• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

NII DALAM PERBINCANGAN DERADIKALISASI

Di dalam minggu-minggu ini,  tidak ada perbincangan yang lebih sering dan lebih mengasyikkan ketimbang perbincangan mengenai Negara Islam Indonesia (NII). Seluruh media TV, Surat Kabar, Majalah, Jurnal, dan juga tabloid  membincang tentang NII. Seakan-akan NII adalah issu yang memang sangat penting di dalam perbincangan di negeri ini.

Tidak hanya di ruang media, akan tetapi juga di ruang seminar, diskusi dan halaqah yang membincang tentang NII. Memang issu NII menjadi besar terkait dengan persoalan politik kebangsaan yang memang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia.

Di Kementerian Agama (Kemenag), maka para rektor UIN, IAIN dan Ketua STAIN diundang untuk membincang deradikalisasi. Demikian pula di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), maka Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) juga mengundang para rektor, direktur dan pimpinan perguruan tinggi untuk membincang deradikalisasi di perguruan tinggi.

Pertanyaannya, kenapa kita baru ribut sekarang tentang deradikalisasi? Pertanyaan ini saya rasa patut direnungkan mengingat bahwa ibarat pohon, maka radikalisasi itu sudah menjadi pohon yang kuat dengan akar menghunjam keras di tanah. Begitu kuatnya, gerakan radikalisasi di kampus-kampus itu, maka dunia kampus seakan-akan sudah “dikuasai” oleh gerakan ini.  

Sekarang ini sudah bukan lagi embrio gerakan radikalisasi di kampus,  akan tetapi sudah menjadi “gurita”. Bukankah secara mudah bisa dibaca tentang simbol-simbol gerakan radikalisasi di kampus-kampus itu. Artinya jika kita memasuki dunia kampus, maka akan dengan sangat mudah mengenal bagaimana kampus itu sudah menjadi home base bagi gerakan radikalisasi.

Di kampus-kampus kita itu, gerakan radikalisasi sudah memiliki sistem rekruitmen yang sangat mantap. Misalnya pada tahun ajaran baru, maka seluruh daerah, kabupaten/kota, sudah memiliki kapling untuk merekrut calon anggota. Misalnya, ada seorang calon mahasiswa dari  kabupaten Tuban yang akan masuk ke perguruan tinggi X, maka mereka sudah melakukan pendataan secara tepat. Tim rekruitmen sudah disiapkan untuk melakukan penjemputan kapan calon mahasiswa tersebut akan datang. Mereka melayani calon mahasiswa tersebut untuk melakukan pendaftaran, menampung di tempat kos sementara hingga bimbingan belajar yang memadai. Dengan cara seperti ini, maka akan muncul ketergantungan dan kemudian melalui sistem rekruitmen yang sangat andal, maka secara sukarela mereka akan menjadi bagian dari organisasi ini.

Dengan cara yang sangat sistematis ini, maka mereka akan mendapatkan anggota dari mahasiswa yang pintar, sehingga sumber daya manusia di dalam organisasi ini juga terdiri dari generasi muda yang andal. Itulah sebabnya banyak  mahasiswa yang pintar adalah anggota dari gerakan ini. Meskipun pernyataan ini sangat hipotetis, akan tetapi seandainya dilakukan pengkajian, maka saya berkesimpulan bahwa ada relasi antara tingkat kepintaran mahasiswa dengan oportunitas menjadi radikal. Oportunitas ini bukan dari faktor internal, akan tetapi dari sistem rekruitmen yang memang disiapkan untuk menjaring calon mahasiswa yang pintar-pintar.

Dan yang hebat juga,  bahwa mereka memperoleh dukungan dari para dosen yang memang juga disiapkan secara natural oleh gerakan ini. Melalui rekruitmen mahasiswa yang pintar, maka juga secara natural akan menyebabkan mereka akan bisa direkrut oleh perguruan tinggi untuk menjadi dosen. Makanya, jika sekarang sudah banyak juga dosen yang memiliki keterkaitan dengan radikalisasi, maka hal itu adalah kecerdikan kaum radikal untuk mempersiapkan diri secara matang. Saya berkeyakinan bahwa ada dosen-dosen di  PT yang sesungguhnya menjadi eksponen dari gerakan radikalisasi.

Radikalisasi di PT itu sudah menjadi pohon dengan akar, batang, ranting dan daun yang kuat, sehingga untuk  menebangnya tidak cukup dengan mengepras cabang atau memotong daunnya. Akan tetapi harus mencabut akarnya, sehingga gerakan ini menjadi mati. Hanya saja persoalannya adalah bagaimana dengan HAM yang memang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berorganisasi atau berkumpul yang dianggapnya sebagai hak asasi manusia yang tidak bisa dibatasi.

Saya kira bahwa kita memang tidak hanya membicarakan NII sebagai bagian dari cabang radikalisme di kampus, akan tetapi yang juga mendasar adalah berbicara tentang radikalisme secara umum yang bercokol di kampus. Namun sebagaimana saya ungkapkan di muka, bahwa memang ada kendala yang menghadang ketika  akan melakukan tindakan yang relevan.

Jadi,  memang ada kendala yang dihadapi oleh aparat negara termasuk juga pimpinan PT ketika akan melakukan pelarangan organisasi tersebut, kecuali memang di negara ini ada peraturan yang memback up tindakan seperti itu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini