• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MASIH TENTANG ARAH BARU RADIKALISME

Pada tahun 1980-an, sinyalemen yang kuat menyatakan bahwa kebanyakan eksponen organisasi Islam radikal adalah mereka yang berasal dari program studi sains dan teknologi. Bahkan pembenaran empirik pun juga terbukti. Dan kenyataannya hingga sekarang memang yang paling banyak mensupport organisasasi Islam radikal adalah mahasiswa dari prodi sains dan teknologi tersebut.

Tidak kurang yang membuat sinyalemen tersebut adalah Menteri Agama, Munawir Syadzali,  yang kala itu memang menyatakan bahwa mahasiswa ilmu eksakta memang mengkaji Islam secara sepotong-sepotong, sehingga yang diperoleh adalah pelajaran yang kurang komprehensif tentang Islam. Adakalanya yang dipelajarinya adalah bagian tertentu saja, misalnya ayat-ayat tentang jihad dan sebagainya yang lebih bermakna perang ketimbang kedamaian.

Waktu itu ada anggapan,  jika belajar Islam secara komprehensif, maka yang dihasilkan adalah pemahaman Islam yang lebih inklusif. Makanya, mahasiswa PTAIN  kala itu tidak tertarik dan tidak menjadi bagian dari program Islam radikal. PTAIN dianggap sebagai institusi pendidikan yang “steril” dari gerakan Islam radikal, baik Salafi intelektual ataupun Salafi ideologis. Bahkan juga tidak ada yang memasuki kawasan Salafi Jihadi.

Namun demikian, realitas empiris menunjukkan bahwa sekarang terdapat perubahan yang luar  biasa. Dewasa ini sudah tidak ada lagi wilayah yang steril dari gerakan Islam radikal. Tidak hanya mahasiswa prodi sains dan teknologi saja yang menjadi eksponen organisasi Islam radikal, akan tetapi juga mahasiswa dari prodi lain, baik ilmu sosial humaniora maupun ilmu agama.

Beberapa saat yang lalu tentu kita ingat mahasiswa sains dan teknologi Universitas Islam Negeri  (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang terlibat sebagai pelaku gerakan teroris di Jakarta. Sayangnya bahwa mahasiswa yang menjadi pelaku teror ini tertembus timah panas dan meninggal. Meskipun diketahui jaringannya, akan tetapi penelusuran terhadapnya menjadi kurang gereget. Memang yang terlibat adalah mahasiswa sains dan teknologi, akan tetapi ketika mereka adalah mahasiswa UIN Jakarta, maka menjadi sebuah pertanyaan besar, bahwa ada arah baru gerakan radikalisme dan terorisme.

Kemudian yang barusan terjadi adalah terlibatnya alumni Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta untuk menjadi pelaku teror bom. Pepi Fernando, adalah mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta yang lulus tahun 2001. Dia secara jelas terlibat di dalam kasus terorisme, yaitu penanaman bom di jalur pipa gas dan berencana untuk meledakkan Gereja Christ Catedral saat peringatan Paskah. Dia ternyata memiliki sejumlah kolega yang memiliki kesamaan visi untuk melakukan tindakan teror ke berbagai tempat.

Anehnya, bahwa kelompok ini tidak memiliki kecenderungan kepada Islam radikal tertentu sebelumnya. Artinya, ketika menjadi mahasiswa tidak menunjukkan arah kecondongan kepada organisasi radikal yang sudah ada. Namun demikian, tiba-tiba terjadi perubahan setelah mungkin memiliki jaringan dengan kelompok tertentu yang juga berindikasi radikal.  Di dalam pengakuan kawan-kawannya, maka Pepe ini menjadi berubah ketika datang dari Aceh. Makanya yang perlu dikembangkan penyelidikannya adalah bagaimana jaringan Pepe ini eksis dan ke mana arah atau sumbernya.

Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan bahwa tampaknya ada arah yang sungguh berubah tentang gerakan radikalisme. Yaitu radikalisme tidak lagi menjadi kapling lembaga pendidikan tertentu atau mahasiswa tertentu, akan tetapi sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari lembaga pendidikan dan organisasi yang ada.  Yang saya maksudkan bahwa radikalisme sudah menjadi bagian dari sebagian kecil kehidupan masyarakat.

Dengan kenyataan bahwa ada mahasiswa PTAIN yang menjadi eksponen organisasi Islam radikal dan bahkan mahasiswa dan alumninya menjadi pelaku teror, maka sekali lagi membuktikan bahwa gerakan radikalisme sudah menjadi arus utama sebagian kecil masyarakat kita.

Jadi kiranya memang dibutuhkan kerja keras dari semua komponen masyarakat kita untuk membendung semakin menguatnya gerakan radikalisme ini, terutama di kalangan PT, sebab harus disadari bahwa PT adalah tempat yang sangat strategis untuk Indonesia ke depan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini