KEMISKINAN DI INDONESIA
Membangun Indonesia yang memiliki jumlah penduduk banyak dengan tingkat variasi yang sangat beragam tentu memang berbeda dengan membangun Negara-negara tetangga dengan jumlah penduduk yang sedikit dengan tingkat homogenitas yang memadai. Membangun Indonesia tentu harus dengan mengarahkan seluruh kemampuan, kerja keras dan cerdas untuk menggapai kesejajaran, keadilan dan kemakmuran.
Coba kita lihat saja bahwa untuk membangun kesejajaran Indonesia barat dan timur saja ternyata juga tidak mudah. Indonesia barat yang sudah maju, dan Indonesia timur yang masih belum maju. Bahkan kemudian dirumuskanlah pembangunan yang berarah ke wilayah timur Indonesia. Teriakan-teriakan untuk mengembangkan wilayah timur tentu bukan hal yang tidak mendasar, sebab memang secara realitas bahwa Indonesia timur memang belum maju sejajar dengan Indonesia barat.
Meskipun sudah dilakukan percepatan, akan tetapi tetap saja bahwa Indonesia barat masih tetap dominan, sebab memang startnya tidak sama. Akan tetapi yang jelas bahwa melalui percepatan tersebut, maka perlahan tetapi pasti tentu aka nada perubahan secara signifikan di masa yang akan dating. Terutama di era otonomi daerah, di mana daerah memiliki kewenangan yang lebih kuat, maka program percepatan pembangunan di Indonesia timur tentu akan lebih bisa dilaksanakan sesuai dengan jadwalnya.
Hanya saja bahwa di Indonesia masih terbelit oleh problem kemiskinan. Meskipun pembangunan dan percepatan pembangunan sudah dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya bahwa problem kemiskinan masih membelit negeri ini. Memang dari tahun ke tahun terdapat pengurangan angka kemiskinan tersebut. Meskipun perubahan tersebut belumlah signifikan, akan tetapi ada kecenderungan penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun.
Melalui pengeluaran perbulan Rp. 233,740, perorang perkapita, sehingga batas kemiskinan untuk satu keluarga dengan empat orang adalah Rp. 934,962,-, maka angka kemiskinan di Indonesia menjadi menurun hanya sedikit saja. Sebagai ukuran, maka angka ini tentu saja merupakan angka yang rasional sesuai dengan ukuran yang ditentukan oleh penentu kebijakan. Ukuran ini dibuat berdasarkan tingkat pengeluaran primer setiap orang, yaitu konsumsi, kesehatan, transportasi dan sebagainya.
Berdasarkan data yang diungkap oleh Kompas, 13/07/2011, maka angka kemiskinan per Februari 2004 (36,10), Februari 2005 (35,10), Maret 2006 (39,10), Maret 2007 (37,17), Maret 2008 (34,96), Maret 2009 (32,53), Maret 2010 (31,02), Maret 2011 (30,02). Dengan persentasenya adalah 16,66 persen, 15,97 persen, 17,75 persen, 16,58 persen, 15,42 persen, 14,15 persen, 13,33 persen, 12,49 persen. Dari bulan Pebruari 2004, di mana kemiskinan sebesar 36,10 juta atau 16,66 persen, maka pada Maret 2011 ditemui angka kemiskinan sebesar 30,02 juta atau 12,49 persen.
Angka statistic ini tentu saja memberikan gambaran bahwa usaha pemerintah untuk mengentas kemiskinan tentu saja berhasil meskipun dengan tingkat capaian yang belum maksimal. Selama lima tahun hanya turun sejumlah 6 juta atau 4 persen saja. Akan tetapi juga harap diketahui bahwa penurunan angka sebesar 4 persen dalam lima tahun tentu memberikan gambaran bahwa upaya pengentasan kemiskinan telah terjadi.
Usaha pemerintah untuk mengentas kemiskinan memang juga sangat besar. Jika kita lihat maka semua kementerian memiliki program pengentasan kemiskinan. Bahkan juga sudah ada kementerian khusus yang menangani daerah tertinggal. Kementerian Sosial, Kesehatan, Pendidikan, bahkan Kementerian Koordinator Kesra juga memiliki program pengentasan kemiskinan. Hanya saja, sebagaimana sering saya tulis bahwa disebabkan oleh banyaknya kementerian yang mengurus kemiskinan maka fokusnya lalu menjadi meluas dan kurang terkontrol.
Banyaknya kementerian yang mengurus kemiskinan terkadang minus koordinasi, sinkronisasi dan integrasi. Sehingga masing-masing berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan arah yang ingin dikembangkannya. Inilah saya kira masalah terbesar di dalam program pengentasan kemiskinan di negeri ini. Banyak instansi yang terlibat akan tetapi kurang terarah sesuai dengan apa yang semestinya dilakukan.
Agar kemiskinan akan lebih cepat diatasi, maka yang penting adalah mengedepankan peran leading sector yang menegimplemtasikan program pengentasan kemiskinan. Pemerintah tentunya bisa menjadikan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal untuk mengelola program kemiskinan dan seluruh dana dan daya dikerahkan dari sana, sehingga programnya akan lebih terukur dan lebih mudah dievaluasi.
Dengan memberikan porsi kewenangan yang lebih besar menyangkut dana dan program kementerian ini, maka saya yakin bahwa program pengentasan kemiskinan akan lebih berdaya guna.
Wallahu a’lam bi al shawab.