• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BEKERJA KERAS SEBAGAI PERSYARATAN MENJADI PEMIMPIN

Saya sepenuhnya percaya bahwa persoalan kepemimpinan adalah perkara takdir. Artinya, bahwa ada dimensi kepastian Allah yang mesti berlaku kepada siapa kepemimpinan itu akan diberikan. Sepertinya saya menyetujui  konsepsi teoretik yang menyatakan bahwa kepemimimpinan adalah bakat dan  natural adalah benar adanya. Orang yang beriman pasti menyetujui bahwa seseorang menjadi pemimpin atau tidak tergantung bahwa yang bersangkutan memiliki kepastian menjadi pemimpin atau tidak.

Namun demikian, saya juga sepenuhnya sepakat bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang bisa diusahakan atau by design atau diciptakan karena juga saya yakini bahwa ada factor-faktor yang mendukung mengapa yang bersangkutan menjadi pemimpin. Jadi bukan sesuatu yang given begitu saja akan tetapi dipastikan ada upaya atau usaha bagi yang bersangkutan untuk menjadi pemimpin.

Lalu bagaimana yang benar? Saya kira keduanya benar. Artinya bahwa untuk menjadi pemimpin tentu membutuhkan usaha keras agar yang bersangkutan terpilih,  tetapi juga ada takdir Tuhan yang menyebabkan yang bersangkutan bisa menjadi terpilih. Tidak mungkin ada orang yang tiba-tiba menjadi pemimpin tanpa ada usaha sebelumnya untuk menunjukkan kapasitasnya untuk menjadi pemimpin tersebut.

Bagiamanapun juga harus dipahami bahwa dunia kepemimpinan bukan dunia sacral yang tak tersentuh oleh  usaha. Bukan takdir sebagaimana kapan manusia harus meninggal atau kapan manusia akan memperoleh rejeki atau jodoh.  Akan tetapi adalah dunia yang kasat mata atau profane  dan penuh penilaian. Yang diusahakan adalah yang diketahui orang. Makanya dunia kepemimpinan meskipun terdapat persoalan takdir,  akan tetapi juga sangat tergantung dengan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh yang bersangkutan.

Dunia kepemimpinan yang profane adalah dunia yang riil dan nyata atau yang sehari-hari. Makanya, rekam jejak seseorang yang akan menjadi pemimpin merupakan sesuatu yang sangat mudah diketahui terutama yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan perannya di dalam dunia kepemimpinan dan bidang tugasnya. Sesuai dengan fungsi yang melekat pada bidang tugasnya itulah, maka seseorang akan dinilai oleh yang lain tentang kelayakannya untuk menjadi pemimpin.

Saya sangat sependapat dengan apa yang dinyatakan oleh Prof. Imam Suprayogo bahwa untuk menjadi pemimpin di dunia pendidikan tinggi, maka sekurang-kurangnya ada tiga persyaratan, yaitu kualifikasi akademis, kualifikasi manajemen dan kualifikasi relasi social. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Suatu kenyataan bahwa sebagai pemimpin pendidikan tinggi, maka yang bersangkutan harus memiliki kualifikasi akademis yang menonjol. Bukan hanya sekedar gelar yang diperoleh,  akan tetapi juga bagaimana tampilan akademis pada masyarakat akademisnya. Jadi, harus memiliki kemampuan yang sangat memadai ketika berhadapan dengan dunia akademiknya. Jadi yang sesungguhnya dibutuhkan bukan kemampuan politis yang tinggi,  akan tetapi adalah kemampuan akademis yang terukur. Ada banyak orang yang kemampuan politisnya jauh lebih unggul dibandingkan  dengan kemampuan akademiknya,  meskipun yang bersangkutan memiliki gelar akademik yang baik.

Kemampuan yang penting bagi dunia akademik lainnya adalah terkait dengan kemampuan manajerialnya.  Orang bisa menjadi pemimpin,  akan tetapi masih bisa dipertanyakan apakah yang bersangkutan seorang pekerja keras atau tidak. Apakah dia memiliki kemampuan bekerja keras sesuai dengan tupoksinya atau tidak. Apakah yang bersangkutan sudah mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan lembaganya atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan ini tentu bisa dikembangkan oleh seseorang,  ketika kemudian memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin.  Merenungkan seperti ini penting untuk mengukur akseptabilitas yang bersangkutan di dalam dunia kepemimpinan lembaga pendidikan tinggi.

Di dalam bahasanya Prof. Imam Suprayogo harus dipilih orang yang radikal dalam pengertian positif. Dinyatakannya bahwa seorang pemimpin itu harus radikal di dalam berpikir pengembangan pendidikan tinggi, harus radikal di dalam bekerja, harus radikal di dalam melakukan perubahan. Jika tidak, maka tidak mungkin STAIN akan bisa berubah menjadi UIN. Hal  itu adalah persoalan yang mustahil,  akan tetapi bisa dilakukan karena pemikiran, tindakan dan perubahan radikal.

Kemudian juga harus memiliki kemampuan relasi yang sangat baik. Jadi tidak hanya memiliki kemampuan human relation akan tetapi juga public relation. Dan bahkan juga kemampuan untuk melakukan negosiasi yang memungkinkan. Di dunia global, maka yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk menjaring relasi dengan semua kalangan, misalnya birokrasi, politisi, akademisi, professional  dan sebagainya. Maka untuk kepentingan ini lalu yang dibutuhkan juga kemampuan untuk melakukan komunikasi di dunia global. Jadi kemampuan bahasa untuk berkomunikasi juga sangat penting.

Jadi, jika ada di antara kita yang ingin menjadi pemimpin, maka yang sangat dibutuhkan adalah memahami persyaratan untuk menjadi pemimpin tersebut agar ketika tingkat aksebilitasnya rendah dihadapan yang lain, maka harus disadari bahwa ada persyaratan  yang memang harus dipenuhi di masa yang akan datang.

Jadi, semuanya tergantung kepada siapa sesungguhnya diri kita ini. Meskipun ada takdir, akan  tetapi juga ada persyaratan untuk mendaki takdir tersebut. Dan jika persyaratannya  telah terpenuhi, ternyata  juga masih ada takdir yang menentukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini