• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENDIDIKAN TINGGI BERBADAN HUKUM

Sebagaimana diketahui bahwa RUU tentang Pendidikan Tinggi sedang digodok oleh Komisi X dan sekarang merupakan waktunya untuk mendengarkan berbagai usulan masyarakat tentang  RUU Pendidikan Tinggi dimaksud.

Sebagaimana proses perumusan UU yang lain, maka memang dibutuhkan berbagai masukan untuk menyempurnakan RUU tersebut agar kelak ke depan tidak terjadi berbagai masalah di dalam pelaksanaannya.  Melalui keterlibatan stakeholder pendidikan tinggi, maka dimungkinkan rumusan UU yang bisa menjadi pedoman bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan tinggi.

Makanya, Komisi X DPRRI sekarang sedang melakukan berbagai Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menyangkut rumusan RUU Pendidikan Tinggi dimaksud dengan harapan agar memperoleh masukan yang sangat memadai tentang UU Pendidikan Tinggi.

Ada tiga hal yang mendasar tentang RUU Pendidikan Tinggi tersebut, yaitu:  status perguruan tinggi, penjaminan mutu akademik dan tata kelola. Pertama, mengenai status perguruan tinggi, maka akan didapati ada tiga status perguruan tinggi, yaitu: perguruan tinggi berbadan hukum, perguruan tinggi negeri mandiri, dan PTN dan PTK sebagai unit pelaksana teknis kementerian, kementerian lain dan/atau LPNK. Status perguruan tinggi ini terkait dengan otonomi PT.

PTN berbadan hukum adalah PTN yang memiliki otonomi aspek akademik dan aspek nonakademik dan PTS berbadan hukum yang memiliki otonomi aspek akademik. PTN mandiri adalah PTN yang memiliki otonomi dalam aspek akademik dan nonakademik dan PTS mandiri yang memiliki otonomi dalam aspek akademik. Kemudian PTS yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud yaitu atas prakarsa badan hukum nirlaba yang mendirikannya.

Sebagaimana diketahui bahwa pasca dicabutnya UUBHP oleh MK, maka beberapa PTN yang sudah tergabung di dalam BHMN telah mengalami kekosongan aturan perundang-undangan. Maka melalui RUU ini,  maka BHP kemudian diadaptasilah di dalam RUU Pendidikan tinggi tersebut. Dengan mencamtumkan PTN atau PTS berbadan hukum, maka secara tidak langsung UU ini telah memberikan wadah perundang-undangan bagi PTN yang sudah menjadi BHMN. Sebagaimana diketahui bahwa untuk persoalan PTN berbadan hukum akan diatur secara khusus di dalam peraturan pemerintah.

Kiranya yang akan memantik diskusi agak panjang adalah tentang PTN berbadan hukum ini. Sebagaimana dipahami bahwa di dalam praktik penyelenggaraan PTBHMN memang terdapat kecenderungan untuk memperoleh dana yang sangat besar melalui “penjualan” prodinya. Bukan rahasia, misalnya untuk bisa memasuki prodi kedokteran, maka seorang calon mahasiswa harus menyediakan dana yang sangat besar. Bisa mencapai ratusan juta rupiah. Makanya kemudian semaraklah program ekstensi kedokteran, yang bisa menjadi andalan di dalam mengakses anggaran sebanyak mungkin.

Jadi yang sangat mendasar adalah bagaimana menjadikan PTN berbadan hukum tersebut tidak menjadi alibi bagi PTN untuk mengembangkan sisi buruk “kapitalisme” pendidikan atau “komersialisasi” pendidikan. Jangan sampai kemudian muncul dengan kuat tuduhan dan stigmatisasi “orang miskin dilarang kuliah”.  Kita tentu ingin membayangkan bahwa di suatu saat akan tetapi didapati seorang anak miskin di pedesaan tetapi pintar akan dapat masuk ke fakultas kedokteran, karena peluang yang diberikan memang terbuka untuk hal itu.

Anak  miskin tetapi pintar di pedesaan memang tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti bimbingan test, bahkan juga tidak memiliki peluang untuk menambah jam pelajaran karena harus membantu orang tuanya bekerja. Jika bisa menambah jam pelajarannya, maka akan diusahakan dengan kemampuannya sendiri. Maka kepandaiannya itu tertu kemudian tidak ada gunanya, sebab dia akan kalah bersaing dengan rekannya dari anak orang kaya yang memang bisa disiapkan dengan matang untuk kepentingan pendidikannya.

Di dalam kerangka ini, maka anak-anak pintar tetapi miskin haruslah memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya. Makanya UU yang baik adalah UU yang memberikan peluang yang sama bagi seluruh warga Negara untuk merasa diperlakukan secara adil di depan UU tersebut.

Keadilan di dalam UU PT adalah ketika UU tersebut dapat dirasakan kehadirannya oleh seluruh masyarakat, terutama anak-anak pintar tetapi miskin yang hidup di desa-desa di seluruh pelosok tanah air,

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini