• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGGAPAI KERUKUNAN BERAGAMA

Saya sering menyatakan bahwa kerukunan beragama merupakan bagian tidak terpisahkan dari kerukunan berbangsa dan bernegara. Bagi saya bahwa kerukunan beragama bahkan menjadi inti dari kerukunan berbangsa dan bernegara tersebut. Hal ini tentu tidak lepas dari kenyataan bahwa konflik beragama biasanya menjadi sangat keras sebab mengusung dimensi keyakinan yang sangat mendasar.

Berbagai konflik yang terjadi di dunia dan disebabkan oleh agama ternyata memang menjadi sangat keras, misalnya konflik di bekas Negara di Soviet, di beberapa Negara di Afrika, di Asia Selatan dan juga di Asia Tenggara. Kita tentu masih mengingat bagaimana konflik di Afghanistan yang hingga kini belum tuntas. Demikian pula konflik di Filipina Selatan, dan juga Thailand Selatan. Meskipun penyebab utama bukanlah konflik  agama,  akan tetapi akhirnya juga memasukkan agama sebagai salah satu penyebabnya.

Sebagaimana diketahui bahwa ketika konflik sudah dibarengi dengan dunia keyakinan beragama, maka konflik akan menjadi mengeras. Kita masih ingat kasus Poso, Ambon dan sebagainya yang akhirnya juga menjadi mengeras sebab agama terlibat di dalamnya. Di manapun, kekerasan social akan menjadi keras ketika agama terlibat di dalamnya.

Problem utama terkait dengan kerukunan agama adalah bagaimana membangun kesepahaman tentang teologi kerukunan dan bukan teologi perlawanan.  Memang harus diakui bahwa masih ada di antara masyarakat Indonesia yang memegangi teologi perlawanan tersebut. Artinya selalu menganggap bahwa “Yang Lain” atau “The Other” adalah lawan yang harus dihilangkan. Jika paham ini yang mengedepan,  maka dapat dipastikan bahwa kerukunan beragama akan sangat sulit untuk dilakukan.

Oleh karena itu yang mestinya dikembangkan adalah teologi kerukunan barbasis inklusivitas. Di dalam teologi kerukunan,  maka yang dikembangkan adalah saling memahami dan saling menoleransi perbedaan. Harus dipahami bahwa setiap agama pastilah memiliki ciri khas teologis dan ritual  yang tidak akan pernah bias dikompromikan, sehingga setiap upaya untuk menyatukannya atau menghilangkannya juga pasti akan menemui jalan yang sulit.

Di dalam program memahami agama-agama ini, maka yang diperlukan adalah tindakan untuk tidak saling menodai. Ketika ada di antara mereka yang menodai,  maka sesungguhnya akan menjadi penyebab terjadi kekerasan demi kekerasan atas nama agama.

Terkait dengan teologi berbasis inklusivitas, maka yang penting diperhatikan adalah jangan sampai terjadi pemahaman bahwa agama menoleransi keyakinan agama dan ritual agama. Akan tetapi yang dikembangkan adalah mengembangkan semangat kebersamaan dalam bingkai kemanusiaan.

Di dalam hal ini adalah mengembangkan kebersamaan di dalam mengentas problem kemanusiaan yang memang menjadi tugas bersama untuk dikembangkan.

Jadi kiranya masih ada peluang kerjasama antar penganut agama untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini