• December 2024
    M T W T F S S
    « Nov    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    3031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MERUMUSKAN KEUNGGULAN KADER DAKWAH

Jika kita telisik dari aspek sejarah, maka Islamisasi di Indonesia tentu tidak lepas dari keberadaan kader dakwah.  Para walisongo yang sangat terkenal di dalam sejarah Islam Nusantara adalah para kader dakwah yang memiliki peran signifikan di dalam proses Islamisasi Nusantara.  Tanpa kehadirannya, maka kita mungkin tidak akan bisa melihat kenyataan umat Islam  seperti sekarang.

Islam, sebagaimana kenyataan sekarang merupakan Islam yang diperjuangkan oleh para walisongo dari berbagai generasinya. Islam yang moderat sebagaimana yang kita lihat sekarang merupakan Islam hasil tafsiran para walisongo di dalam mengimplementasikan Islam yang dipahaminya. Islam yang memiliki watak moderat dengan kemampuan dialogis dengan  masyarakat dan kebudayaannya akhirnya memang bisa menjadi ciri khas Islam Indonesia hingga sekarang.

Sebagaimana dipahami oleh ahli keislaman, maka watak Islam yang rahmatan lil alamin adalah watak yang sangat cocok dengan masyarakat Indonesia. Harus diakui bahwa keberlanjutan Islam sebagaimana yang sekarang terjadi tentu sangat tergantung kepada bagaimana proses dan produk institusi yang mengusung kader-kader dakwah di masa sekarang. Kegagagalan mencetak kader dakwah yang seperti itu tentu akan menyebabkan kerugian secara ideologis bagi pengembangan Islam di masa depan.

Pendidikan kader dakwah bertujuan untuk menciptakan kader da’i yang memiliki wawasan keislaman yang damai bagi seluruh kehidupan umat manusia. Itulah sebabnya keberadaan institusi ini menjadi sangat penting. Fakultas Dakwah IAIN atau UIN tentu menjadi salah satu tumpuan untuk mengemban tugas ini.

Fakultas Dakwah tentu harus membuktikan bahwa sebagai lembaga yang diharapkan untuk mencetak kader dakwah memang harus mampu untuk menghasilkan kader-kader dakwah yang memiliki wawasan ideologis keislaman dan sekaligus juga wawasan ideologis kebangsaan yang saling meneguhkan. Dengan kata lain, bahwa antara wawasan ideologis keislaman dan kebangsaannya bisa menyatu seperti satu koin mata uang. Sisinya berbeda tetapi menyatu dalam satu kesatuan.

Dewasa ini ada banyak lembaga yang mempersiapkan kader dakwah. Hanya sayangnya bahwa kader dakwah yang diusungnya adalah kader dakwah yang memiliki wawasan keislaman yang kurang relevan dengan keindonesiaan atau kebangsaan. Kader dakwah yang dihasilkannya adalah yang memiliki kecenderungan atas paham keislaman yang mengusung fundamentalisme. Dan yang lebih parah kemudian menganggap bahwa corak keislaman yang akan diperjuangkan adalah menurut tafsirannya yang kaku.

Tugas Fakultas Dakwah adalah mencetak kader dakwah yang berbeda dengan lembaga dakwah seperti itu. Secara konseptual yang diinginkan adalah kader dakwah yang bisa mengembangkan Islam dalam coraknya yang rahmatan lil alamin. Melalui corak Islam yang seperti ini, maka tensi pertarungan antara Islam dengan lainnya akan bisa direduksi secara memadai.

Akan tetapi yang sungguh diharapkan adalah bagaimana mencetak kader dakwah yang memiliki militansi pemberdayaan masyarakat.  Yaitu menjadi penyebar Islam yang memiliki konsern terhadap dimensi teologis, ritual dan kesejahteraan umat. Di dalam hal ini, maka yang diharapkan adalah tercetaknya ahli dakwah peduli terhadap umatnya.

Untuk kepentingan ini, maka yang diperlukan adalah calon kader dakwah yang ke depan akan dapat menjadi tumpuan bagi pengembangan Islam yang rahmatan lil alamin. Untuk mempersiapkannya, maka input Fakultas Dakwah haruslah mereka yang memang sudah memiliki pengetahuan agama yang sangat baik, sehingga untuk kepentingan materi dakwah tentu sudah dimilikinya.

Tentu akan sangat baik jika input Fakultas Dakwah adalah kaum santri yang sudah matang di dalam pengetahuan keislamannya. Sehingga ketika mereka memasuki Fakultas Dakwah sebagai lembaga pencetak kader dakwah tentu sudah memiliki bekal yang cukup memadai.

Fakultas Dakwah haruslah memiliki visi yang jelas sebagai lembaga kader dakwah. Sebagaimana yang kemarin saya tulis bahwa misalnya harus mencetak kader dakwah bil lisan. Maka seluruh upaya harus diusahakan agar Fakultas Dakwah bisa menjadi lembaga pencetak kader dakwah bil lisan. Harus ada pemihakan semua unsur untuk mencetak kader dakwah seperti itu.

Di sisi lain juga Fakultas Dakwah akan menjadi lembaga pencetak kader dakwah bil qalam. Maka selayaknya juga dipersiapkan agar inputnya adalah calon kader dakwah yang sudah memiliki kemampuan keislaman yang memadai, sehingga ketika dididik di lembaga ini, maka mereka sudah siap untuk  berada di dalam kawah candradimuka pembibitan kader dakwah tersebut.

Oleh karena itu, yang sesungguhnya diperlukan adalah: 1) menyaring input calon kader dakwah yang secara khusus sudah memiliki ilmu keislaman yang memadai. 2) menyaring agar kader dakwah yang akan memasuki proses pendadaran kader dakwah adalah yang nantinya memiliki komitmen bagi pengembangan masyarakat dalam aspek teologis, ritual dan kesejahteraan. 3) di dalam proses pendidikan, maka yang lebih diutamakan adalah praktik dakwah, selain pembekalan metodologis yang dianggap mendasar. 4) produk yang diharapkan adalah kader dakwah yang siap melaksanakan tugas dakwah di mana saja. 5) keterlibatan pemerintah untuk mendukung proses ini dirasakan sebagai sesuatu yang sangat penting dan mendasar.

Melalui proses pendidikan kader dakwah yang memiliki kualitas akademis dan praksis yang memadai, maka akan dapat dihasilkan kader dakwah yang memiliki kemampuan andal di masa sekarang dan juga yang akan datang.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini