• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENEGASKAN INTEGRASI ILMU AGAMA DAN UMUM

Kemarin, 29/04/2011, dilaksanakan acara penting, yaitu Launching Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Ruang Pertemuan Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2011. Acara ini dihadiri oleh Menteri Agama, Suryadharma Ali, Sekjen Kemenag, Bahrul Hayat, Dirjen Pendidikan Islam (Pendis), Mohammad Ali, Direktur Diktis, Machasin, Rektor UIN, IAIN dan Ketua STAIN se Indonesia serta Kepala Kantor Kemenag. Wilayah Provinsi se Indonesia. Acara ini menjadi agenda penting kementerian Agama, khususnya pendidikan tinggi Islam yang memang harus menyelenggarakan seleksi nasional mahasiswa baru.

Di antara sambutan menarik Menteri Agama adalah tentang ketiadaan dikhotomi keilmuan antara ilmu agama dan umum. Berdasarkan pendekatan sejarah, bahwa Islam dan umat Islam tidak pernah merumuskan  dikhotomi ilmu agama dan umum, sebab semenjak awal pengembangan ilmu pengetahuan selalu merupakan satu kesatuan. Di masa lalu, ilmu pengetahuan tidak terkotak-kotak dalam wadah ilmu agama dan umum.

Para ahli ilmu pengetahuan Islam, misalnya tidak pernah menyebutkan tentang pembedaan ilmu tersebut, misalnya ilmu kedokteran terpisah dari ilmu agama, atau ilmu alam terpisah dari ilmu agama dan seterusnya. Ahli filsafat sekaligus adalah ahli ilmu keislaman, ahli ilmu kedokteran sekaligus adalah ahli tasawuf, ahli ilmu fisika sekaligus adalah ahli filsafat Islam dan seterusnya. Makanya ilmu pengetahuan demikian maju pesat disebabkan oleh keadaan saling menyapa antara ilmu agama dan umum tersebut.

Pembidangan ilmu yang tidak saling menyapa, sesungguhnya dimulai ketika barat menguasai ilmu pengetahuan. Melalui gerakan sekularisasi, maka agama dipisahkan dari masalah duniawi. Ilmu agama dipisahkan dari ilmu umum. Agama yang tidak empiris rasional dan empiris sensual maka dipisahkan dari ilmu pengetahuan yang observable. Yang sacral tidak bisa dijadikan satu dengan yang profane. Jadi mulailah gerakan internasional mengenai pembedaan antara ilmu agama dan umum tersebut.

Menurut Suryadharma Ali, bahwa PTAIN tidak memiliki keinginan untuk membedakan ilmu agama dan umum tersebut. PTAIN harus mengembangkan integrasi antara ilmu agama dan umum tersebut di dalam kerangka pengembangan kelembagaan keilmuannya. PTAIN tidak hanya mengembangkan ilmu agama saja akan tetapi juga harus mengembangkan ilmu umum yang bercorak integrative tersebut. Jadi memang harus ada bedanya antara ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi umum dengan yang dikembangkan oleh PTAIN.

PTAIN harus mengembangkan teknologi, kedokteran, seni, humaniora dan sebagainya. Dengan mengembangkan ilmu-ilmu ini, maka akan didapatkan pengembangan kelembagaan dan perluasan akses bagi masyarakat untuk memasuki PTAIN dan sekaligus juga sebagai wahana untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) masyarakat, misalnya pesantren. Kebutuhan akan ilmu yang bervariasi harus dijawab oleh institusi pendidikan Tinggi Islam dengan mengembangkan varian-varian program studi untuk kepentingan stakeholder.

Pengembangan kelembagaan untuk perluasan akses ini tentu didasari oleh kenyataan bahwa dewasa ini semakin banyak calon mahasiswa yang berasal dari Madrasah Aliyah atau lembaga pendidikan pesantren atau lembaga pendidikan Islam lainnya yang memang harus berkompetisi untuk memasuki lembaga pendidikan yang lebih berkualitas. PTAIN diharapkan akan dapat mengisi akses kepentingan stakeholder tersebut di dalam keterlibatannya dengan pengembangan SDM.

Melalui pengembangan kelembagaan pendidikan yang integrative ini, maka akan semakin banyak mahasiswa yang berlatarbelakang pesantren atau lembaga pendidikan Islam lainnya yang bisa berkembang menjadi ekselen dalam sains dan teknologi, ilmu social dan humaniora  yang integrative dengan ilmu keislaman.

Oleh karena itu, gerakan pengembangan ilmu keislaman yang multidisipliner perlu memperoleh aksentuasi yang sangat memadai. Ke depan, ilmu tidak akan terkotak-kotak secara rigit, akan tetapi akan terintegrasi sedemikian rupa. Jadi, dengan mengembangkan ilmu yang terintegrasi tersebut, maka proses untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang tidak saling menyapa tentu akan tereduksi. Dan lebih lanjut akan didapatkan rumusan tentang Ilmu keislaman yang multidisipliner-integrative.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini