• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KEBIJAKAN POLITIK PENDIDIKAN

Saya masih akan mendiskusikan tentang Aktualisasi Peran Pemerintah di dalam Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia. Sebagaimana telah saya tulis kemarin bahwa di dalam kerangka merumuskan pendidikan yang merata  baik dari sisi kualitas maupun aksesnya, maka yang paling mendasar adalah bagaimana ada keinginan  politik dari para elit pengambil kebijakan untuk menjalankan fungsinya dalam kerangka pemerataan pendidikan dimaksud.

Mengapa kebijakan politik pendidikan penting? Pertanyaan ini mungkin tidak hanya datang dari sedikit orang akan tetapi bisa datang dari mana saja. Tidak hanya para ahli pendidikan dan praktisi pendidikan,  akan tetapi juga bisa datang dari agamawan dan sebagainya. Akan tetapi problem utamanya adalah sudah adakah perubahan mindset dari elit negeri ini atau  decision maker untuk melakukan perubahan mendasar tentang konsepsi pemerataan pendidikan dimaksud.

Hingga hari ini masih banyak yang beranggapan bahwa dikhotomi pendidikan adalah sesuatu yang memang harus terjadi. Artinya, memang ada otoritas kelembagaan pendidikan yang mengusung tema dikhotomi tersebut. Ada ranah pendidikan umum yang dibawah koordinasi kementerian pendidikan nasional dan ada ranah yang diusung oleh kementerian lain, misalnya kementerian agama, kementerian kesehatan dan sebagainya.

Disebabkan oleh perbedaan ranah tersebut,  maka juga memunculkan dampak ikutannya, yaitu anggaran pendidikan umum berada di bawah kementerian pendidikan umum dan yang lainnya mengikuti kementeriannya. Maka ketika pemerintah mengucurkan anggaran 20 persen anggaran pendidikan yang diperoleh melalui APBN, maka anggaran itu tentu saja hanya mengucur ke kementerian pendidikan nasional dan tidak ke lembaga pendidikan lain di bawah kementerian lain.

Cobalah kita simak bagaimana dimensi pemerataan itu sungguh merupakan problem yang mendasar. UPN adalah lembaga pendidikan di bawah kementerian Pertahanan Nasional, sehingga pegawai dan dosennya juga berasal dari kementerian tersebut. Akan tetapi menjadi aneh, ketika para guru besarnya tidak bisa diberi tunjangan profesi sebagai guru besar sebagaimana lainnya disebabkan oleh ketiadaan anggaran kementerian tersebut. Seharusnya, ketika anggaran 20 persen pendidikan berada di kemendiknas dan hal tersebut termasuk tunjangan guru dan dosen selain untuk program pendidikan lainnya, maka tunjangan guru besar atau dosen seharusnya terkover dari anggaran pendidikan yang diperluas tersebut.

Belum lagi ironi lain, sebagaimana yang sering terjadi di daerah. Masih sangat banyak  pemerintah daerah yang atas nama otonomi daerah, lalu mengabaikan lembaga pendidikan di bawah kemenag yang disebabkan oleh kemenag tidak termasuk di dalam instansi yang diotonomikan. Makanya banyak kepala daerah yang kemudian hanya mengurus pendidikan umum dan mengabaikan terhadap pendidikan agama dan keagamaan.

Cobalah kita simak pengakuan, Kepala Kemenag Kabupaten Tuban, Drs. Leksono, MPDI beliau menyatakan bahwa anggaran rehab untuk madrasah dari Pemerintah dalam satu tahu hanya satu milyard, padahal jumlah madrasah di Tuban sebanyak 600 lebih. Dengan uang hanya satu milyar, maka hanya akan bisa merehab 20 kelas, jika bantuan rehab tersebut sebanyak Rp. 50 juta. Lalu bagaimana yang lain, lalu butuh berapa lama untuk pembenahan yang lain dan seterusnya. 

Terjadinya pemikiran seperti itu disebabkan oleh adanya dikhotomi yang begitu kental dari warisan penjajah yang terus dilestarikan.  Oleh karena itu, jika kita ingin melihat pendidikan Indonesia yang berkualitas, maka pemerataan akses dan anggaran dalam arti umum menjadi sangat penting. Tanpa kesepahaman seperti ini, maka tidak akan didapatkan laju perkembangan pendidikan sebagaimana di negara tetangga khususnya Malaysia.

Di dalam kerangka inilah maka yang sungguh dibutuhkan oleh pendidikan Indonesia adalah bagaimana merumuskan kebijakan politik pendidikan yang tidak ego sektoral, akan tetapi melihat pendidikan secara utuh dan integrative sehingga akan diperoleh kemajuan yang luar biasa.

Kualitas pendidikan Indonesia tidak akan maju,  jika masih ada kesenjangan kualitas dan akses. Kemajuan pendidikan Indonesia hanya akan bisa dicapai jika pendidikan (umum) dan pendidikan (agama dan keagamaan), serta pendidikan (khusus) lainnya juga maju bersama.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini