• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ISLAM ROHANIKU INDONESIA JASMANIKU

Ungkapan sebagaimana judul tulisan ini saya peroleh dari Pak Zaini, salah satu penanya di dalam acara yang diselenggarakan oleh SBOTV jam 06.00 pagi yang dipandu oleh Mirza Wardhana. Acara yang dikemas dengan dialog interaktif ini memang lumayan lama untuk ukuran dialog di media televisi, sebab durasinya selama satu jam.

Tema acara ini adalah mengenai gerakan NII yang sekarang memang sedang semarak dibicarakan terutama terkait dengan aktivitasnya di kampus-kampus, khususnya di Jawa Timur. Beberapa Perguruan Tinggi  ditengarai terinfeksi virus gerakan NII, sebagai organisasi bawah tanah yang ternyata terus hidup di Indonesia.

Gerakan NII adalah gerakan ideologis yang memiliki tujuan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Meskipun secara organisatoris telah dinyatakan terlarang dan dibekukan semenjak awal kemerdekaan, namun secara terstruktur bawah tanah ternyata organisasi ini masih hidup. Bahkan meskipun sudah diberangus melalui hukuman terhadap pelaku-pelakunya, akan tetapi ternyata secara laten tetap eksis.

Sebagai gerakan ideologis, NII memang secara diametral bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila. Artinya, bahwa pengusung gerakan NII memang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam, sebagaimana yang dicita-citakannya. Meskipun tidak memiliki konsep yang jelas berdasarkan referensi internasional dewasa ini mengenai Negara Islam mana yang dijadikan rujukan, akan tetapi keinginannya adalah menjadikan Negara Madinah di Zaman Rasulullah sebagai prototipenya.

Oleh karena itu, di dalam pandangannya bahwa Negara Indonesia sekarang ini tidak ubahnya seperti negara-negara Arab kesukuan pra Islam, yang disebut sebagai zaman jahiliyah. Indonesia dianggap sebagai negara yang berprinsip non-Islami. Oleh karenanya negara ini harus diubah dengan menjadi Negara Islam Indonesia (NII) yang berprinsip pada prinsip Islam sebagaimana tafsirannya.

Hanya sayangnya bahwa untuk menciptakan NII itu dapat menggunakan berbagai macam cara termasuk cara-cara yang tidak benar, misalnya  penipuan, kebohongan dan tindakan kekerasan fisik dan psikhologis. Ancaman bunuh bagi yang akan keluar dari keanggotaan NII adalah masalah biasa, demikian pula menipu, merampok dan sebagainya.

Ajaran Islam tentu tidak membenarkan terhadap tindakan tujuan menghalalkan segala cara. Pemikiran seperti ini di dalam ilmu social disebut sebagai Machiavelisme. Di dalam konsepnya yang tegas dinyatakan bahwa untuk mencapai tujuan,  maka segala cara dibenarkan atau diperbolehkan. Islam tentu saja bertolakbelakang dengan prinsip Machiavelisme ini.

Indonesia memang sudah memantapkan Pancasila sebagai  ideologi negara. Tentu tidak mudah untuk menetapkan hal ini. Keputusan para founding fathers negeri ini pada tanggal 18 Agustus 1945 untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara tentu didasari oleh pertimbangan rasional dan juga teologis dan religious.

Pertimbangan rasionalnya adalah kebhinekaan masyarakat Indonesia harus dipayungi oleh satu dasar negara yang bisa menjadi payung ideologis semua masyarakat Indonesia. Sedangkan pertimbangan teologis dan religious adalah karena dasar negara tersebut tentu tidak bertentangan dengan agama-agama yang ada di Indonesia. Khususnya Islam, tentu ada dasar teologis dan religious yang dijadikan pertimbangan. Misalnya Ketuhanan Yang Maha Esa, tentu tidak bertentangan prinsip doktrin monotheisme yang menjadi prinsip teologis Islam. Demikian seterusnya.

Islam secara substansial telah menjadi bagian penting di dalam sistem kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia. Sehingga juga tidak ada alasan yang jelas untuk menyatakan bahwa Negara Indonesia secara tegas bertentangan dengan Islam. Memang oleh para pendiri bangsa ini telah dipilih corak hubungan antara Islam dan Negara adalah coraknya yang simbiosis mutualisme. Tidak dipilih yang integrated. Di dalam konteks keindonesiaan yang multikultural, maka corak hubungan yang simbiosis tentu jauh lebih menguntungkan. Negara membutuhkan agama dan agama membutuhkan negara.

Oleh karena itu, melalui prinsip Islam rohaniku dan Indonesia jasmaniku, sebagai pernyataan di atas tentu ingin digambarkan bahwa antara Islam dan Indonesia itu seperti koin mata uang. Jika dibalik,  maka sisi satunya adalah Islam dan ketika dibalik sisi lainnya ternyata Indonesia. Akan tetapi koin mata uang tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Sebab ketika dipisahkan, maka bukan lagi sebagai koin mata uang.

Saya jadi teringat ungkapan yang selalu saya dengungkan yang berasal dari ungkapan Kyai Muchid Muzadi, bahwa menjadi NU menjadi Indonesia dan menjadi Islam menjadi Indonesia.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini