• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PEMERATAAN PENDIDIKAN

Kemarin, 29/05/2011, saya diundang oleh Ikatan Mahasiswa Ronggolawe Tuban, Komisariat IAIN Sunan Ampel, untuk menjadi narasumber dalam Seminar dengan tajuk “Aktualisasi Peran Pemerintah dalam Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan” di Gedung KSPKP Tuban. Acara ini menjadi menarik sebab dihadiri oleh Nara Sumber yang sangat ditunggu oleh audience, yaitu Wakil Bupati terpilih Kabupaten Tuban, Ir. Noor Nahar, MSi. Selain itu juga hadir Dr. Musfiqon, SAG, MPD., Dekan Fakultas Tarbiyah UMSIDA, Kepala Kemenag Kabupaten Tuban, Drs. Leksono, MPDI, dan kepala Dispora Kabupaten Tuban.

Saya sungguh mengapresiasi kegiatan seminar ini, sebab selain seluruh nara sumbernya hadir, juga ketahanan audience untuk tidak meninggalkan acara seminar sampai acara selesai. Acara yang digelar mulai jam 10.00 WIB tersebut berakhir jam 13.15 WIB. Tentu saja yang hadir adalah para guru, aktivis LSM Tuban dan juga para siswa dan mahasiswa di Kabupaten Tuban.

Sebagai nara sumber pertama,  maka saya hanya menyampaikan umpan-umpan yang saya anggap menarik tentang kenyataan pendidikan Indonesia dewasa ini selain pendidikan di Jawa Timur dan Kabupaten Tuban. Di dalam kesempatan ini saya sampaikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih berada di bawah beberapa Negara Asia Tenggara, misalnya Malaysia, Singapura dan juga Thailand. Saya sampaikan bahwa  di dalam seminar yang diselenggarakan di IAIN Sunan Ampel tentang Renungan Kebangkitan Bangsa, ada sebuah pertanyaan menarik dari salah satu peserta, seorang mahasiswa itu menyatakan “apakah Indonesia memiliki visi pendidikan sebagaimana di Malaysia. Malaysia memiliki visi pendidikan menjadi yang terbaik di Asia Tenggara”. Sementara di Indonesia tidak didapatkan visi pendidikan seperti itu. Makanya jika kualitas pendidikan di Indonesia ini kalah dibanding Malaysia tentu hal yang sangat wajar”.

Pertanyaan ini menarik mengingat bahwa  semestinya sebagai negara besar seperti Indonesia ini harus memiliki visi besar tentang pendidikan. Tidak hanya dengan visi: “menjadikan manusia Indonesia yang cerdas, kompetitif dan bermoral” akan tetapi visi ini harus diletakkan di dalam kerangka globalisasi ini, yaitu “menjadikan manusia Indonesia yang cerdas, kompetitif dan bermoral  yang terdepan di Asia Tenggara”. Oleh karena itu, kompetisi bangsa ini harus diletakkan di dalam konteks dunia global yang memang membutuhkan kemampuan kompetisi yang hebat.

Namun demikian, jika dipetakan yang sesungguhnya bahwa problem pendidikan di Indonesia termasuk di daerah ternyata terletak pada dimensi pemerataan pendidikan atau masih adanya disparitas pendidikan yang cukup menganga. Tidak hanya pemerataan akses pendidikan, akan tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan. Ada gap pendidikan yang sangat tinggi antara satu wilayah dengan lainnya.  Hal itu dibuktikan dengan kenyataan masih banyaknya lembaga pendidikan yang belum memenuhi standart nasional pendidikan.

Jika dilihat secara menyeluruh, maka betapa kesenjangan tersebut bisa dilihat dari praktik penyelenggaraan pendidikan di kemenag dengan di kemendiknas. Melalui skema anggaran pendidikan yang berada di kemendiknas, maka banyak lembaga pendidikan di kemendiknas yang memperoleh layanan anggaran cukup memadai melalui skema Bantuan Operasional Sekolah, bantuan perpustakaan, bantuan laboratorium, ruang kelas dan sebagainya. Selain itu juga tingkat kesejahteraan guru atau pendidik yang relative memadai.

Coba ini dibandingkan dengan realitas empiris lembaga pendidikan di bawah kemenag. Kenyataannya bahwa anggaran pendidikan untuk madrasah dalam berbagai levelnya tentu sangat terbatas. Hal ini tidak lain adalah ditentukan oleh besaran anggaran yang diperoleh kemenag untuk menghandle lembaga pendidikannya.

Padahal hingga sekarang masih terdapat pemikiran  dikhotomis  tentang lembaga pendidikan tersebut berada di bawah kementerian mana, sehingga para decision maker masih beranggapan bahwa anggaran pendidikan hanyalah untuk lembaga pendidikan di bawah kemendiknas, sementara yang di bawah kemenag bukanlah lembaga pendidikan yang  bisa dibiayai oleh anggaran pendidikan.

Oleh karena itu, jika kita akan melakukan pemerataan pendidikan baik dari sisi kualitas dan akses, maka yang sangat mendasar adalah membenahi kebijakan politik pendidikan. Mengubah mindset pembuat kebijakan menjadi sangat penting. Di dalamnya perlu ada kesamaan pandangan bahwa kata kuncinya adalah pendidikan, sementara itu  lembaga pendidikan di bawah kementerian mana hanyalah ikutan saja.  Melalui kata kunci ini, maka akan diperoleh kesamaan pandangan bahwa di manapun lembaga pendidikan tersebut bernaung, maka tujuannya adalah sama yaitu menjadikan insan Indonesia yang  cerdas, kompetitif dan bermoral.

Dengan kesamaan pandangan semacam ini, maka kemudian akan terdapat kebijakan untuk mengembangkan lembaga pendidikan secara merata baik dari sisi kualitas maupun akses. Jadi, memang dibutuhkan perjuangan yang kuat untuk meraih pemerataan pendidikan dimaksud.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini