MENJAGA TERITORIAL INDONESIA
Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 30 Agustus 2009 saya diwawancarai Radio El Shinta tentang relasi Indonesia Malaysia yang sekarang lagi menghangat. Problem yang mendasar adalah tentang klaim yang dilakukan oleh Malaysia mengenai tari Pendet dan juga batik yang dijadikan sebagai ikon wisata Malaysia. Jauh sebelumnya kesenian Reog yang selama ini melekat dengan kota Ponorogo juga diklaim oleh Malaysia sebagai salah satu budaya Malaysia. Dalam wawancara itu, ada yang berpikir agar menggemakan kembali “Ganyang Malaysia” seperti yang di tahun enam puluhan diserukan oleh Presiden Soekarno ketika negeri ini berkonfrontasi dengan Malaysia.
Memang harus diakui bahwa negeri ini seperti “lemah” ketika berhadapan dengan Malaysia. Saya sebut lemah karena dalam beberapa kasus Indonesia ternyata kalah dalam diplomasi menghadapi Malaysia. Ketika terjadi perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan, Indonesia juga takluk dalam perdebatan di dunia internasional, sehingga ke dua pulau yang sangat indah itu harus jatuh ke tangan Malaysia. Pasca itu kemudian Kepulauan Ambalat juga sedang dilirik. Bahkan sudah mengerahkan tentara perbatasan. Untungnya bahwa tidak terjadi konflik senjata di antara kedua negara serumpun ini.
Bahkan tidak itu saja, Pulau Jemur juga diklaim sebagai bagian dari wilayah Negara Bagian Selangor di dalam Situs Wisata Malaysia. Pulau Jemur dalam peta wilayah Indonesia masuk dalam gugusan Kepulauan Aruah, Kecamatan Pasirlimau, Kapas, Kabupaten Rokan Hilir. Memang ada permasalahan yang sedang mengemuka dalam relasi antar negara, Indonesia-Malaysia. Problem ini tentu akan memantik persoalan lebih jauh jika pemerintah Indonesia tidak membuat kebijakan mengenai pentingnya manajemen pulau-pulau terluar yang selama ini menjadi bagian wilayah Indonesia.
Tentu kita tidak ingin gerakan anti Malaysia itu kemudian menjadi sebuah gerakan negara vis a vis negara. Kebencian itu kemudian menjadi bumerang dengan melibatkan gerakan militer. Tentu ada harapan agar demo tidak menjadi konflik fisik. Sebab yang harus diwaspadai adalah gerakan penyusupan yang dilakukan oleh orang yang tidak suka terhadap keteraturan sosial yang selama ini telah menjadi bagian integral dalam relasi antar negara di Asia Tenggara.
Bisa jadi, pelecehan tentang lagu Indonesia Raya dilakukan secara sengaja oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memancing kemarahan masyarakat Indonesia. Sekarang ini banyak orang yang tidak suka terhadap kerukunan sosial dan perdamaian abadi. Ada sekelompok orang yang karena kepentingan golongannya lalu merusak tatanan yang sudah dibakukan dengan mengacak-acak relasi antar negara, antar bangsa, suku, ras dan agama. Mereka disebut sebagai orang yang memancing di air keruh.
Oleh karena itu diperlukan usaha untuk memanej kemarahan agar menjadi energi positif dan tidak menjadi energi negatif. Energi positif itu adalah bagaimana mengelola kemarahan karena rasa nasionalisme yang terkoyak dan kemudian dapat disalurkan untuk mendorong agar pemerintah melakukan negosiasi tentang banyak hal dengan Malaysia. Tindakan untuk melarang mahasiswa Malaysia, membakar bendera Malaysia, merusak kantor perwakilan diplomatik atau lainnya adalah tindakan spontan yang terkadang justru tidak menguntungkan. Pressure memang penting namun tentunya harus menggunakan mekanisme dan saluran yang tepat.
Sesungguhnya yang dibutuhkan di dalam kerangka membangun relasi antar negara adalah kesepahaman. Kita semua merasakan bahwa ada problem ketidaksepahaman yang menggelayut di dalam relasi antar negara dimaksud. Salah satu sarana yang dilakukan adalah melalui sarana diplomatis. Jadi pemerintah Indonesia harus melakukan gerakan diplomatik untuk membangun kesepahaman dalam relasi antar negara.
Departemen Luar Negeri tentunya memiliki tanggungjawab yang besar untuk itu. Jika selama ini banyak kritikan tentang pentingnya diplomasi untuk membangun kesepahaman antar negara sahabat, maka sekaranglah saatnya untuk menunjukkan bahwa Indonesia bisa berbuat banyak dalam rangka mempertahankan wilayah geografis, sebagaimana yang dahulu pernah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja yang pernah melahirkan prestasi dalam membangun Hukum Luat yang kemudian menjadi konsep Wawasan Nusantara. Jadi para penerusnya tentu memiliki tanggungjawab untuk melanjutkan prestasi tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.