• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AHMADIYAH DAN LARANGAN PENODAAN AGAMA

Membangun kerukunan antar dan interen umat beragama tentu tidak semudah membalik tangan. Membangun kerukunan umat beragama, baik interen maupun ekstern tentu sangat rumit sebab menyangkut persoalan yang paling berat, yaitu mengenai keyakinan agama yang memang meniscayakan perbedaan.

Perbedaan keyakinan itulah yang kemudian bisa  menjadi pemicu berbagai konflik yang tidak  bisa diredam dengan mudah. Ia menyangkut persoalan Tuhan yang MahaSuci dan Maha Kuasa, sehingga ketika ada orang lain yang berupaya untuk menodainya,  maka dapat dipastikan akan terjadi kekerasan social. Tentu masih dapat diingat  tentang bagaimana tindakan segelintir orang yang menginjak-injak al Qur’an, maka akan dapat dipastikan akan terjadi kekerasan sebagai akibat tindakannya itu.

Di sinilah arti pentingnya memahami perbedaan untuk menjaga kerukunan. Maka, setiap pemeluk agama dapat dipastikan untuk memahami bahwa ada pemeluk agama lain yang meyakini tentang agamanya dengan sedemikian kuat, sehingga ketika agamanya itu dinodai maka pastilah akan terjadi kekerasan agama tersebut.

Ketika sedang diramaikan persoalan Ahmadiyah, yang oleh sebagian umat Islam dianggap melakukan penodaan agama yang   disebabkan oleh keyakinan tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad, terutama aliran atau sekte Qadiyan (Jemaat Ahmadiyah Indonesia atau JAI), maka kemudian jadilah penilaian  penodaan agama Islam tersebut memantik reaksi dan tindakan  keras terhadapnya.

Keyakinan JAI tentang Kenabian Mirza Ghulam Ahmad yang tidak bisa ditawar adalah penyebab mengapa Ahmadiyah Qadian dianggap menyimpang oleh umat Islam lainnya. Mirza yang mengaku sebagai  Al Masih putra Maryam, dan mengaku menerima wahyu dari Allah dan kemudian mendirikan aliran Qadiyaniyyah atau Mirzaiyyah yang kemudian dikenal sebagai Ahmadiyah.  Inilah yang kemudian diyakini oleh kelompok Ahmadiyah Qadiyan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah al-Mahdi al Muntadhar atau al-Masih al Mau’ud.

Tidak hanya itu, di kalangan Ahmadiyah Qodiyan  juga meyakini bahwa semua yang berbeda dengan keyakinan Ahmadiyah adalah orang kafir. Siapa yang tidak meyakini terhadap kenabian Mirza Ghulam Ahmad adalah orang yang berada di luar kebenaran. Hal ini didasari oleh penafsiran tentang Kenabian Mirza Ghulam Ahmad yang diyakini sebagai manifestasi kebenaran Nabi Muhammad saw.

Jika kemudian banyak ulama yang menganggap bahwa Ahmadiyah merupakan gerakan penodaan terhadap agama Islam, maka sesungguhnya hal itu dipicu oleh kenyataan ajaran Ahmadiyah yang memang bertentangan dengan ajaran Islam. Ajaran yang dikembangkan oleh Ahmadiyah Qadiyan dan di Indonesia menjelma sebagai Jemaat Ahmadiyah Indonesia, tentu saja sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang diyakini kebenarannya oleh ulama-ulama Islam.

Di Pakistan sendiri, aliran ini dilarang demikian pula di Negara-negara lain. Oleh karena itu jika di Indonesia juga dilarang tentu saja merupakan konsekuensi dari ajaran agama yang dikembangkan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Makanya,  tindakan melarang terhadap Ahmadiyah Qadiyan tentu bukan sesuatu yang mengada-ada,  akan tetapi sudah dipertimbangkan dengan sangat mendasar dengan berbagai argumentasi yang sangat kuat.

Terhadap aliran Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) yang berpusat di Jogyakarta tentu harus ada tindakan lain, sebab aliran ini memang tidak menyalahi teks-teks tentang kenabian Muhammad saw sebagai Nabi dan rasul terakhir. Dia hanya beranggapan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang imam dan mujaddid di dalam Islam dan bukan sebagai Nabi. Terhadap yang seperti ini, maka memang harus ada perlakuan lain.

Jadi yang dilarang adalah keyakinan yang menodai agama Islam itu. Tentang persoalan organisasi JAI, maka harus ada solusi lain yang memang membenarkan untuk melarangnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini