• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DERADIKALISASI MELALUI PENDIDIKAN TINGGI

Salah satu hal yang menarik untuk dicermati adalah semakin banyaknya mahasiswa Indonesia yang tertarik terhadap gerakan radikalisme, baik yang bercorak Salafi Intelektual maupun Salafi Haraqi dan bahkan juga ada yang kemudian meningkat menjadi Salafi Jihadi. Kita tentu masih ingat ketika ada beberapa mahasiswa yang kemudian terlibat di dalam gerakan Salafi Jihadi dan kemudian tertangkap. Hal ini berarti bahwa gerakan Salafi di dalam berbagai variannya ternyata memang menarik bagi anak muda Indonesia.

Munawir Syadzali pernah membuat sinyelemen yang waktu itu cukup memerahkan telinga, terutama bagi kalangan akademisi eksakta, bahwa gerakan radikal Islam itu justru tumbuh di perguruan tinggi yang mengembangkan program studi ilmu eksakta. Dan memang sangat nyata bahwa perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat fakultas sain dan teknologi memang lebih kondusif bagi pengembangan Islam radikal seperti itu.

Saya tidak akan mencari alasan apa yang menyebabkannya, akan tetapi saya hanya ingin menggambarkan bahwa PT yang di dalamnya terdapat program saintek, maka di situ sangat subur berkembang gerakan Islam radikal. Hal ini tentu terkait dengan banyaknya kader-kader militan  yang sudah makan garam tentang pelatihan dan penggemblengan mental dan aksi, sehingga mereka memiliki semangat untuk mencari dan menemukan rekan-rekan baru yang akan menjadi penerus gerakannya.

Bahkan juga tidak hanya mahasiswanya, akan tetapi  beberapa dosennya juga berafiliasi kepada Islam model ini. Saya memang tidak memiliki data tentang berapa banyak mereka yang terlibat di dalam gerakan fundamentalisme Islam, akan tetapi secara riil dapat dinyatakan keberadaannya.  Dan kebanyakan mereka juga dosen-dosen muda yang memang disiapkan untuk memasuki dunia akademis di dalam kerangka menyebarkan gagasan akademik dan ideologi  sekaligus.

Makanya, untuk mengembangkan gerakan deradikalisasi di kalangan perguruan tinggi tentunya akan sangat rumit. Tantangannya bukan hanya dari mahasiswa yang sudah menjadi eksponen gerakan Islam radikal, akan tetapi juga dosen-dosen di PT. Dan sebagaimana diketahui bahwa ideologi radikalisme ini merupakan  ideologi yang sangat kuat tertanam di dalam diri seseorang. Ketika seseorang sudah masuk di dalamnya, maka akan sangat sulit keluar. Yang mungkin adalah menjadi semakin kuat dan bertambah kuat.

Pola pengkaderan melalui sistem murabi’ yang dikembangkannya ternyata memang sangat ampuh untuk menjadikan seseorang memiliki semangat dan ghirah untuk terus terlibat dan menjadi bagian penting di dalam sel-sel yang dikembangkannya. Setiap murabi’ akan membimbing misalnya 10 orang. Dan setiap 10 orang sekurang-kurangnya akan menghasilkan satu orang murabi’ baru. Demikian seterusnya, sehingga selnya semakin lama akan semakin banyak. Makanya jumlah kaum radikal dengan berbagai ragam organisasinya juga akan terus berkembang.

Sebagaimana tesis Bill Liddle, bahwa era reformasi akan membawa angin segar bagi gerakan radikal dan ternyata memang benar adanya.  Jika di masa Orde Baru gerakan seperti ini sulit berkembang karena cengkeraman pemerintah yang sangat kuat, maka di era Reformasi yang di dalamnya terdapat keterbukaan, demokratisasi dan HAM, maka gerakan radikal sepertinya  menuai zamannya.  Pemerintah tidak berani melakukan tindakan yang disangkakan kepada mereka, sebab  bisa menyebabkan masuknya HAM  di dalamnya.  Makanya, pemerintah pun gamang untuk melakukan penindakan terhadap mereka yang dianggap telah menyimpang dari perundang-undangan yang berlaku terkait dengan gerakan radikalisme.

Perguruan tinggi adalah lembaga strategis untuk mencetak kader-kader bangsa di masa depan. Posisi inilah yang disadari betul oleh mereka kaum radikalis itu. Makanya, rekruitmen yang besar-besaran dilakukan justru di kampus. Melalui rekruitmen terhadap anak-anak mahasiswa yang pintar, maka mereka akan memperoleh keuntungan ganda. Mereka akan memperoleh kader militan  dan sekaligus juga calon pemimpin di masa yang akan datang.

Melihat realitas empiris seperti ini, maka pantaslah jika gerakan deradikalisasi tersebut justru diarahkan ke PT. Harus  disadari bahwa lembaga pendidikan tinggi merupakan institusi yang sangat strategis ke depan terkait dengan kepemimpinan bangsa. Makanya harus dibentengi secara memadai terhadap para mahasiswa agar tidak memasuki kawasan yang seperti itu.

Melalui gerakan deradikalisasi di kampus, maka ke depan akan diperoleh calon pemimpin bangsa yang tidak menggotong ideologi baru bagi Indonesia yang sedari semula memang telah memiliki empat pilar mendasar, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebhinnekaan.

Manusia Indonesia yang mencintai bangsanya tentu akan selalu berpikir bahwa menjaga kerukunan dan harmoni jauh lebih penting dibandingkan dengan melakukan tindakan kerusuhan, anarkhi, dan teror. Jadi kita sesungguhnya adalah bangsa yang mencintai rukun, harmoni dan slamet.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini