• December 2024
    M T W T F S S
    « Nov    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    3031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERAGAMA, BERSYUKUR DAN PEMBERIAN

Hubungan saya dengan Pak Wagub, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul memang telah terbina dalam waktu yang cukup lama, yaitu ketika Beliau menjabat sebagai Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, periode yang pertama. Meskipun beliau terkena reshuffle kabinet, akan tetapi jalinan relasi itu tetap terbina. Jika relasi sebelumnya adalah disebabkan oleh kerjasama antara IAIN Sunan Ampel dengan Kementerian PDT, maka pada tahap berikutnya, maka relasi itu lebih bercorak sebagai relasi individual.

Salah satu yang saya lihat tidak berubah dari Gus Ipul adalah bagaimana dia menjaring relasi dengan orang lain, siapapun yang bersangkutan. Dengan gayanya yang kocak dan bermakna, selalu beliau menyapa orang yang dikenalnya dengan semangat persahabatan.  Dan  kepada masyarakat yang sempat ditemuinya, maka yang bersangkutan pasti  diajaknya berbicara dengan canda dan senyumnya yang khas. Beliau memang tidak berubah di dalam perilakunya dalam posisi apapun.

Jika di IAIN Sunan Ampel ada acara yang saya anggap monumental, maka beliaulah salah satunya yang kemudian saya libatkan. Tidak perlu surat resmi, tetapi cukup dengan sms atau telepon, jika Beliau bisa pasti Beliau datang. Saya teringat ketika di IAIN SA ada acara Penanaman 1000 pohon, maka Beliau saya telpon, dan ternyata Beliau bisa. Jadilah acara menjadi  meriah karena kebiasaan Beliau yang suka bercanda tersebut.

Semalam saya diundang oleh Gus Ipul, 16/07/2011, di dalam acara tasyakuran Khitanan putranya, Daffa dan Rayhan. Dua putranya ini dikhitankan bersama. Acara  tasyakuran tersebut digelar di Rumah Dinas Wakil Gubernur Jawa Timur. Acara ini menghadirkan seluruh pimpinan teras di Propinsi Jawa Timur  dan pimpinan organisasi social keagamaan. Bahkan juga saya lihat para wartawan radio, surat kabar dan televisi. Juga para ulama, Kyai dan beberapa bupati, seperti Bupati Madiun, KH. Muhtarom, Bupati Bangkalan, KH. Fuad Amin, DPRD dan sebagainya.

Acara ini memang didesain seperti acara resepsi pada umumnya, Gus Ipul dan keluarga berdiri di panggung dan kemudian semua tamu mengucapkan selamat khitanan. Meskipun kelihatan lengkap dengan sajiannya, akan tetapi kesederhanaan tetap terpancar, sebab memang tidak diselenggarakan di hotel berbintang, akan tetapi menggunakan tenda di depan Rumah Dinas Wakil Gubernur. Layaknya memindahkan tradisi pedesaan ke kota.

Yang juga menarik adalah acara ini dihibur dengan suara merdu Ebiet G. Ade. Penyanyi yang melegenda ini memang pernah mencapai puncak kejayaannya di era tahun 1980-an. Suaranya yang khas mendayu-dayu,  dengan iringan gitar akustiknya, dan musik lembut yang mengiringinya, ditambah dengan lirik lagu yang sangat puitis,  maka Ebiet menjadi ikon baru di dunia musik. Dia pindahkan dunia membaca puisi yang khas ke dalam dunia musik, sehingga bisa mencapai pendengar yang jauh lebih banyak.

Kala itu, dunia musik  Indonesia dipenuhi dengan lagu-lagu bertema cinta yang didendangkan oleh misalnya:  Obbie Mesakh, Diana Nasution, Dian Pisesha, Betaria Sonata  dan sebagainya.   Kala  itu, lagu-lagu bertema cinta  memang menjadi hit di radio dan televisi. Lagu-lagu yang bertema cinta selalu menjadi favorit di kalangan masyarakat, terutama anak-anak muda.

Datanglah kemudian Ebiet dengan genre baru music berbasis puisi.  Maka,  lagu-lagunya yang bersyair indah, ternyata bisa memberi nuansa kemanusiaan, ketuhanan dan cinta. Tentang cinta tidak digambarkannya dengan bahasa yang vulgar, akan tetapi dikemas dengan puisi yang indah untuk menggambarkan keagungan cinta. Lagunya yang semalam dinyanyikan “Elegi Esok Pagi” adalah gambaran keagungan cinta dalam relasinya dengan kemanusiaan dan ketuhanan.

Mendengarkan lagu-lagu Ebiet rasanya kita kembali kepada hakikat kemanusiaan kita. Lagu itu diciptakan dengan hati nurani dan  bukan dengan hingar bingar duniawi.  Ebiet memang menghadirkan nuansa musik bukan sekedar untuk memuaskan hasrat kesenangan duniawi, akan tetapi juga mengobatinya dengan kerinduan akan kehidupan yang selaras dan harmonis untuk kepentingan ukhrawi.  Ketika Ebiet menyanyikan lagunya yang sangat fenomenal “Elegi Esok Pagi”, maka tanpa terasa saya pun mengikutinya.

Gus Ipul, saya rasa tepat ketika mengundang Ebiet di dalam acara tasyakuran ini. Melalui lagu-lagunya Ebiet, maka seakan kita dibawa kembali kepada hakikat kemanusiaan kita, agar kita membangun kasih sayang kepada sesama manusia, membangun relasi yang baik dengan alam dan juga membangun relasi yang baik dengan Tuhan.

Jadi, bersyukur atas pemberian Tuhan memang bisa dilaksanakan dengan berbagai macam cara, akan tetapi yang sangat indah adalah ketika bersyukur itu juga terdapat pesan agar kita selalu berada di dalam keberkahan, kerahmatan dan petunjuk Tuhan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini