RELEVANSI KITAB KUNING DENGAN ZAMAN KONTEMPORER
Ungkapan tentang apakah kitab Kuning masih relevan dibicarakan terungkap di dalam acara ngaji Ramadlan yang dilaksanakan di Utan Kayu, 08/09/2011. Dalam pandangan penanya, bahwa kitab kuning itu sudah tidak relevan untuk dikaji di era modern sebab sudah out of date. Namun demikian, dalam pandangan Abdul Moqsith Ghazali, bahwa justru kitab kuning menjadi dasar pijak di dalam melakukan berbagai macam respon terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan.
Untuk mengkaji tentang perundang-undangan terutama yang terkait dengan masyarakat Islam, maka mau tidak mau harus mendasarkan perspektif para ahli agama Islam dan salah satu referensinya adalah kitab kuning. Untuk mengkaji tentang perda syariat yang banyak dibuat di daerah-daerah kiranya mutlak menjadikan kitab kuning sebagai referensinya. Misalnya, bagaimana pandangan para ahli agama yang tertuang di dalam kitab kuning terkait dengan jilbab, nikah siri dan sebagainya. Makanya di sini harus dicarikan referensinya tentang hal itu.
Masih ada banyak orang yang meragukan relevansi kitab kuning dalam kaitannya dengan masa modern dewasa ini. Anggapan itu dipicu oleh suatu asumsi bahwa kitab kuning yang di dalamnya hanya memuat persoalan di masa lalu sehingga tidak memiliki relevansi dengan perubahan zaman seperti sekarang. Zaman dahulu tentu belum sekompleks zaman sekarang.
Dahulu tidak ada problem sosial yang sedemikian kompleks dibandingkan dengan zaman sekarang. Dahulu belum ada abad tehnologi yang memungkinkan terjadi arus informasi sedemikian kuat. Akan tetapi sekarang segala sesuatu berjalan dengan sangat cepat yang dipicu oleh berkembangnya teknologi dalam bentuk apapun, termasuk teknologi informasi.
Selain itu juga terdapat perbedaan konteks zaman dahulu dengan zaman sekarang. Konteks sosial politik dan budaya itulah yang di dalam banyak hal menjadi penyebab terjadinya perbedaan di dalam penulisan buku atau lainnya. Sehingga jika ada sebagian orang yang meragukan terhadap relevansi antara karya masa lalu dengan zaman sekarang tentu bukanlah sesuatu yang aneh.
Di dalam hal ini, maka ada dua kecenderungan tentang ada atau tidaknya relevansi antara teks masa lalu dengan teks masa sekarang. Pertama, adanya anggapan bahwa kitab kuning tidak lagi relevan dengan kebutuhan masa sekarang, sehingga kitab kuning sudah tidak lagi dapat dijadikan sebagai bahan referensi. Jika dipelajari hanyalah sebatas menghargai karya-karya masa lalu dan sebagai bahan kajian yang dilakukan untuk tujuan mengenal karya-karya tersebut. Di dalam konteks ini, maka mengkaji kitab kuning hanyalah sebatas pelestarian tradisi yang sebelumnya sudah eksis. Jadi mengkaji kitab kuning hanya untuk melestarian berbagai sumber-sumber naskah yang ada.
Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa kitab kuning memiliki relevansi dengan masa kini. Menurut anggapan ini bahwa kitab kuning dapat menjadi referensi tentang banyak hal terutama dalam kaitannya dengan agama, hukum dan politik. Dalam bidang agama tentu tidak akan bisa dihapus begitu saja tentang betapa pentingnya karya-karya di dalam kitab kuning misalnya karya Imam madzab empat, Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi, kemudian karya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ghazali, Fahrudin al Razi dan sebagainya. Kitab-kitab ini menjadi panduan di dalam pelaksanaan ibadah dan bahkan juga menjadi rujukan di dalam aspek lain. Kemudian di dalam bidang politik bahkan karya al-Mawardi, al Ghazali, Ibnu Taimiyah dan sebagainya juga masih menjadi rujukan dalam pembicaraan tentang relevansi agama dan negara atau Islam dan pemerintahan. Apalagi karya-karya di bidang ilmu fiqh, ushul fiqh dan sebagainya.
Tentu saja saya beranggapan sebagaimana pandangan kedua yang menyatakan bahwa kitab kuning tetap memiliki relevansi dengan kepentingan masyarakat sekarang. Di dalam hal ini, maka yang mendasar adalah menjadikan kitab kuning sebagai rujukan untuk menjadi referensi di dalam memecahkan problem sosial kemasyarakatan.
Jadi, kiranya kajian kitab kuning dalam tema apapun dan dengan penulis siapapun kiranya akan penting untuk tetap dilakukan di era sekarang dan yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.