KESUNGGUHAN MENGELOLA PENDIDIKAN TINGGI
Beberapa hari yang lalu, saya menulis tentang ada tiga indikasi untuk mengukur kesungguhan pimpinan perguruan tinggi di dalam mengelola pendidikan. Yang pertama adalah pengakuan internasional tentang pelayanan prima melalui pengakuan ISO, kemudian kedua, pengakuan internasional tentang peringkat lembaga pendidikan klas dunia atau World Class University (WCU) dan ketiga, pengakuan nasional tentang standart akademik melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Pertama, tentang pengakuan internasional dalam pelayanan prima. Di era global seperti sekarang, maka sebuah institusi akan dianggap baik, jika di dalam pemberian pelayanannya dapat dikategorikan sebagai pelayanan prima. Yaitu pelayanan yang diberikan kepada pelanggan agar para pelanggan merasa puas dengan pelayanan tersebut.
Pelayanan prima adalah paradigm baru di dalam dunia manajemen bisnis yang kemudian juga diadaptasi oleh manajemen nir-laba, seperti dunia pendidikan. Inti dari pelayanan prima adalah memberikan yang terbaik bagi para pelanggan, yaitu kepuasan pelanggan. Manajemen pendidikan juga dituntut untuk mengedepankan pelayanan prima tersebut. Di dalam hal ini, maka perguruan tinggi juga harus mempertimbangkan jasa apa yang akan dijual kepada para pelanggannya dan jasa tersebut bisa memuaskan pelanggannya.
Sebagaimana diketahui, bahwa ada lima jasa yang dijual oleh perguruan tinggi, yaitu jasa kurikuler, jasa penelitian, jasa pengabdian masyarakat, jasa administrasi dan jasa ko-kurikuler. Kelima jasa ini yang disebut sebagai jasa pendidikan. Di PT dikenal yaitu sistem akademik yang terkait dengan pelayanan jasa pendidikan (kurikuler) dan administrasi pendidikan. Makanya, melalui sistem akademik yang baik, maka akan didapatkan pelayanan administrasi pendidikan yang memuaskan.
Agar pelayanan akademik menjadi baik, maka syarat-syarat kualifikasi pendidikan yang baik juga harus dipenuhi. Misalnya, dosen dan perkuliahannya berkualitas, karya akademis dosen dan mahasiswanya berkualitas, perpustakaannya sangat baik dengan koleksi yang lengkap dan sebagainya. Sebagai sebuah sistem, maka keterpaduan antar sub sistemnya menjadi sangat penting.
Untuk mengukur apakah pelayanan akademik sebuah PT sudah standart internasional atau belum, maka digunakanlah standart ISO, yaitu standart internasional untuk mengukur tentang mutu pelayanan yang sudah dilakukan oleh sebuah lembaga. Melalui standart ISO ini, maka akan diketahui bahwa sebuah lembaga pendidikan sudah bermutu atau belum.
Kedua, pengakuan sebagai World Class University (WCU). Di tengah persaingan antar lembaga pendidikan tinggi, maka pengakuan internasional tentang kualitas lembaga menjadi sangat penting. Ada banyak standart untuk menilai tentang WCU ini, antara lain adalah Time Higher Education Supplement (THES), Shanghai Jiaotong dan juga Webometrics. Bagi perguruan tinggi di Indonesia, maka untuk masuk ke dalam WCU dalam standart Shanghai Jiaotong tentu sangat sulit, sebab ukurannya yang sangat tinggi, misalnya staf akademiknya ada yang pernah memperoleh Nobel Prize. Akan tetapi untuk memperoleh Webometrics tentu masih sangat mungkin. Dengan menggunakan ukuran kekuatan website PT, maka akan diketahui berapa rangking yang dimiliki oleh PT dimaksud.
Di Indonesia sudah banyak PT yang memasuki WCU melalui peringkat Webometrics ini. Di dalam pengumuman peringkat Webometrics bulan Januari 2011, maka IAIN Sunan Ampel memperoleh peringkat 6023 dari 8000 PT se dunia, dan peringkat 48 dari PT di Indonesia.
Untuk bisa memasuki WCU dalam peringkat Webometrics ini, maka harus ada upaya yang sangat konsisten yaitu dengan mengerahkan semua kemampuan untuk mengembangkan website. Ternyata butuh waktu 4 tahun untuk mengembangkan website yang akhirnya bisa diakui memiliki rangking dunia. Saya teringat betul bahwa ICTnisasi IAIN Sunan Ampel diresmikan oleh Menteri Agama, Maftuh Basuni, pada tahun 2005 dan kemudian 2009 masuk ke dalam webometrics.
Ketiga, pengakuan standart akademis yang dilakukan oleh BAN PT. Sebagaimana diketahui bahwa pengakuan kualitas akademis yang melibatkan BAN-PT sudah menjadi kewajiban bagi PT. Bahkan sudah ditentukan bahwa tahun 2014, semua program studi harus berakreditasi, kecuali prodi yang baru saja didirikan. Melalui pengakuan BAN-PT, maka kualitas lembaga pendidikan yang bersangkutan sudah memperoleh pengabsahan.
Sebagai salah satu badan akreditasi, maka BAN-PT memiliki otoritas untuk menentukan mana prodi yang layak memperoleh pengakuan terakreditasi dan mana yang tidak. Melalui pengakuan ini, maka standart akademik PT tersebut tentu sudah dianggap layak sebagai lembaga penjual jasa pendidikan. Melalui standart kualifikasi A, B dan C yang diterapkannya, maka BAN-PT akan memberi kualifikasi sesuai dengan kenyataan riil di lapangan.
Di dalam hal ini, maka kualifikasi akademik PT tentu sangat penting. Semakin banyak prodi yang memperoleh skore A maka semakin baik kualifikasi lembaga pendidikan tersebut dan sebaliknya semakin banyak yang memperoleh C atau bahkan tidak terakreditasi, maka semakin rendah kualifikasi akademik lembaga pendidikan tersebut. IAIN Sunan Ampel ternyata memiliki kualifikasi yang cukup memadai, sebab ada yang berkualifikasi A, B dan C. dan sebagaimana diketahui, maka kebanyakan memang masih berskor B. Hal ini berarti bahwa masih harus ada peningkatan kualitas di masa depan.
Melalui pengukuran tiga hal ini, maka akan diketahui bagaimana kualitas lembaga pendidikan tinggi itu. Jika ketiganya bisa diraih, maka berarti bahwa pimpinan lembaga pendidikan tinggi tersebut telah bekerja keras sesuai dengan wewenang dan kemampuan yang dimilikinya. Jadi tidak perlu ada keraguan tentang kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas dari para punggawa lembaga pendidikan tinggi ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.