OTORITAS PENDIDIKAN KEMENTERIAN AGAMA
Saya masih akan mendiskusikan tentang tema yang sudah saya tulis beberapa hari terakhir ini, yaitu mengapa Kementerian agama mengelola pendidikan? Tema ini masih saya anggap penting di tengah keinginan untuk merumuskan UU Pendidikan Tinggi. Hal ini terkait dengan keinginan anggota DPR untuk memisahkan lembaga pendidikan tinggi khususnya UIN untuk masuk ke dalam kementerian pendidikan, karena amemanggul nama universitas dan program studinya juga sudah lebih banyak prodi umumnya ketimbang prodi agama.
Berdasarkan Rapat Dengar Pendapat, maka tampak bahwa keinginan untuk memasukkan UIN Ke dalam kementearian pendidikana didasari oleh keinginan agar pendidikan tersebut satu ataap saja. Tidak sebagaaimana sekarang yang pendidikan tersebut berada di dalam berbagai kementerian adan yang paling banyak berada di kementerian agama.
Sebenarnya tidak ada keraguan tentang penyelenggaraan program di bawah kementerian agama. Sebab ternyata bahwa kementerian agama bisa mengelola pendidikan di dalam beerbagai levelnya. Jika program pendidikana ditopang oleh anaggaran yang besar, maka saya yakin bahwa kualitas lembaga pendidikan di bawah kementerian agama pasti akan maju dengan pesat.
Perkembangan UIN memang sangat mencengangkan. Betapa tidak bahwa UIN bisa berkembang pesat baik dari sisi mahasiswa maupun program studinya. Dulu ketika masih menjadi STAIN dalam kasus UIN Malang, maka tidak dikenal oleh publik. Akan tetapi setalah menjadi UIN malang maka sekarang menjadi PTAIN yang sangat maju. Selain disebabkan oleh perkembangan prodinya, tentu juga karena sistem ma’had al jami’ah (pondok pesantren tinggi) yang dikembangkannya. Kini UIN malang sudah menjadi bagian penting dari PTN di Indonesia.
Selain itu UINa Jakarta juga berkembang dengan sangat pesat. Bahkan Prof. Dr. Azyumardi Azra di dalam kesempatan seminar di UIN Jakarta menyatakan bahwa perkembangan UIN Jakarta adalah beyond reality. Beliau yang mengusahakan perubahan UIN Jakarta merasa seperti bermimpi ketika melihat UIN Jakarta sekarang dengan prodinya dan perkembangan fisiknya.
Memang UIN sangat diuntungkan dengan kehadiran Pinjaman Islamaic Development Bank (IDB) yang membangun fasilitas pendidikan dengan sangat baik. Bisa dibayangkan bahwa melalui skema pengembangan IDB, maka percepatan pembangaunana bisa diperrcepat. Dengan skema IDB, maka pembangunan fisik yang seharusnya diatempuh dalam waktu 60 tahun, maka bisa dipercepat menjadi tiga tahun.
Dalam kasus IAIN Sunan Ampel, maka setiap tahun hanya memperoleh anggaran sebesar 10 milyar rupiah. Maka untuk membangun fisik sebesar 300 milyar rupiah, maka tentu membutuhkan waktu 30 tahun. Tentu waktu yang sangat panjang jika dibandingkan dengan adanya bantuan pengembangn melalui skema IDB tersebut.
Pengembangan PTAIN yang demikian pesat, maka membuat banyak orang merasakan bahwa perekembangan PTAIN ini memang sangat cepat. Dengan demikian, maka perubahan IAIN ternyata berhasil mengangkat citra lembaga pendidikan di bawah kementerian agama ini.
Makanya, secara tidak langsung juga berakibat terhadap keberuntungan kementerian agama, sebagai institusi yang berhasil di dalam pengembangan pendidikan tinggi. Di dalam hal ini, maka keberadaan UIN baik langsung maupun tidak langsung dapat mengangkat citra kementerian agama dalam bidang pendidikan tinggi.
Oleh karena itu, jika kemudian ada keinginan untuk menjebol UIN ke kementerian pendidikan naasioal, maka sama halnya dengan menjebol kewenangan kementerian agama dalama mengelola pendidikan. Jadia memang sebaiknya dipertimbangkan secara cermat mengenai rencaana tersebut.
Wallahu a’lam bi shawab.