• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGAPRESIASI BUKU EKSPRESI ISLAM ASIA TENGGARA

Saya merasa gembira dengan terbitnya buku “Expression of Islam in Recent Southeast Asia’s Politics” yang diedit oleh Ahmad Muzakki. Buku ini terbit sebagai bagian dari tugas akademik IAIN Sunan Ampel dalam kerangka untuk mendokumentasikan naskah-naskah akademik dari Konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh IAIN Sunan Ampel dalam kerjasamanya dengan PT di luar negeri. Konferensi tersebut dilaksanakan pada 13-14 Oktober 2010 di Aula Rektorat IAIN Sunan Ampel.

Kerjasama di dalam konferensi internsional ini dihadiri oleh Prof. Nakamura, Prof. Hisako Nakamura, Dr. Ahmad Sahidah, Dr. Mohd Zaelani Mohd Yusuf  dan beberapa pembicara dari UIN Malang dan IAIN Sunan Ampel. Selain seminar itu terselenggara secara memadai, tetapi yang juga penting adalah hasil konferensi tersebut kemudian dapat dibukukan dalam kerangka kerjasama akademik dengan IMPULS, Yogyakarta. Memang IAIN Sunan Ampel memiliki kerjasama dengan institusi yang memiliki otoritas di dalam penerbitan naskah-naskah akademik terpilih.

Di antara penulis yang tulisannya dimuat di dalam buku ini adalah Dr. Masdar Hilmy, Prof. Nakamura, Prof. Hisako Nakamura, Dr. Ahmad Sahidah, Dr. Abdul Kholiq, Ali Maksum, MAg., Dr. Wahidah, Ahmad Nuril Huda, MA., Lukman Hakim, MA., Dr. Mohd Zailani Mohd Yusoff, Dr. Hanun Asraohah, Muhammad As’ad, MA., Dr. Iskandar Ritonga, Dr. Mohammad Salik dan Dr. Biyanto. Sedangkan saya memberikan ucapan welcoming speech yang kemudian menjadi prolog buku ini, dan Prof. A’la menulis epilog yang sebelumnya pernah ditulis di Harian Jawa Pos.

Buku ini perlu saya apresiasi di dalam tulisan  ini tentu mengandung maksud bahwa memang tidak mudah untuk menyelenggarakan konferensi internasional dan kemudian menerbitkannya dalam bentuk buku yang outstanding. Banyak naskah yang bagus dari berbagai seminar yang kemudian tidak mampu dihadirkan di dalam karya akademik yang monumental.  Makanya, kehadiran buku ini bagi saya merupakan bagian dari kerja keras, cerdas dan ikhlas di dalam pengembangan dunia akademik khususnya IAIN Sunan Ampel.

Saya merasa berbangga memiliki anak-anak muda yang memiliki komitmen di dalam pengembangan dunia akademik. Saya selalu berharap bahwa di pundak mereka sesungguhnya masa depan IAIN Sunan Ampel ini.  Meskipun jumlahnya belum banyak yang seperti ini, akan tetapi saya tetap berkeyakinan bahwa dari mereka yang sedikit itulah ke depan pengembangan akademik IAIN Sunan Ampel dipertaruhkan.

Fenomena  Islam Asia Tenggara memang sangat menarik untuk dikaji.  Islam di Asia Tenggara memiliki genealogi yang sama, yaitu Islam Ahl Sunnah wa al Jamaah yang mengembangkan moderatisme dan inklusif. Sejarah masuknya Islam di kawasan ini tentu memberikan gambaran bahwa Islam masuk ke kawasan masyarakat Melayu tanpa dihadapkan pada peperangan yang dahsyat dan saling menihilkan. Akan tetapi justru menggunakan model dakwah yang mengembangkan inklusivitas tersebut.

Jika kita melihat bangunan-bangunan Masjid di berbagai wilayah Indonesia yang masih asli, maka bisa dibayangkan bagaimana akulturasi budaya Islam dengan budaya sebelumnya menyatu di dalam tempat ibadah yang paling suci tersebut. Ada proses saling memberi dan menerima dan bukan saling menghancurkan dan mengklaim kebenaran mutlak.

Sebagai bagian terbesar Islam ahl Sunnah wa al Jamaah, maka di dalam pilihan politiknya juga menggunakan garis moderatisme. Lebih banyak mengambil pola relasi Islam yang saling menyapa dengan politik pemerintah. Banyak pilihan politik tersebut, akan tetapi yang diambilnya adalah coraknya yang simbiosis mutualisme. Indonesia dan Malaysia, sebagai contoh Negara dengan mayoritas pemeluk Islamnya, adalah sebuah contoh tentang relasi Islam dan Negara yang simbiotik tersebut.

Oleh karena itu jika akhir-akhir ini kemudian muncul tuntutan untuk memilih corak relasi antara agama dan politik yang lebih mengedepankan pola integrated, misalnya Negara Islam dengan system khilafah, maka sesungguhnya tuntutan tersebut merupakan sesuatu yang bercorak transplanted. Mencangkok system baru yang tentu tidak relevan dengan dinamika dan tuntutan masyarakat secara umum.

Makanya, pilihan Indonesia yang benar adalah berbentuk Republik dengan system presidensiil, sedangkan Malaysia adalah  bentuk  monarkhi dengan system parlementer. Pilihan ini tentu saja sudah melalui gagasan yang sangat mendasar dan dipraktikkan secara memadai oleh seluruh jajaran masyarakat dan pemerintahannya. Jika kemudian masih ada bopeng-bopengnya, maka bukan dengan mengganti sistemnya akan tetapi membenahi lubang-lubangnya agar bisa ditambal dan dibenahi.

Meskipun untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil dan sejahtera tersebut masih jauh, akan tetapi kita tentu harus berkeyakinan bahwa pilihan politik kenegaraan dan kebangsaan seperti inilah yang cocok bagi masyarakat Indonesia dan juga Malaysia. Sesuatu yang ditransplantasi dari luar belum tentu cocok bagi suatu masyarakat dan Negara. Pilihan terbaiknya adalah membangun bangsa di dalam koridor Pancasila, UUD 1945 dan NKRI bagi bangsa Indonesia.

Jadi, setiap pilihan ada positif dan negatifnya. Makanya kita dorong yang positif dan kita minimalisir yang negative. Jika ini bisa dilakukan bukan tidak mungkin kita akan segera mencapai tujuan menjadi Negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Wallahu a’lam  bi al shawab.

Categories: Opini