• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DIMANAKAH RASIONALITAS NII?

Saya diundang untuk menjadi nara sumber bersama Prof. Kacung Marijan dalam acara Titik Tengah yang diselenggarakan  oleh Metro TV, Senin, 25/04/2011. Acara ini dipandu oleh Brigitta Manohara, presenter Metro TV yang pertanyaannya sangat menggigit dan luar biasa. Saya sangat terkesan dengan pertanyaannya dalam banyak acara yang saya dilibatkan di dalamnya.

Acara ini memang dikemas di dalam topik mengenai NII yang memang sekarang lagi semarak untuk dibicarakan. Hal ini tentu saja terkait dengan masalah NII yang lagi merebak di beberapa perguruan tinggi. Memang kasus yang lagi mencuat adalah merebaknya keterlibatan mahasiswa UMM di dalam kasus NII tersebut. Namun sangat dimungkinkan bahwa anggotanya bisa menyebar di beberapa PT yang lain.

Sebagaimana biasanya, maka sebelum perbincangan tentang NII, maka  ditayangkan terlebih dahulu tentang testimony pelaku yang terbebas dari gerakan NII karena ada keraguan pasca dibaiat. Menurutnya, yang menjadikan keraguannya tentang NII ada beberapa yaitu: pasca dibaiat maka diwajibkan untuk menyetor uang kepada gerakan NII dengan cara memaksa, misalnya apa saja yang dimilikinya,  maka bisa dijual, seperti laptop, handphone dan juga membujuk orang tua untuk membayar biaya pendidikan. Kewajiban ini harus ditunaikan sebagai anggota gerakan NII. Kemudian murabi’ yang semula rajin dalam banyak hal, kemudian tiba-tiba berubah, misalnya semula yang paling aktif kuliah, sering memberi pengarahan dan motivasi, tiba-tiba menjadi tidak pernah kuliah dan berprilaku berbeda setelah mendapatkan beberapa pengikut. Lalu, diindoktrinasi agar memusuhi siapa saja meskipun itu orang tua, saudara dan  kawan-kawan yang tidak sama visinya untuk mendirikan NII.

Berbagai kejanggalan itulah yang kemudian menjadikannya melepaskan diri dari ikatan organisasi gerakan NII. Dia keluar dari lingkaran NII karena ada rasio yang tidak bisa menerima tentang beberapa doktrin yang dianggapnya benar, misalnya halal untuk melakukan segala sesuatu untuk mencapai tujuan. Sesuatu yang menurut agama dalam ajaran sebelumnya dianggap tidak boleh atau bahkan haram, bisa diberlakukan asal untuk mencapai tujuan berdirinya NII. Berbohong, mencuri, merampok, melakukan kekerasan  atau apa saja bisa dibenarkan asal untuk tujuan mendirikan NII. Jadi tujuan menghalalkan segala cara.

Memang sebagaimana pengakuan Ahmad (nama samara), bahwa semula para mahasiswa diajak berpikir tentang kondisi Negara dan masyarakat Indonesia yang karut marut yang sama kondisinya dengan zaman pra Islam di Mekkah. Kondisi Negara dan masyarakat yang jahiliyah. Hal itu dibuktikan dengan semaraknya penyakit masyarakat (pekat), korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), hukum duniawi yang tidak membawa keadilan dan sebagainya. Kenyataan ini sangat empiris-rasional, sehingga banyak membuat para mahasiswa tertarik kepada gerakan ini.

Jika mereka sudah tertarik dengan tema-tema pembicaraan ini, maka mereka kemudian didoktrin tentang pentingnya mendirikan Negara Islam yang berbasis pada hukum Islam atau hukum Allah. La hukma illa lillah.  Negara ini menjadi terpuruk disebabkan oleh kenyataan tidak menggunakan hukum Allah itu. Makanya, solusinya adalah mendirikan Negara Islam. Tidak ada lain. Di sinilah kemudian mahasiswa yang sudah tertarik itu kemudian mengamini idealitas Negara Islam, sebagaimana yang didoktrinkan kepadanya.

Pada gilirannya kemudian mereka dibaiat untuk menjadi penganut gerakan NII dengan indoktrinasi yang demikian kuat. Makanya siapa yang sudah dibaiat akan sangat sulit untuk keluar dari jaring laba-laba yang dibuat dengan hegemoni psikhologis yang luar biasa. Mereka kemudian dicuci otaknya (brain washing)  sampai benar-benar merasakan bahwa yang benar hanya NII. Pada tahap seperti ini, maka mereka diminta dan diwajibkan untuk mencari dana untuk gerakan NII meskipun dengan cara-cara yang tidak masuk akal dan juga tidak cocok dengan ajaran agama, seperti berbohong, mencuri, tindakan kekerasan dan sebagainya.

Oleh karena itu, pada akhir perbincangan kemudian saya kemukakan, bahwa marilah kita beragama secara benar, sebab tidak mungkin agama mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Agama apapun mengajarkan agar manusia tidak berbohong kepada siapapun, seperti kepada orang tua, guru, institusi atau kepada yang lain. Jika agama mengajarkan seperti itu, maka dipastikan ada kesalahan di dalamnya.

Jadi, beragama yang benar adalah beragama sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, misalnya melakukan kebaikan kepada siapapun, jangan mencederai siapapun dan jangan melakukan kebohongan kepada siapapun. Jika ada orang yang mengajarkan beragama tidak seperti itu, maka bisa dipertanyakan dan ditolak ajarannya.

Wallahu a’lam, bi al shawab.

Categories: Opini