• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MASYARAKAT JUGA MENCEGAH ISLAM GARIS KERAS

Beberapa  hari  ini saya menulis tentang Islam garis keras. Sebagaimana tulisan saya kemarin, maka saya selalu beranggapan bahwa untuk memberantas dan menanggulangi berkembangnya Islam garis keras, maka masyarakat juga harus terlibat. Saya kira tidak hanya menjadi tugas Densus 88 atau bahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), akan tetapi juga seluruh masyarakat harus terlibat di dalamnya.

Dengan dibentuknya BNPT,  saya kira pemerintah bermaksud agar penanggulangan radikalisasi atau deradikalisasi akan bisa dilakukan melalui jalur struktural. Artinya, bahwa ada satu lembaga yang secara khusus untuk menangani persoalan radikalisasi agama ini. Namun sejauh pengalaman yang diketahui bahwa badan atau apapun namanya selalu memiliki kendala struktural ketika akan memasuki “kawasan” struktural lainnya.

Saya berkeyakinan bahwa dengan adanya BNPT, maka ada institusi yang bisa merumuskan strategi khusus di dalam menangani terorisme atau gerakan radikalisme ini. Pemikiran ini tentu sangat baik di dalam kerangka agar setiap persoalan ada wewenang suatu institusi untuk menanganinya. Jadi, deradikalisasi juga diurus oleh sebuah lembaga yang khusus untuk hal tersebut.

Penanganan deradikalisasi oleh pemerintah melalui BNPT adalah strategi hard power yang memang seharusnya dilakukan. Pemerintah memiliki otoritas di dalam menangani semua persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan yang memang menjadi wewenangnya. BNPT sebagai hard power diharapkan akan bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah di dalam menyelesaikan masalah terorisme.

BNPT dan juga Densus 88 tentu tidak bisa bekerja sendirian. Di dalam masyarakat terdapat soft power yang berupa kultur dan tradisi serta tindakan-tindakan yang tidak boleh permisif terhadap gerakan terorisme.   Masyarakat semestinya memiliki kemampuan untuk menjadi penyaring berbagai tindakan mana yang diperobolehkan dan mana yang tidak diperkenankan.

Masyarakat semestinya memiliki kemampuan untuk mengontrol terhadap aktivitas warga masyarakat lingkungannya. Bukankah di setiap wilayah terdapat institusi-institusi sosial kemasyarakatan yang memiliki posisi sebagai penyaring siapa yang masuk ke wilayahnya dan siapa yang keluar dari wilayahnya. Namun demikian, warga masyarakat juga harus memiliki kesadaran untuk menjaga keamanan semesta melalui mekanisme pengembangan jaringan kebersamaan di dalam menangani setiap persoalan masyarakat tersebut.

Masyarakat kita dewasa ini memang semakin permisif. Tidak hanya terhadap tindakan orang-orang di lingkungannya, akan tetapi juga terhadap tradisi dan budaya di sekitarnya. Misalnya, terdapat tindakan yang menyalahi norma yang dipedomani bersama, akan tetapi hal tersebut dibiarkannya. Makanya tindakan pembiaran tersebut lalu mengundang lainnya untuk melakukan penertiban. Di dalam banyak hal, maka tindakan “penyerangan” terhadap hal-hal yang dianggap menjadi penyakit masyarakat juga sesungguhnya dipicu oleh pembiaran yang dilakukan oleh masyarakat di lingkungannya.

Budaya serba boleh yang berkait kelindan dengan perubahan sosial itulah yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh mereka yang berpaham radikal tersebut. Di dalam penuturan Hendropriyono, Mantan BIN, bahwa ada banyak masyarakat yang baru tahu bahwa di sekitarnya dijadikan sebagai home base gerakan terorisme ketika digerebek oleh Densus 88. Hal ini menandakan betapa masyarakat tidak memiliki sense yang memadai untuk mendeteksi terhadap gerak gerik kaum teroris.

Oleh karena itu, sebagaimana yang saya kemukakan di dalam diskusi di Wantimpres, bahwa untuk melakukan gerakan deradikalisasi,  maka tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, akan tetapi juga menjadi tanggungjawab semua elemen bangsa ini.

Organisasi social keagamaan dan kemasyarakatan memiliki tugas yang sangat mendasar agar warga organisasinya memiliki konsern terhadap deradikalisasi. Demikian pula segenap komponen bangsa ini. Deradikalisasi tidak akan berjalan mulus,  jika tidak semua komponen bangsa ini mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, agar gerakan radikalisasi dapat dicegah secara memadai, maka yang sangat mendasar adalah mengerahkan hard power dan soft power secara bersamaan, sehingga terdapat sinergi yang saling mendukung dan menguatkan. Saya masih berkeyakinan bahwa masyarakat Indonesia yang sedari semula memiliki filsafat hidup rukun, harmoni dan selamat akan mendukung gerakan ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini