• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGAPA KEMENTERIAN AGAMA MENGELOLA PENDIDIKAN

Kementerian agama memang memiliki keunikan sebagaimana yang saya ungkap kemarin. Artinya bahwa kementerian agama secara historis memang memiliki keunikan dibanding dengan kementerian lain di Indonesia. Kementerian agama memiliki sejarah sebagai kementerian yang memiliki fungsi lebih luas dibandingkan dengan kementerian teknis lainnya.

Dari sisi historis, bahwa kementerian agama memang mengelola pendidikan yang fungsinya hampir sama dengan kementerian pendidikan nasional, sedangkan dari sisi fungsi yang lain, maka kementerian agama juga memanggul fungsi pengembangan kehidupan keagamaan.  Jika menurut tupoksinya, maka sesungguhnya kementerian agama hanyalah melaksanakan tupoksi pembinaan kehidupan agama dan keagamaan.

Akan tetapi karena dimensi sejarah tersebut, maka fungsi kementerian agama tidak hanya bagi pengembangan agama dan keagamaan, akan tetapi juga pendidikan. Lebih lanjut, kemudian dilakukanlah kebijakan untuk mengembangkan pendidikan secara lebih luas atau yang dikenal sebagai wider mandate. Makanya, pendidikan agama dan keagamaan kemudian memperoleh sentuhan baru yaitu menjadi lembaga pengelola pendidikan yang lebih luas, dengan memasukkan pendidikan umum berbasis agama sebagai bagian dari pendidikan di bawah kementerian agama.

Baik di tingkat SLTP maupun SLTA dan juga perguruan tinggi lalu mengadopsi pendidikan umum berbasis keagamaan. Di dalam hal ini SLTA seperti Aliyah memiliki jurusan MIPA akan tetapi harus berbasis keagamaan. Yang dimaksud di sini adalah  tetap mengembangkan pendidikan agama dan pendidikan umum sekaligus.  Jadilah kemudian Jurusan MIPA pada Madrasah Aliyah dengan tetap mengembangkan pendidikan agama.

Di level pendidikan tinggi juga terjadi gerakan wider mandate ini. Beberapa IAIN kemudian mengembangkan program studi umum tetapi berbasis pada pendidikan agama. Hampir semua IAIN memiliki program wider mandate. Misalnya IAIN Sunan Ampel memiliki program studi sosiologi, psikhologi, komunikasi dan sebagainya.

Dan bahkan yang lebih luas lagi kemudian beberapa IAIN bermetamorfosis ke UIN, misalnya IAIN Jakarta, Yogyakarta, Riau, Bandung, Makasar dan STAIN Malang juga menjadi UIN.  Melalui konversi IAIN ke UIN ini maka terjadilah mutasi keilmuan yang luar biasa di UIN. Program studi yang selama itu menjadi wewenangnya PT tehnik lalu diadaptasi oleh UIN. Makanya terbentuklah program studi ilmu eksakta di UIN-UIN tersebut. Bahkan  fakultas Kedokteran juga dikembangkan di UIN Jakarta.

Perkembangan yang sangat cepat dari UIN ini tentu menyisakan masalah, yaitu apa sebenarnya wewenang kementerian agama di dalam pendidikan. Banyak yang merasakan bahwa pengembangan UIN yang kemudian meraksasa dan memiliki daya aksesibilitas dan akseptabilitas yang sangat tinggi, sebagai “kesalahan” kebijakan.  Makanya kemudian dirumuskan adanya pembagian wewenang di dalam proses rekomendasi dan perizinan.

Sebagai kementerian yang menyelenggarakan pendidikan, maka wewenang kementerian agama adalah untuk merekomendasi dan mengizinkan program studi yang terkait dengan bidang ilmu agama dan keagamaan, sedangkan kementerian pendidikan nasional memiliki otoritas di dalam merekomendasi dan mengizinkan prodi ilmu umum. Jika universitas agama menyelenggarakan prodi umum, maka rekomendasi pelaksanaannya berada di bawah kementerian pendidikan nasional, sementara jika ada universitas umum yang menyelenggarakan prodi agama, maka harus memperoleh rekomendasi dari kementerian agama, sedangkan perizinan diberikan oleh kementerian pendidikan nasional.

Melalui skema semacam ini, maka pembagian wewenang itu menjadi jelas. Ilmu agama dan keagamaan berada di bawah wewenang kementerian agama dan ilmu umum di bawah kementerian pendidikan nasional. Maka UIN yang menyelenggarakan prodi eksakta, maka harus memperoleh rekomendasi akademis dari kementerian pendidikan nasional, sementara universitas  misalnya UNJ yang menyelenggarakan pendidikan agama dan keagamaan, maka harus memperoleh rekomendasi dari kementerian agama.

Melalui cara seperti ini, maka antara kementerian pendidikan nasional dan kementerian agama masing-masing memiliki kewenangannya sendiri-sendiri. Sistem inilah yang secara tidak langsung memberikan kesempatan bagi IAIN maupun UIN untuk mengembangkan program studi umum melalui mekanisme rekomendasi dari kementerian pendidikan nasional.  Sehingga lama kelamaan semakin banyak prodi-prodi umum yang bisa diselenggarakan oleh  UIN atau IAIN.

Dengan pembagian wewenang seperti ini, maka program pendidikan berjalan dalam mekanisme yang luwes dan berdaya guna. Jarak antara kementerian pendidikan nasional dan kementerian agama juga menjadi lebih dekat di dalam mengelola pendidikan. Dengan pola seperti ini, maka pengembangan ilmu keislaman multidisipliner juga lebih mudah dilaksanakan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini