• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBINCANG GENDER DI INDONESIA

Gender menjadi isu yang banyak dibicarakan seirama dengan perkembangan akses pendidikan bagi perempuan. Melalui akses pendidikan yang semakin luas bagi perempuan, maka kesadaran untuk membincang relasi gender di dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin mengedepan. Kesetaraan gender sebagaimana yang diketahui adalah produk impor dari negeri barat tentang adanya tuntutan  untuk keseimbangan peran di dalam relasi gender tersebut.

Pembicaraan gender di Indonesia banyak dilakukan di tahun 1980-an. Melalui program dari Non Governmental Organization (NGO) local yang bekerja sama dengan NGO internasional, maka banyak penyadaran tentang relasi gender yang dilakukan di Indonesia. Banyak perbincangan dan pelatihan dengan tujuan untuk menyadarkan tentang relasi gender. Jadi, yang dilakukan adalah melakukan pelatihan tentang urgensi gender mainstreaming  pada masyarakat negara sedang berkembang.

Di dunia internasional,  maka banyak NGO yang bergerak di dunia ketiga, misalnya NGO dari Belanda, Jerman, Inggris, dan juga Australia.  Banyak program yang diusung, misalnya tentang kesetaraan pendidikan, social dan politik yang  disinergikan dengan NGO local  Indonesia yang juga bergerak di bidang ini. Makanya, gerakan gender kemudian menjadi arus utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.

Isu yang sangat mendasar tentang gender adalah meliputi tiga hal, yaitu gender differentiation, gender inequality dan gender oppression. Perbedaan gender di dalam kehidupan memang masih menjadi masalah di negara-negara berkembang. Misalnya, kesamaan di dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, politik dan social-ekonomi. Kesamaan akses ini dirasakan sangat penting, sebab selama ini memang ada sebuah anggapan yang sangat kuat bahwa ada perbedaan akses di dalam ranah public antara lelaki dan perempuan.

Banyak perempuan di ranah public yang ternyata terkendala untuk menjadi pimpinan atau lainnya yang disebabkan oleh stereotype tentang ruang domestic untuk perempuan dan ruang public untuk lelaki. Konsepsi seperti ini yang diusung oleh berbagai gerakan NGO untuk menyadarkan kaum perempuan yang selama ini tertutupi oleh dominasi  lelaki.

Di dunia birokrasi dan politik memang dominasi lelaki masih nampak. Misalnya jika kita secara kuantitatif berhitung, berapa banyak perempuan yang memasuki kawasan pimpinan di lembaga-lembaga public. Berapa banyak bupati, walikota, gubernur dan pejabat-pejabat yang berjenis kelamin perempuan. Mungkin masih sedikit. Bahkan di lembaga pendidikan, juga berapa banyak perempuan yang menjadi pimpinan. Pertanyaan-pertanyaan ini yang memang masih menjadi ganjalan di dalam kerangka untuk kesetaraan gender.

Namun demikian, di akhir-akhir ini, akses perempuan di dalam politik memang sudah mulai tampak dengan semakin banyaknya keterlibatan perempuan di dalam politik praktis. Bukankah sekarang semakin banyak perempuan di dunia legislative, birokrasi dan juga jabatan-jabatan politik lain. Ada beberapa bupati perempuan yang terdapat di Indonesia. Demikian pula gubernur. Misalnya juga ada bupati perempuan yang bisa menjabat dua kali periode, demikian pula gubernur. Tidak terhitung yang berlama-lama di parpol dan kemudian berlanjut di lembaga legislative.  Semakin terbuka akses pendidikan dan keterbukaan politik, maka tentu akan semakin banyak perempuan yang akan bisa berkompetisi dengan kaum lelaki di dalam pentas public. Oleh karena itulah sekali lagi saya menyatakan bahwa pemberian kuota kepada perempuan di dalam representasi politik tentulah tidak penting.

Di  sector perusahaan juga menunjukkan bahwa banyak kaum perempuan yang bekerja. Hal itu ini tentu memberikan  bukti bahwa kesetaraan gender sudah terdapat di dalamnya, terutama yang terkait dengan sector ekonomi atau pekerjaan. Masuknya  kaum perempuan di sektor pekerjaan tersebut semata-mata disebabkan oleh pekerjaan yang ditangani oleh kaum perempuan adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian.

Bukti-bukti empiris sudah menunjukkan bahwa kesetaraan gender sudah bukan masalah di negeri ini. Hanya saja yang memang perlu diperjuangkan adalah bagaimana agar perempuan semakin berdaya di dalam pengembangan SDM terutama melalui pendidikan, sehingga ke depan peluang untuk memasuki dunia public akan semakin nyata.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini