• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

RELASI PENELITIAN DAN PENDIDIKAN

Seharusnya setiap dosen memiliki kemampuan metodologis yang memadai di dalam bidang keilmuannya. Ungkapan ini tentu bukan mengada-ada, sebab dosen hakikatnya bukan hanya sekedar menjadi pengajar tetapi sekaligus juga seorang peneliti.  Di dalam konsepsi Tri Dharma Pendidikan Tinggi maka darma pendidikan tinggi tersebut adalah pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dengan demikian, dosen adalah pengajar atau pendidik, sekaligus peneliti dan pengabdi masyarakat.

Pendidikan dan penelitian merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Melalui penelitian akan ditemukan konsep atau teori atau pernyataan-pernyataan proposisional yang semuanya itu merupakan bahan ajar atau conten pendidikan yang akan disampaikan oleh para dosen. Di Australia dan negara-negara barat lainnya,  jika seorang dosen akan mengajar mata kuliah tertentu, maka satu semester sebelumnya yang bersangkutan harus melakukan penelitian tentang topik mata kuliah yang akan diampunya. Jadi, dosen yang akan  mengajar bukan sekedar membaca buku-buku yang berisi teori-teori atau konsep-konsep yang sudah usang, akan tetapi diarengi dengan usaha untuk melakukan verifikasi terhadap konsep atau teori yang akan diajarkannya. 

Dosen  akan memiliki seperangkat pengetahuan yang konprehensip tentang materi ajar yang akan disampaikan kepada mahasiswanya. Misalnya dosen akan mengajar tentang Budaya Islam Jawa, maka dosen tersebut mestilah menguasai konsep dari peneliti sebelumnya dalam tipologi yang berisi dialog konseptual sehingga akan melahirkan pohon konsep yang rinci dan komprehensip. Jika dosen akan mengajar tentang Politik Islam, maka yang bersangkutan juga harus memahami tipologi pemikiran politik dari para ahli semenjak awal dan mendialogkannya dengan konsep-konsep terbaru di bidang politik Islam.

Sebagai konsekuensi dosen yang juga peneliti, maka yang bersangkutan mestilah melakukan penelitian tentang apa yang akan diajarkan, sehingga para mahasiswa akan memiliki informasi tentang bagaimana dialog konseptual tersebut dibangun dan dikembangkan. Setiap konsep atau teori yang dihasilkan oleh peneliti mesti mengandung pro-kontra, maka tugas pengajar atau dosen adalah menjelaskan dialog konseptual dimaksud secara memadai.

Hanya saja anggaran penelitian untuk mendukung perfectivitas dosen tersebut belumlah memadai. Sebagai contoh, IAIN Sunan Ampel selalu menganggarkan biaya penelitian sekitar tujuh ratus juta hingga satu milyar. Dan dana tersebut hanya dapat dipakai oleh kira-kira 40 sampai 70  orang dosen. Jika digunakan jumlah dosen IAIN Sunan Ampel, yang berjumlah  339 orang maka prosentase mereka yang bisa melakukan penelitian melalui anggaran IAIN Sunan Ampel hanya sebanyak 20%.

Padahal penelitian dosen tersebut dalam banyak hal belumlah sebagaimana yang diutarakan di atas, yaitu penelitian yang mendukung terhadap program pembelajaran. Oleh karena itu ke depan, penelitian diharapkan bisa dijadikan sebagai sarana untuk memperkaya konsep dalam bidang pembelajaran tertentu. Penelitian tersebut tentunya harus dibagi ke dalam dua aspek, yaitu penelitian fundamental atau penelitian dasar yang memang diarahkan untuk mengkaji berbagai konsep yang sudah ada dengan tujuan untuk menguji, memverifikasi atau menemukan konsep atau teori yang baru dan kemudian penelitian developmental atau penelitian pengembangan yang tujuannya adalah untuk menemukan model atau pola yang terkait dengan  program pembelajaran, manajemen pendidikan atau pemberdayaan masyarakat yang implementatif bagi kemajuan lembaga atau institusi pendidikan dan masyarakat.

Di masa depan, dosen  akan dituntut—terutama  pasca sertifikasi—untuk  memiliki kemampuan dalam melakukan penelitian dan pendidikan secara memadai. Terutama para guru besar harus memiliki komitmen dalam mengembangkan kualitas diri dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas pendidikan di institusinya. Jadi tidak hanya menjadi GBHN (Guru Besar Hanya Nama). Namun menjadi guru besar yang memiliki produktivitas di dalam karya akademik dan responsif terhadap pengembangan institusi dan masyarakat bangsanya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini