• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENANGGULANGI IDEOLOGI RADIKAL DI PT

Laporan harian Kompas, 10/05/2011, tentang menanggulangi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) dengan menggeber perkuliahan Pancasila saya kira  memang menarik untuk dicermati. Hal ini tentu saja tidak lepas dari kenyataan bahwa pasca reformasi ini geliat pembicaraan dan implementasi Pancasila sebagai dasar dan falsafat bangsa menjadi sangat meredup bahkan nyaris tidak terdengar.
Berdasarkan kenyataan bahwa banyak lembaga pendidikan tinggi yang mahasiswanya terlibat di dalam gerakan NII, maka pantas jika ada sejumlah keprihatinan tentang masa depan bangsa Indonesia. Sebagaimana  kenyataan bahwa yang terlibat dalam gerakan NII  adalah para mahasiswa yang ke depan adalah calon pemimpin bangsa ini, makanya ketika kemudian timbul kekhawatiran, tentunya bukanlah hal yang mengagetkan.
Persoalannya adalah bagaimana menanggulangi gerakan NII khususnya di kalangan mahasiswa?  Jawaban yang sangat normative adalah dengan mengembalikan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiswa.  Memang harus diakui bahwa perkuliahan Pancasila banyak ditinggalkan oleh PT pasca reformasi. Hal ini tentu dikaitkan dengan masa lalu Pancasila yang pernah secara structural “dipaksakan” oleh Orde Baru.
Ketika Orde Baru berkuasa, maka pemerintah ingin menjadikan Pancasila sebagai falsafat kehidupan masyarakat dengan cara yang sangat kaku. Melalui implementasi Pancasila di dalam kehidupan bangsa yang dituangkan di dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), maka seluruh masyarakat diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 dalam berbagai levelnya. Masyarakat tanpa pandang bulu harus mengikuti penataran tersebut dalam berbagai kualifikasinya.
Makanya,  tiada hari tanpa penataran P4 tersebut. Di desa maupun di kota dilaksanakanlah penataran P4 sebab kepengikutan Penataran P4 menjadi persyaratan untuk memperoleh akses dalam banyak hal.  Untuk mengurus KTP, Surat Kelakuan Baik (SKB) dan sebagainya, maka dipersyaratkan telah mengikuti Penataran P4. Jadilah masyarakt mengikuti penataran P4 tanpa memahami apa kepentingannya mengikuti penataran tersebut.
Ketika Orde baru hancur yang disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), maka orang kemudian mencibir dan menganggap bahwa Penataran P4 ternyata tidak menghasilkan orang yang baik sebagaimana  diamanahkan oleh butir-butir nilai di dalam Pancasila tersebut. Artinya, ada kesenjangan antara dunia nilai dengan dunia riil implementatif di dalam kehidupan masyarakat. Dan sayangnya bahwa yang dipersalahkan adalah Pancasila yang dianggap sebagai dunia nilai yang tidak berguna.
Di era reformasi kemudian Pancasila ditinggalkan di dalam percaturan social politik dan kemasyarakatan. Bahkan juga dihilangkan dari mata kuliah di PT. Mereka kemudian menggantinya dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Dianggapnya bahwa perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan akan bisa memberikan pencerahan terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pancasila yang abstrak dianggapnya tidak implementatif di dalam kehidupan masyarakat.

Namun kemudian masyarakat menjadi terbelalak,  ketika pada tahap berikutnya ternyata terjadi gerakan radikalisasi agama dengan mengusung tema-tema khilafah islamiyah, Islam kaffah, bahkan Negara Islam Indonesia. Ketika terjadi gerakan radicalism yang di dalam banyak hal di dunia pendidikan tinggi, maka semuanya kemudian berteriak bahwa perlu mengembalikan bangsa ini ke dalam relnya yang semula, yaitu menjadikan pilar bangsa: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan sebagai sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan.
Di tengah hiruk pikuk gerakan radikalisme berbasis agama itulah,  maka teriakan kuat menyatakan bahwa Pancasila harus kembali dijadikan sebagai dasar falsafah bangsa. Dan yang memperkuatnya adalah survey yang dilakukan oleh Harian Kompas, 10/05/2011, bahwa dari sebanyak 711 responden dari 57 kota di Indonesia ketika ditanya tentang Pancasila, maka jawabannya sebanyak 92,5 prosen menyatakan perlunya penguatan terhadap ideology bangsa, Pancasila. Dan hanya sebanyak 5,9  prosen yang menyatakan tidak diperlukan penguatan ideology Pancasila,  serta 1,6 prosen menyatakan tidak tahu.
Melalui jajak pendapat ini,  sekurang-kurangnya muncul kesadaran baru bahwa Pancasila memang perlu untuk  dikuatkan kembali posisinya di dalam kehidupan bernegara bangsa. Dan bagi perguruan tinggi, maka salah satu solusinya adalah dengan mengembalikan posisi Pancasila sebagai salah satu mata kuliah wajib di PT.
Akan tetapi menurut saya, hal itu saja tidak cukup. Sebab kenyataannya bahwa ideology lainnya sudah memiliki akar yang sangat kuat. Makanya yang memungkian dilakukan adalah dengan mengembangkan pola baru pembinaan mahasiswa, yaitu melalui program pendampingan mahasiswa secara terstuktur dan sistematis.
Dan untuk ini, maka perlu dibuat  sebuah lembaga khusus yang akan menangani pembinaan mahasiswa, yaitu Puspema (Pusat Pembinaan Mahasiswa), yang didesain secara khusus untuk program tahun pertama bagi mahasiswa. Masa standing residency dianggap sangat penting,  sebab di masa inilah mahasiswa perlu untuk diajari mana yang benar dan mana yang salah bagi bangsa ini.
Melalui program ini, maka mahasiswa selama tahun pertama akan memperoleh pembinaan secara memadai, sehingga proses pencarian diri dan pencarian akademis pada tahun kedua dan seterusnya akan menjadi lebih relevan dengan kepentingan bangsa pada umumnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini