative yang bisa menjadi jembatan untuk meraih masa depan terkait dengan konversi dari IAIN Sunan Ampel ke UIN Sunan Ampel. Kegelisahan tersebut kemudian saya respon dengan mengembangkan konsep akademis-institusional, yang saya beri nama “Menara Kembar” atau “Twin Towers” sebagai Arah Pengembangan Ilmu Keislaman. Melalui diskusi yang panjang akhirnya ditemukan konsep representasi akademis, yaitu “Integrated Twin Towers, Arah baru Pengembangan Islamic Studies”.
Ketiadaan karya akademis untuk menggambarkan gagasan intelektual tersebut kemudian saya respon dengan menerbitkan karya bunga rampai yang saya ambil dari berbagai diskusi dan juga karya akademik mahasiswa program doktor. Muncullah buku “Integrated Twin Towers, Arah baru Pengembangan Ilmu Keislaman”. Buku ini adalah sebuah bunga rampai dari beberapa tulisan para professor, dosen dan juga mahasiswa program doktor IAIN Sunan Ampel, yang mengikuti mata kuliah wajib Paradigma Ilmu Sosial, Humaniora dan Ilmu Agama”.
Betapa saya gembira ketika para mahasiswa program doktor IAIN Sunan Ampel yang menamakan dirinya “Forum 20” kemudian menerbitkan karya yang diberi nama “Menafsirkan Tradisi & Modernitas Ide-Ide Pembaharuan Islam”, yang diedit oleh Wasid, dkk dan diberi kata pengantar oleh Prof. Dr. H. Thoha Hamim. Buku ini adalah tugas penulisan makalah yang diwajibkan oleh dosen dalam rangka perkuliahan. Menilik caranya, makanya saya bisa menyatakan bahwa model ini adalah sama dengan cara saya menulis dua buku di atas. Jadi sekurang-kurang, saya telah memberikan inspirasi bagi para mahasiswa program doktor untuk melakukan pendokumentasian karya mereka.
Meskipun saya tidak berani menyatakan bahwa mereka terpengaruh dengan cara kerja saya di dalam menerbitkan karya akademis, akan tetapi saya berkeyakinan bahwa ada inspirasi bagi mereka untuk mendokumentasikan naskah akademis mereka sendiri. Naskah yang dipublikasikan ini tentu sudah didiskusikan di kelas dan kemudian bisa diterbitkan menjadi buku.
Jika semakin banyak orang yang terinspirasi dengan gerakan menulis buku seperti ini, maka saya yakin bahwa ke depan kita akan bisa mengalahkan Bangladesh di dalam dokumentasi karya akademik yang bisa dijadikan sebagai rujukan ilmiah.
Tradisi akademik memang harus dibangun dan ditumbuhkan. Dan tanpa usaha ini, maka saya khawatir bahwa ada banyak karya yang baik akan tetapi hanya akan menjadi tumpukan kertas bekas dan kemudian dijual untuk bungkus kacang.
Wallahu a’lam bi al shawab.