• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PELAYANAN PRIMA SEBAGAI INTI REFORMASI BIROKRASI

Di manapun birokrasi merupakan pelaksana pemerintahan yang keberadaannya sering tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh stakeholdernya. Ada anggapan bahwa birokrasi terlalu gemuk sebab memang sedari semula didesain untuk menjadi jalan keluar bagi penyediaan lapangan kerja, terutama bagi sarjana.

Selain itu juga seringkali keahlian dengan penempatan posisi yang kurang tepat. Misalnya, pemenuhan kebutuhan dengan formasi yang terisi sering tidak cocok, sehingga banyak yang kemudian kurang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Akibat lebih lanjut adalah  terjadinya beban pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Itulah yang sering mendapat kritikan bahwa proses penyelesaian persoalan di birokrasi mengalami keterlambatan dan rumit.

Hal ini tentu disebabkan oleh praktik pemerintahan yang kolutif dan nepotism. Bisa dibayangkan bahwa di dalam sebuah birokrasi terdapat praktik familialisme yang begitu kental. Jika mereka masuk ke dalam dunia birokrasi dengan kemampuan yang sangat tinggi dan relevan saya kira tidak akan ada kritik yang tertuju kepadanya. Akan tetapi jika yang masuk ke dalam jajaran birokrasi tersebut adalah orang yang tidak kompeten, maka tentunya akan membebani birokrasi.

Oleh sebab itu, maka yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana memotong jalur familialisme agar tidak terus terjadi, sebab hal tersebut akan bisa membebani terhadap birokrasi. Melalui cara memotong system familialisme ini juga akan bisa menghasilkan system rekruitmen yang lebih fairness bagi kepentingan birokrasi itu sendiri.

Sesungguhnya pasca reformasi sudah dilakukan berbagai usaha untuk melakukan reformasi birokrasi. Dan bahkan Kementerian Penertiban Aparatur Negara juga diganti dengan nama Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Maksudnya tentu saja adalah untuk membangun birokrasi yang lebih reformatif.

Di antara yang sangat mendasar tentang reformasi birokrasi adalah pada ujung kepentingannya yaitu member pelayanan prima kepada semua stakeholder. Sudah sering dinyatakan bahwa era birokrasi sekarang adalah era aparat birokrasi melayani masyarakat. Bukan sebaliknya aparat birokrasi minta dilayani. Perubahan paradigm ini semestinya menjadi arus utama pemikiran para birokrat.

Padahal sebagaimana diketahui bahwa yang paling sulit adalah mengubah mindset aparat birokrasi tersebut. Perjalanan birokrasi yang sudah sangat panjang dengan system familialisme kolutif  dan nepotisme memang telah mendarah daging di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan di dalam banyak hal sudah dianggap sebagai tradisi dan kebiasaan.Ketika  reformasi tersebut dikembangkan, maka tantangan terbesar justru datang dari para birokrat itu sendiri.  Memang mengubah tradisi yang sudah bercokol dalam waktu lama membutuhkan waktu yang panjang.

Akan tetapi yang sangat mendasar adalah mengubah mindset dari dilayani menjadi melayani. Untuk kepentingan ini, maka ada beberapa syarat yang dibutuhkan, yaitu:  pertama,  mengubah mental aparat agar membangun komitmen untuk berubah. Di dalam hal ini, maka aparat birokrasi harus diarahkan dan dikawal agar mengubah perilakunya untuk menjadi bagian dari birokrasi berbasis pelayanan prima. Jika bisa dipermudah semua urusan, mengapa harus dipersulit. Atau dengan kata lain, jika untuk menyelesaikan masalah administrasi hanya dibutuhkan waktu sehari kenapa harus berhari-hari.

Kedua, membuat sistem yang menjadi acuan bagi mekanisme proses dan prosedur pelaksanaan birokrasi.  Sistem yang dimaksud adalah aturan-aturan yang menjadi pedoman dan payung regulative tentang   proses dan prosedur bagi implementasi birokrasi. Melalui ketentuan yang jelas tentang payung regulasi di dalam sistem tersebut,  maka diharapkan bahwa pelayanan itu akan memenuhi keinginan stakeholdernya.

Ketiga, membangun relasi yang baik. Maksudnya, bahwa di dalam reformasi birokrasi harus ditekankan tentang pentingnya membangun komunikasi dan koordinasi di dalam kerangka untuk membangun kerjasama untuk pencapaian program. Disadari atau tidak bahwa keberhasilan untuk mencapai target program yang ditentukan, maka dibutuhkan adanya komunikasi yang harmonis sehingga akan bisa dibangun kerjasama.

Melalui system yang tertata, dan kemudian keberadaan mental yang baik dan ditopang oleh kerjasama yang memadai, maka tujuan untuk melayani stakeholder akan dapat dicapai. Reformasi tidak akan ada maknanya ketika  pelayanan prima tidak menjadi budaya dari aparat birokrasi dimaksud.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini