• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBINCANG KESATUAN BANGSA

Hari ini, 07/04/2011, saya memperoleh kesempatan untuk berbicara di dalam forum yang sangat penting, yaitu Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Kantor Wantimpres, Jalan Veteran 3, no. 2 Jakarta. Acara ini sungguh sangat penting terkait dengan upaya pemerintah untuk membina kesatuan dan persatuan bangsa di tengah semakin semaraknya keinginan warga bangsa Indonesia untuk menjadikan ideologi trans-nasional sebagai pilihan  yang dianggapnya benar.

Yang menjadi narasumber di dalam acara ini adalah Prof. Dr. Jimly As Shiddiqi,  Komjen Polisi Nanan Sukarna, Wakapolri, Dr. Soekarwo, Gubernur Jawa Timur dan saya. Acara yang dikemas dalam dua sessi ini dibuka oleh Jendral Widodo, AS., Sip. Dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang pada sessi pertama menghadirkan narasumber Prof. Jimly dan Komjen Nanan Soekarna. Dan di sessi kedua, dengan nara sumber Dr. Soekarwo dan saya. Di antara yang hadir adalah seluruh anggoata Wantimpres, antara lain: Ibu Prof. Dr. Meutiah Swasono, Dr. Fadhilah Supari, dan lain-lain, sedangkan dari akademisi antara lain adalah Prof. Dr. Adrianus Meliala (kriminolog UI), Prof. Dr. Budi Susilo Supanji (Gubernur Lemhanas) dan sebagainya.

Sebagai nara sumber yang dipercaya untuk mengemukakan tentang Membangun Kerukunan beragama di Era Kesatuan Bangsa, maka saya kemukakan terutama adalah tantangan Indonesia di tengah gelegak semakin menguatnya gerakan trans-nasional.

Menurut saya ada tiga tantangan yang harus dicermati Indonesia di tengah perubahan social dan politik dewasa ini, yaitu: pertama, gerakan lokalisme agama. Seirama dengan hipotesis yang dikembangkan oleh William Liddle, bahwa semakin terbuka dan demokratisasi  terjadi di Indonesia, maka akan semakin besar gerakan lokalisme agama dan radikalisme agama. Ternyata bahwa hipotesis Liddle ternyata benar, bahwa dewasa ini memang semakin banyak aliran kepercayaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.  Di Kudus misalnya dijumpai Aliran Sabda Kusuma, yang syahadatnya adalah Asyahadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Sabda kusuma rasulullah.  Kemudian juga di Blitar dimana seseorang yang mengaku Nabi kemudian memperjualbelikan surga dengan harga empat juta rupiah.  Semakin hari tampaknya juga semakin banyak aliran keagamaan yang bisa dilabel dengan gerakan lokalisme agama ini.

Kedua, liberalism juga menjadi tantangan bagi kerukunan umat beragama. Memang dewasa ini bahwa gerakan liberalisme agama sudah mulai mengendor. Ada masa dimana gerakan liberalism ini mulai tampak surut di tengah perubahan kepemimpinan liberalism tersebut. Dulu semasa dibawah Ulil Abshar Abdalla, maka gerakan liberalisme tampak sangat kuat, akan tetapi dibawah kepemimpinan Hamid Basyaib, kelihatannya kurang kuat gaungnya.  Namun demikian, baik yang bercorak lokalisme agama maupun liberalisme agama tidak memiliki semangat untuk membicarakan persoalan politik. Liberalisme agama lebih terfokus pikirannya pada penafsiran baru mengenai ajaran agama, sesuai dengan semangat kontekstual dan kekinian.

Ketiga, radikalisme juga bisa menjadi tantangan yang sangat kuat bagi NKRI. Seperti diketahui bahwa ada tiga aliran di dalam radikalisme, yaitu gerakan Salafi Intelektual, yaitu gerakan radikalisme  yang lebih mengutamakan kepada pemurnian ajaran Islam dengan label kembali kepada Qur’an dan sunnah. Pokok ajarannya adalah anti TBC (takhayul, bid’ah dan  churafat).  Kembali kepada teks adalah ajaran yang mendasar  mengenai pemahaman keislamannya. Lalu aliran Salafi Haraqiyah, yaitu aliran yang mengembangkan pemikiran politik di dalam gerakannya. Di antara visinya adalah mengembangkan Islam kaffah, penerapan khilafah Islamiyah dan kembali kepada salafisme. Di dalam manifestonya, maka aliran ini akan menjadikan khilafah sebagai tujuan bernegara. Melalui khilafah, maka semuanya akan selesai. Segala karut marut Negara akan bisa diatasi dengan mendirikan khilafah Islamiyah. Makanya, hanya khilafah Islamiyah yang akan menyelamatkan Negara dan masyarakatnya.  Kemudian aliran Salafi Jihadi, yaitu aliran yang mengedepankan jihad sebagai tujuannya. Jihad di dalam hal ini adalah jihad ofensif, yaitu jihad dengan menggunakan peperangan.

Oleh karena itu, maka Negara harus memiliki kekuatan untuk mengelola aliran-aliran yang ditengarahi akan menggantikan pilar kebangsaan ini. Pilar kebangsaan yang berupa Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebhinnekaan adalah seuatu yang final bagi bangsa ini. Makanya segala bentuk konsepsi dan ajaran yang berlawanan dengan hal itu maka harus dikenbalikan kea rah yang benar.

Jika hal ini tidak dilakukan maka dikhawatirkan bahwa  warisan para leluhur yang berupa Negara Kesatuan Republic Indonesia akan mengalami masalah. Jadi sudah saatnya kita melakukan yang terbaik bagi bangsa ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini