ANTARA BANDARA LA, CHANGI DAN SOEKARNO-HATTA
Salah satu yang menyebabkan saya ogah-ogahan pergi ke luar negeri apalagi seperti perjalanan ke Amerika Serikat ini adalah menyangkut kesulitan saya untuk tidur di dalam perjalanan. Tentu yang lain adalah persoalan ongkos yang mahal dan terkadang tidak terjangkau. Namun demikian, ada juga yang menyenangkan, yaitu ketika saya bisa menikmati dunia lain yang jauh lebih modern dan maju.
Saya ingin menulis tentang perjalanan saya pulang ke Indonesia sebagai bahan bagi kita bersama untuk merenungi sudah seperti apa sesungguhnya kita ini. Saya akan membandingkan tiga nafas kehidupan di Bandara Los Angeles, Bandara Changi dan Bandara Soekarno Hatta. Tujuan membandingkan ini bukan untuk mengunggulkan antara satu dengan lainnya, sebab nanti saya bisa dicela oleh kaum antropolog Strukturalisme.
Saya hanya ingin menggambarkan bagaimana keberadaan orang dibalik ketiga bandara tersebut. Sebagaimana bandara-bandara lain di Amerika Serikat, maka standart keamanan menjadi prasyarat utama bagi mereka. Begitu ketatnya pengamanan tersebut, maka seakan-akan memberikan gambaran akan ketakutan yang sangat tinggi terhadap siapa saja. Mereka tidak hanya mengenakan pengetatan keamanan tersebut kepada orang asing, akan tetapi juga terhadap warganya sendiri.
Standart keamanan yang tinggi ini sesungguhnya adalah sebuah upaya yang dilakukan agar siapa saja yang terlibat di dalam penggunaan pesawat terbang dan juga sarana prasarana lainnya menjadi merasa aman. Tidak hanya cukup dengan pemeriksaan X Ray, akan tetapi juga harus melepas semua yang ada di badan yang mengandung logam. Bahkan seorang kawan yang menempelkan salonpas di perutnya agar tidak mabuk perjalanan pun harus membuka bajunya. Security is safety. Begitulah kira-kira visinya.
Sebagai negara kapitalisme, maka setiap jengkal lahan adalah uang. Maka desain bangunan bandara juga dirancang untuk kepentingan bisnis. Di kiri-kanan jalan menuju ruang pemberangkatan, maka menjadi lahan bisnis yang sangat ramai. Mulai dari makanan, pakaian, asesori dan sebagainya. Bahkan dalam kerangka menarik pembeli, maka juga diterapkan system duty-free untuk pembelian di sini. Meskipun praktiknya juga tidak mesti seperti itu.
Saya tentu saja tertarik dengan kebersihan bandara ini. Semua orang memiliki kesadaran untuk menaruh bekas makanan pada tempat sampah. Warna kulit apapun di sini juga akan berlaku seperti itu. Kemudian, tempat sampah itu dibersihkan oleh para pekerja yang kebanyakan kaum kulit berwarna. Mereka adalah pekerja keras karena harus memenuhi standart yang sudah disepakati semenjak mereka bekerja. No Work, No Pay. Jika mereka bermalas-malasan, maka mereka akan menunggu kapan di-PHK.
Bandara Internasional Changi juga memiliki standart yang ketat dalam pengamanan. Meskipun tidak seketat di Amerika Serikat, akan tetapi sangat hati-hati di dalam meloloskan seseorang memasuki pesawat terbang. Apalagi jika itu adalah Singapore Airline. Sebagai Negara kecil dengan keunggulan akan kedisiplinan dan kebersihan, maka bandara Changi juga sangat bersih. Bandara ini dirancang sangat modern dengan luasannya yang sangat memadai. Sebagaimana bandara di Amerika Serikat, maka bandara Changi juga didesain untuk lahan bisnis.
Mengenai kebersihan bandara Changi jangan ditanyakan lagi. Bandara ini sangat bersih. Pada jam 02.00 dini hari dijumpai para pekerja membersihakn bandara bukan hanya lantai karpetnya, akan tetapi juga lift dan eskalatornya. Semua dibersihkan pada jam-jam itu. Hal ini dilakukan karena standart kebersihan yang diterapkan oleh pemerintah Singapora.
Di sini juga dijumpai nama-nama produk terkenal dunia. Koper Samsonite yang sangat terkenal di Amerika Serikat juga terdaoat di sini. Merek pen terkenal, Mount Blanc juga didapati di sini. Demikian pula merek-merek branded parfum, Dior, dan asesori bermerek juga ada di sini. Pakaian merek G. Versace, dan sebagainya juga terdapat di dalamnya.
Para pengunjung memang dimanjakan oleh berbagai pajangan produk-produk terkenal. Gerai-gerai tersebut baru ditutup pada pukul 01.00 dini hari. Demikian pula shuttle kereta juga baru berhenti pukul 01.30 dini hari dan operasi lagi jam 05.00 pagi hari. Bahkan untuk memanjakan para penumpang pesawat, maka disediakan televise layar besar dengan sound system yang menempel di kursi-kursi untuk istirahat. Maklumlah memang banyak calon penumpang pesawat terbang yang harus begadang di bandara.
Bagaimana dengan bandara Soekarno-Hatta? Saya kira memang harus banyak yang dibenahi dari bandara kita. Ketika saya dating maka lift bandara tidak bisa dipakai. Selain tampak kotor juga kelihatan kurang terawat. Kita ini bisa membangun sesuatu dengan standart modern hanya saja mearawatnya yang kedodoran.
Selain itu juga budaya kita yang memang belum mengarah kepada budaya bersih. Bisa dibayangkan ketika di Singapura mereka bisa disiplin di dalam membuang sampah, akan tetapi ketika sampai di Bandara Soekarno-Hatta, maka prilaku disiplin di dalam membuang sampah itu hilang begitu saja.
Maka, yang sesungguhnya dibutuhkan bagi bangsa ini adalah bagaimana membangun kedisiplinan itu agar apa yang kita bangun dengan susah payah juga bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh generasi yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.