AMERIKA SEBAGAI NEGARA SISTEM
Ada sedikit musibah yang kami alami bersama rombongan dari peserta ASAIHL Conference, yaitu ketika kami akan berangkat ke Las Vegas. Sebagaimana diketahui bahwa di negara adi daya seperti Amerika Serikat ini, maka pengamanan begitu sangat ketat. Tidak sebagaimana pengamanan di Negara Indonesia yang sangat longgar bagi calon penumpang pesawat terbang, akan tetapi di Amerika Serikat justru calon penumpang harus melewati pemeriksaan bertubi-tubi.
Kita tentu saja maklum bahwa sebagai negara tujuan banyak orang dengan keinginan dan motivasi berbeda-beda, maka sistem pengamanan dilakukan dengan sangat mendasar. Tujuannya tentu jelas, yaitu untuk menjaga keamanan negara dan kenyamanan warga dan masyarakat lainnya. Ketika seseorang akan memasuki pesawat, maka diperiksa dengan sangat ketat. Melalui pemeriksaan X Ray, maka apapun akan menjadi transparan. Jika ada sesuatu yang sedikit mencurigakan, maka pemeriksaan akan diperketat. Kelupaan menaruh dompet di celana pada waktu pemeriksaan akan menyebabkan kesulitan. Maka orang harus benar-benar clear ketika memasuki arena bandara ini.
Di dalam perjalanan dari Chicago ( O Hare Airport) ke Las Vegas memang ada sedikit masalah. Ternyata bahwa pesawat yang kita tumpangi tidak jadi terbang. Alasannya tentu saja karena pesawat harus mengalami perbaikan. Kami sebenarnya sudah masuk pesawat sampai kira-kira satu jam. Kami sudah melalui proses yang panjang untuk bisa masuk pesawat. Bayangkan dari jam 04.00 pm sampai jam 09.00 pm. Tiba-tiba kami diperintahkan untuk kembali keluar pesawat dan kami diminta untuk ke loket No. 18 dalam rangka pengurusan kembali keberangkatan ke Las Vegas. Semua penumpang mengantri di loket tersebut. Mereka mengantri satu-satu dengan tertib. Komplin tentu pasti ada, terutama yang ingin berpergian dengan terburu-buru.
Akan tetapi salah satu hal yang sangat mendasar untuk menjadi catatan kami adalah sikap dan prilaku penumpang yang tertib di tengah keadaan yang tidak menyenangkan. Mereka tetap mengedepankan kedisiplinan dengan antrean yang tertata. Tindakan petugas pun sangat mengesankan. Seorang perempuan yang sudah berumur kemudian menjelaskan tentang ketidakberangkatan pesawat ini ke Las Vegas. Dijelaskan bahwa hal ini adalah accident yang berada di luar kemampuan manajemen untuk mengatasinya. Dia dengan telaten menjelaskan kepada penumpang yang kecewa.
Saya dan rombongan adalah kelompok terakhir yang memperoleh kesempatan untuk mengurus keberangkatan ke Las Vegas dan apa yang harus kami lakukan secara kelompok. Akhirnya seluruh urusan baru tuntas pada jam 02.30 am. Kami diputuskan untuk menginap semalam di Chicago dengan penggantian biaya seluruhnya oleh maskapai. Kami ditempatkan di Ambassador Suits, yang kira-kira di Indonesia setara hotel dengan kamar Junior Sweet Room. Untuk mencapai hotel ini kami harus berjalan kira-kira 500 m agar bisa memperoleh tumpangan. Meskipun berada di satu kompleks dengan bandara, akan tetapi tempatnya cukup jauh. Makanya kami harus naik shuttle bus yang terus menerus berkeliling setiap 17 menit.
Rasa capek dan kantuk yang luar biasa kami lalui dengan istirahat di tempat penginapan tersebut. Jam tujuh pagi kami sarapan dan akan berangkat lagi ke airport guna melanjutkan perjalanan ke Las Vegas. Karena kami berombongan, maka tentu tidak mudah menyelesaikan persoalan kebersamaan dalam satu rombongan. Dan kami juga baru tahu bahwa kami dipindahkan ke pesawat American Airline. Makanya, kami dengan sangat terpaksa harus diusung oleh pesawat ini dalam tiga kloter. Kloter pertama terbang jam 09.00, kloter kedua jam 12.15 dan kloter ketiga berangkat jam 15.00. Saya, Pak Pasrum Adam dan Pak Ilham Mahmud berada di kloter kedua. Akan tetapi kami tetap juga bersyukur sebab kami masih bisa terbang di dalam satu hari. Ada juga kelompok lain yang harus menunggu hari berikutnya untuk terbang ke Las vegas.
Di kala dalam kesulitan itulah maka muncul juga pikiran teologis, bahwa kepergian ke Las Vegas ternyata harus dilalui dengan tidak mulus. Mungkin saja Tuhan kurang berkenan. Akan tetapi yang lain justru berkilah, bahwa kepergian ke Las Vegas justru untuk tujuan yang sangat baik yaitu melihat keajaiban Tuhan lewat ciptaannya yang berupa Grand Canyon. Melalui keindahan ciptaannya itu barangkali justru membuat kita akan semakin bersyukur.
Meskipun sulit, akhirnya kami bisa juga ke Las Vegas dan bisa ke Grand Canyon. Akan tetapi catatan penting saya tentu adalah bagaimana masyarakat yang berada di Amerika ternyata bisa tertib dan disiplin. Seandainya kejadian keterlambatan pesawat tersebut terjadi di Indonesia, maka penumpang akan berdemonstrasi.
Saya jadi teringat ketika suatu kesempatan akan pergi ke Jogyakarta dan pesawat dari Makasar ditunda sampai empat jam. Maka ketika itu ada seorang penumpang yang justru kelihatannya seorang pejabat yang marah kepada petugas yang memang tidak bisa memberikan penjelasan yang memuaskan.
Petugas di maskapai saya rasa juga salah karena membiarkan penumpang terlunta-lunta tanpa kejelasan dan penumpang juga salah sebab keterlambatan mungkin juga bukan yang dikehendaki oleh semuanya termasuk petugas maskapai di bandara.
Jadi, ada juga pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa keterlambatan pesawat di bandara O Hare Amerika Serikat.
Wallahu a’lam bi al shawb.