• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MASYARAKAT SADAR LINGKUNGAN

Ada yang menarik dari laparan hasil wawancara wartawan Republika dengan Prof. KH. Maman Abdurahman tentang bagaimana membangun kesadaran lingkungan (Repubilka,15/05/2011).  Di dalam kerangka menyadarkan masyarakat untuk sadar lingkungan, maka beliau menyatakan “segera bentuk da’i lingkungan”. Menurutnya, bahwa di era sekarang ini sesungguhnya yang dibutuhkan adalah masyarakat yang memiliki kesadaran untuk memelihara lingkungan dan mengembangkan lingkungan agar kehidupan masyarakat menjadi lebih nyaman dan sejahtera.

Pemikiran tentang pentingnya memeliharan lingkungan tersebut tentu didasari oleh kenyataan akan kerusakan lingkungan yang sekarang sedang terjadi di mana-mana. Ada beberapa penyebab mengapa terjadi kerusakan lingkungan, yaitu yang disebabkan oleh manusia yang di dalam tindakannya selalu melakukan perusakan terhadap lingkungan, misalnya dengan menebang hutan, baik untuk kepentingan ekploitasi atau lainnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya pemanasan global, yang sebenarnya juga bertali temali dengan perusakan ekosistem lingkungan.

Tidak kalah dahssyatnya adalah eksploitasi hutan untuk kepentingan konsumerisme. Betapa banyak eksploitasi hutan atau alam untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan konsumerisme. Makanya banyaknya kerusakan hutan juga disebabkan oleh tindakan manusia yang menjadikan semuanya untuk memenuhi hajat hidupnya yang tidak ada henti-hentinya.

Perilaku manusia yang berlebihan di dalam mengeksploitasi alam tentu akan berakibat terhadap kerusakan ekosistem lingkungan. Dengan banyaknya penggundulan hutan, maka terjadilah bencana longsor di mana-mana. Di Jember, di Bogor, di Wasior dan juga daerah lainnya. Semua tanpa disadari adalah sebagai akibat dari ulah manusia yang melakukan perusakan terhadap lingkungan alam. Sebagai sebuah ekosistem, maka kerusakan satu sub system akan menyebabkan kerusakan pada subsistem lainnya.

Di dalam Islam, sesungguhnya juga diajarkan agar manusia menjaga lingkungan. Satu contoh, ketika seseorang akan melakukan ibadah shalat, maka dia membutuhkan air bersih dan bahkan air yang suci. Untuk memperoleh air yang bersih, maka dibutuhkan sumber mata air. Agar terdapat sumber mata air, maka dibutuhkan pepohonan yang rindang yang dapat menyimpan air. Agar terdapat hutan yang rimbun, maka dibutuhkan perbukitan dan lahan hutan yang luas. Melalui hutan yang rimbun dan luas, maka sumber air akan terdapat di situ. Jadi orang shalat juga membutuhkan hutan yang luas dan rimbun. Jika hutannya rusak, maka orang tidak bisa memperoleh sumber air yang bersih dan suci.

Ibadah kepada Allah ternyata memang membutuhkan relasi dengan lainnya. Ibadah tersebut tidak hanya berdimensi ketuhanan belaka akan tetapi juga berkaitan dengan manusia dan alam lainnya. Allah menurunkan air sebagai sumber kehidupan. Bumi yang mati akan menjadi hidup dengan air. Tanaman yang semula layu menjadi hidup karena air. Bahkan manusia juga sangat membutuhkan air sebagai sumber kehidupannya. Makanya jika di masa lalu ada seorang filosof yang menyatakan bahwa sumber dari segala sumber kehidupan adalah air tentu saja diilhami oleh kenyataan empiris betapa pentingnya air bagi kehidupan manusia.

Shalat adalah kewajiban. Melakukan wudlu tentu juga menjadi kewajiban. Maka memelihara agar terus terdapat sumber air juga kewajiban. Ketiadaan air menjadi masyaqat bagi pelaksanaan shalat. Dengan demikian terdapat relasi yang sangat kuat antara pengadaan air dengan dengan pelaksanaan shalat. Di dalam kaidah faqhiyah dinyatakan: “ma la yatimmul wajib illa bihi fa huwal wajib” yang artinya “tidak sempurna (suatu) kewajiban kecuali dengan melaksanakan (suatu) kewajiban itu atau adanya sesuatu itu, maka adanya (sesuatu) itu menjadi wajib”.

 Kaidah ini memberikan penegasan bahwa memelihara sumber air sebagai keberadaan wudlu dan shalat menjadi kewajiban. Jadi yang wajib bukan hanya shalat saja dan wudlu saja akan tetapi memelihara keberadaan air yang menjadi persyaratan adanya kewajiban shalat juga menjadi kewajiban. Makanya orang yang merusak lingkungan dan menyebabkan terjadinya ketiadaan sumber air sebagai persyaratan melaksanakan shalat adalah melakukan kemudharatan dan haram hukumnya.

Alasan hukum haram itu tentu dengan menggunakan logika hukum Islam yang sangat sederhana saja. Pertama, yang bersangkutan melakukan kerusakan ekosistem alam yang seharusnya dijaga. Melalui perbuatannya itu, maka akan terjadi kerusakan pada yang lain, misalnya terjadinya banjir, tanah longsor dan bahkan hilangnya nyawa seseorang.

Kedua,  dengan kerusakan alam misalnya hutan, maka akan terjadi deforestasi yang menjadi penyebab hilangnya sumber air sebagai instrument bagi kehidupan manusia dan juga binatang  dan bahkan alam sekitarnya. Menghilangkan sumber air tentu saja akan berakibat terhadap kehidupan secara umum.

Ketiga, hilangnya sumber air akan menyebabkan kesulitan di dalam pelaksanaan ibadah, seperti shalat yang  memang mengharuskan melakukan wudlu sebagai persyaratannya. Memang diperbolehkan untuk menggantinya dengan tayamum (bersuci  dengan memakai debu yang suci), akan tetapi hakikat shalat adalah kewajiban ibadah yang mensyaratkannya dengan air.

Keempat, Nabi Muhammad saw melarang orang yang sedang berhaji untuk membunuh binatang kecuali yang diwajibkan dan juga melarang mencabut tumbuh-tumbuhan atau menebang tumbuh-tumbuhan dan jika hal itu terjadi maka akan dikenai denda (dam). Jadi pelarangan di dalam sebuah ibadah untuk tidak merusak alam mengandung makna etis, bahwa kita memang dilarang untuk melakukan perbuatan yang  sama  dengannya pada saat yang lain. Larangan yang khusus itu bermaka etis untuk sesuatu yang bersifat umum.

Melalui empat alasan sebagaimana saya uraikan ini, maka saya memantapkan diri untuk menyatakan bahwa perusakan lingkungan adalah tindakan haram yang dilarang di dalam agama Islam. Jadi, orang yang melakukan eksploitasi terhadap hutan dan tidak melakukan reboisasi terhadapnya, maka tindakam itu adalah tindakan yang dilarang oleh agama.

Sebagaimana Iwan Fals, maka beliau menyatakan “tanam, pelihara, tanam, pelihara” demikian seterusnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini