KESEJAHTERAAN DAN PROFESIONALISME GURU
Semuanya menjadi gembira dengan perubahan status guru sebagai profesi. Sehingga seorang guru akan sama profesinya dengan dokter, insinyur, advokat, notaris dan sebagainya. Perubahan status profesi tidak sekedar perubahan nama akan tetapi juga perubahan pada sistem pekerjaan dan tanggung jawab. Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005 diharapkan mampu menjawab tuntutan profesi guru di tengah arus kompetisi yang semakin kuat.
Sebagai ukurannya, seseorang disebut profesional jika memiliki pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keahlian (skill) atau bisa disingkat PSK dalam bidang pekerjaan yang digelutinya. Jadi seorang guru akan dianggap profesional jika memiliki moralitas seorang pendidik yang bertanggungjawab bagi keseluruhan proses transformasi pengetahuan, sikap dan skill kepada murid dalam posisi keseimbangan.
Guru memang pilar bangsa dalam pembangunan manusia atau yang dikenal dengan sebutan Indeks Pengembangan Manusia (IPM). Tanpa keterlibatan guru maka IPM suatu bangsa tidak akan pernah mencapai titik yang diinginkan. Sayangnya bahwa nasib guru pada sebagian besarnya masih berada dalam posisi ekonomi yang belum mengenakkan. Masih banyak kaum guru yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jika sudah memperoleh tunjangan profesional memang tingkat kesejahteraannya relatif meningkat. Namun demikian mereka yang belum tersertifikasi terutama guru-guru madrasah, baik madrasah itidaiyah, madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah swasta yang secara keseluruhan berada di bawah departemen agama, maka nasibnya masih memprihatinkan.
Seandainya dilakukan survey dengan mengangkat tema “kesejahteraan guru-guru di MI, MTs, dan MA Swasta” maka sebagian besar akan menjawab bahwa kehidupannya jauh dari kata sejahtera. Untungnya mereka dipandu oleh semangat melakukan pengabdian yang luar biasa tinggi. bukan sekedar materi yang mereka harapkan tetapi pahala dari Allah lah yang menggerakkannya untuk terus mengabdi.
Dimensi ukhrawi itulah yang menjadi motor dan dinamisasi program pendidikan berbasis madrasi. Melalui konsepsi tentang pahala dan kekekalan akhirat, maka seorang pengelola pendidikan madrasi berusaha secara maksimal untuk mengembangkan lembaga pendidikannya. Bayangkan dengan gaji Rp. 200.000 sebagai gaji setiap bulan ternyata mereka masih eksis di dalam dunia pendidikan. Nilai uang ternyata bukan bermakna materi akan tetapi lebih bermakna ukhrawi atau pahala.
Harapan tentang perubahan nasib guru memang digantungkan pada program sertifikasi guru. Baik guru PNS atau non PNS semuanya berharap agar melalui program ini nasib guru akan berubah. Yang biasanya hanya menerima Rp 200.000,- maka akan menerima minimal Rp. 1.000.000,- dan dengan begitu sekurang-kurangnya mereka akan menjadi lebih tenang mengajar dan ke depan akan lebih menjadi profesional.
Siapa pun di negeri ini akan berharap bahwa kualitas pendidikan Indonesia akan meningkat dari satu tingkat ke tingkat lainnya. Peningkatan itu tentunya terkait dengan kunci utamanya yaitu guru yang profesional. Guru tidak akan menjadi profesional jika tidak dipenuhi persyaratan internal, yang berupa kualifikasi pendidikan dan kemampuan akademiknya dan dari sisi eksternal adalah kelayakan reward bagi yang bersangkutan.
Jika kita ingin maju dan bersaing dengan negara lain dalam kualitas SDM, maka tidak ada pilihan lain: perbaiki kualitas guru, perbaiki kualitas gaji, perbaiki kualitas lembaga pendidikan dan didorong oleh kebijakan politik yang pro pendidikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.