• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENANGANI TERORISME

Depth news di Harian Jawa Pos, 10/04/2011, tentang isi tesis Sdr. Ali Fauzi tentu sangat menarik, sebab di dalam tesis yang dipertahankannya di Universitas Muhammadiyah Surabaya membahas tentang terorisme dari mantan pelaku yang tentunya mengetahui secara mendasar mengenai gerakan terorisme tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa tidak banyak mantan militant Jamaah Islamiyah (JI) yang berhasil menempuh pendidikan di jenjang Pascasarjana. Dan Ali Fauzi adalah di antara sedikit mantan JI yang bisa menyelesaikan pendidikan di pascasarjana.

Melalui keberhasilan menempuh jenjang pendidikan pascasarjana ini,  maka sesungguhnya ada pesan tersembunyi bahwa mantan narapidana terorisme pun sebenarnya bisa menjadi akademisi.  Dan  kemudian jika ilmunya kemudian disebarkan melalui program pendidikan, maka tentunya ilmu tersebut akan menjadi bermanfaat.  Ali Fauzi yang adik kandung Amrozi yang dihukum mati  karena kasus terorisme Bom Bali, ternyata bisa membuktikan bahwa di tengah kesulitan menjadi mantan narapidana ternyata masih menyisakan semangat untuk menjadi sarjana.

Yang menarik di  dalam tesis yang diberitakan oleh Jawa Pos ini adalah tentang  bagaimana penanganan gerakan radikalisme di Indonesia yang tampaknya jalan di tempat. Program deradikalisasi hampir tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya. Di dalam pandangan Ali Fauzi, bahwa penanganan terorisme di Indonesia lebih bercorak penghakiman dari pada preventif. Bahkan kemudian yang sudah dihakimi pun kemudian dihukum dan setelah keluar kemudian juga tidak dilakukan tindakan membentengi mereka agar menjadi lebih bermanfaat.

Yang paling banyak adalah diawasi dan bukan dibina agar menjadi manusia yang bermanfaat. Dia memberikan contoh bahwa kebanyakan rekan-rekan mereka yang selesai menjalani kehidupan sebagai narapidana kemudian menjadi sangat sulit.  Ada yang pernah bekerja sebagai pedagang HP bekas dan kemudian terjerat kasus pembelian HP curian yang tidak diketahuinya, dan untungnya ada yang menolongnya sehingga kasus tersebut tidak masuk ke pengadilan dan berakibat dihukum kembali dalam kasus yang berbeda.

Rata-rata kehidupan para mantan napi terorisme memang susah. Selain  terus diawasi, maka juga sangat sulit untuk mengakses kehidupan. Makanya, ketika mereka keluar dan kembali ke masyarakat maka problem baru kehidupan pun kemudian merebak. Oleh masyarakat telah dilabel sebagai kaum teroris, dan kemudian ketika akan bekerja sesuai dengan yang mampu dikerjakannya juga mengalami problem dalam banyak hal.

Padahal, kebanyakan kaum teroris yang tertangkap adalah memiliki jabatan yang cukup tinggi ketika yang bersangkutan berada di lingkungan JI. Maka ketika  menjalani hukuman dan kemudian keluar dari penjara dan kembali ke masyarakat dan tidak bisa mengakses pekerjaan, maka bisa berakibat kurang baik bagi yang bersangkutan. Jika mereka bertahan dengan kenyataan hidupnya yang sekarang, tentu masih untung. Akan tetapi jika tidak tahan, maka kawan-kawanya yang lama tentu siap menampungnya kembali.

Di Indonesia, sesungguhnya sudah dibentuk gerakan deradikalisasi agama yang menjadi bagian dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme  (BNPT). Akan  tetapi sebagaimana kenyataannya,  maka gerakan ini masih jalan di tempat. Artinya belum didapati gerakan yang signifikan di dalam kerangka penanggulangan terorisme.

Menanggulangi terorisme sesungguhnya bisa dilakukan dengan dua jalur, yaitu melalui jalur preventif dan kuratif. Jika menggunakan gerakan preventif, maka jalur yang dapat diambil adalah melalui pendidikan deradikalisasi agama. Sebagaimana telah saya tulis dalam beberapa hari lalu, maka bisa dengan merekonstruksi kurikulum  yang lebih menekankan pada Islam peradaban.  Kemudian  melalui gerakan kuratif terutama bagi mereka yang sudah terlibat dan diharapkan sadar kembali ke jalan yang benar, sesuai dengan konsepsi Islam rahmatan lil alamin.

Apa yang diungkapkan di dalam tesis Ali Fauzi adalah menguliti tentang kegagalan program deradikalisasi bagi kaum teroris yang ternyata memang tidak memiliki greget bagi pemberdayaan mantan narapidana. Ada yang diharapan bahwa ke depan, program deradikalisasi dapat mencontoh cara Malaysia di dalam menangani terorisme. Menurutnya, di Malaysia para teroris diajak berpikir tentang bagaimana makna jihad yang sesungguhnya. Jihad tidak hanya bermakna perang ofensif yang bisa mencederai terhadap orang yang tidak berdosa, akan tetapi juga bermakna sebagai usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang baik.

Di sana, menurut Ali Fauzi bahwa kaum teroris diajak berdebat dengan sungguh-sungguh tentang jihad, sehingga lama kelamaan didapatkan kesadaran tentang jihad dalam arti yang tidak merusak fasilitas umum dan bahkan nyawa orang yang tidak berdosa. Proses perdebatan yang dilakukan secara terus menerus ini kemudian berakibat terhadap perubahan paradigma berpikir kaum teroris. Dan jika kemudian ada di antara mereka yang dihukum, maka pasca hukuman tersebut pemerintah memberikan lapangan pekerjaan yang relevan dengan keahliannya.  Pasca  dihukum,  maka mereka bisa kembali ke tengah masyarakat.

Jadi memang dibutuhkan rekonstruksi deradikalisasi agama, sehingga gerakan radikalisasi agama akan bisa dihentikan secara memadai. Jika hal seperti ini tidak dilakukan secara serentak,  maka dikhawatirkan bahwa gerakan radikalisasi agama akan terus terjadi di Indonesia.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini