BERSYUKUR ATAS WISUDA SI KEMBAR
Dalam tiga hari terakhir ini, saya merasakan kenikmatan yang besar dari Allah swt atas limpahan kenikmatan yang diberikan kepada saya. Yaitu kenikmatan atas telah diwisudanya dua putri kami, Shiefta Dyah Elyusi dan Shiefti Dyah Elyusi. Dua putri saya ini diwisuda dalam waktu yang hampir bersamaan. Evi diwisuda di Universitas Airlangga dan Eva diwisuda di Universitas Diponegoro. Si kembar ini memang menempuh program yang berbeda, akan tetapi mengikuti ujian skripsi dalam waktu yang hampir bersamaan dan akhirnya juga diwisuda dalam waktu yang hampir bersamaan pula, 23/07/2011 untuk Evi dan 25/07/20011 untuk Eva.
Meskipun keduanya mengambil program studi yang berbeda, akan tetapi juga menulis tema yang berdekatan. Keduanya tertarik mengkaji media elektronik. Jika Evi menulis tentang interaksi sosial online, maka Eva menulis tentang perlindungan hukum e commerce. Keduanya juga bersemangat untuk menyelesaikan studinya dalam waktu yang bersamaan. Dan kami bersyukur sebab keduanya memperoleh hasil maksimal untuk karya tulisnya itu.
Sebenarnya, pada waktu wisudanya Evi di Univeristas Airlangga, saya memperoleh undangan yang sangat penting, yaitu pertemuan pimpinan PTAIN di STAIN Al Fatah Jayapura, 22-24 Juli 2011. Pertemuan ini juga sangat penting, sebab akan membahas tentang kepentingan bersama PTAIN. Pertemuan ini juga sangat strategis sebab dilaksanakan di Jayapura, sebuah Propinsi di Papua. Program ini juga dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk mengetuk hati para pimpinan daerah agar memberikan perhatian yang lebih banyak kepada STAIN Jayapura. Melalui program ini tentu akan berdampak positif bagi kebersamaan dalam membangun Jayapura ke depan.
Disebabkan oleh wisuda putri saya ini, maka dengan sangat terpaksa saya tidak bisa menghadiri acara di Jayapura, dan Prof. Abd. A’la yang saya minta mewakilinya. Alhamdulillah bahwa acara di Jayapura juga sukses dilihat dari banyaknya pimpinan PTAIN yang bisa hadir di dalam acara ini. Menurut Prof. A’la bahwa acara ini juga berhasil merumuskan beberapa keputusan penting, seperti usulan tentang pengembangan jaringan kerjasama dan peningkatan kualitas akademik.
Sabtu lalu, 23/07/2011, saya menghadiri acara wisuda di Universitas Airlangga untuk Shiefti Dyah Elyusi sebagai sarjana Ilmu Informasi dan Perpustakaan. Saya tentu sangat senang menghadiri acara ini. Sebagai alumni program S2 dan S3 Universitas Airlangga, maka tentu rasanya seperti mengulang masa di mana saya pernah diwisuda di perguruan tinggi ini. Jika saya dulu diantar oleh dua anak saya ini, maka gantian saya sekarang yang mengantarkannya untuk diwisuda. Sungguh terasa bahwa ada dinamika waktu yang terus terjadi. Jika saya dulu ke kampus ini sebagai mahasiswa, maka sekarang saya ke kampus ini sebagai pimpinan IAIN Sunan Ampel. Ada rasa haru ketika saya berada di ruang wisuda ini, apalagi Rektor Universitas Ailangga juga memperkenalkan saya untuk berdiri sebagai undangan VIP di acara wisuda ini. Bagi saya penyebutan IAIN Sunan Ampel di ruang publik seperti ini tentu sangat membanggakan. Saya merasa datang dari dua instansi sekaligus. Sebagai alumni Universitas Airlangga dan Rektor IAIN Sunan Ampel sekaligus.
Selang sehari, 25/07/2011, saya harus mengikuti wisuda sarjaana di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Hari itu Shiefta Dyah Elyusi diwisuda sebagai sarjana hukum. Tidak sebagaimana di Universitas Airlangga yang wisudanya hanya sekali, maka di Universitas Dipongoro menyelenggarakan wisuda dua kali. Di tingkat fakultas dan universitas. Saya memilih wisuda yang di fakultas. Sebab wisuda di tingkat fakultas lebih sedikit pesertanya dan lebih memberikan kesempatan bagi orang tua untuk terlibat di dalam wisuda tersebut.
Jika dibandingkan dengan wisuda di IAIN Sunan Ampel, wisuda di sini lebih rumit. Wisudawan tidak langsung memakai toga wisuda, akan tetapi harus masuk ruang wisuda dengan pakaian yang semula dikenakan. Masing-masing dipanggil sesuai dengan IPK dan yudisiumnya, dan kemudian mereka keluar untuk memakai pakaian toga dan gordon. Mereka kemudian masuk ruang lagi sesuai dengan tempat duduknya untuk mengikuti prosesi wisuda.
Saya juga merasakan betapa anak-anak saya sudah menjadi sarjana. Mereka sudah menyelesaikan pendidikan strata satunya. Yang pertama, Dhuhrotul Rizqiah, sudah proses penyelesaian program dokternya di Universitas Hang Tuah untuk memperoleh brevet dokter, sedangkan yang kembar, Shiefta Dyah Elyusi dan Shiefti Dyah Elyusi juga sudah menyelesaikan studinya.
Ke depan tentu saja ada sesuatu yang harus dikerjakan, yaitu apakah mereka harus bekerja atau harus melanjutkan studi pascasarjana. Pilihan tentu ada di tangan mereka. Sejauh yang bisa lakukan adalah memberikan fasilitasi terhadap apa yang dipilihnya.
Maka, di tengah keberhasilan pertama ini, maka yang penting adalah ungkapan syukur ke hadirat Allah swt, sebab tanpa campur tangannya maka tidak mungkin semuanya terjadi.
Wallahu a’lam bi al shawab.