MENGEMBANGKAN PTN MELALUI BLU
Dewasa ini, semakin banyak perguruan tinggi negeri (PTN) yang memasuki satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU). Keinginan untuk mengembangkan instansi melalui satker BLU tentu didasari oleh kenyataan betapa sulitnya mengembangkan institusi pendidikan melalui mekanisme Satker Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menggunakan sistem bahwa semua pendapatan satker harus melalui kas negara dan kemudian dapat diambil sesuai dengan kepentingan.
Melalui BLU, maka ada tawaran menarik yaitu pendapatan Satker tidak harus masuk ke kas negara terlebih dahulu, dan baru kemudian dikeluarkan. Akan tetapi dengan satker BLU maka pendapatan satker dapat digunakan terlebih dahulu dan baru kemudian dilaporkan sesuai mekanisme laporan keuangan yang akuntabel dan transparan.
Kelebihan satker BLU adalah adanya kemudahan di dalam pengelolaan keuangan. Melalui system out-in, maka akan terdapat fleksibilitas di dalam mengatur mekanisme penggunaan uang. Melalui sistem ini, maka satker akan dapat mengelola uang sebagaimana keinginannya. Tidak lagi sangat tergantung kepada kas negara di dalam penggunaannya.
Selain itu tentu juga akan meningkatkan kinerja satker. Melalui kemudahan di dalam pencairan uang, maka individu di dalam satker akan dapat secara leluasa mencari dana dari berbagai funding dan kemudian menggunakannya sesuai dengan kepentingannya. Dana yang didapat bisa disetor ke bendahara penerima satker dan kemudian didayagunakan atau dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan yang memperoleh anggaran. Uang hibah atau dana kompetisi tidak harus disetor ke kas negara dahulu, akan tetapi dapat digunakan secara langsung melalui mekanisme penarikan dan penggunaan keuangan. Dengan kemudahan ini, maka individu di dalam satker akan bisa berlomba-lomba di dalam mangakses dana dari luar institusi, sehingga akan memperbesar anggaran institusi pemerintah melalui PNBP.
Kemudian, melalui kekuatan untuk meningkatkan anggaran satker karena kemudahan mekanisme pemanfaatannya, maka juga akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan individu di dalam satker tersebut. Jadi, sesungguhnya sudah terdapat proses renumerasi secara diam-diam. Siapa yang bisa mengakses dana dari para funding, maka dialah yang akan memperoleh pendapatan jauh lebih besar dari lainnya.
Namun demikian, ternyata juga tidak sefleksibel itu di dalam mengakses anggaran. Dahulu dipahami bahwa dengan menjadi BLU, maka satker bisa mengembangkan berbagai usaha untuk mendongkrak pendapatannya. Jadi, sebagai institusi semi bisnis, maka satker BLU dapat melakukan berbagai usaha yang dapat meningkatkan generate income-nya. Bia saja misalnya mengembangkan usaha-usaha yang relevan dengan kepentingan pengembangan institusi.
Ternyata, melalui proses panjang perumusan kebijakan mengenai BLU, akhirnya diputuskan bahwa satker BLU pendidikan hanya bisa mengembangkan usaha yang terkait dengan pendidikan saja. Di luar itu tidak diperkenankan. Jadi, misalnya tidak boleh memiliki usaha “persewaan” untuk pengembangan pendidikan. Jika ada asset negara yang disewakan, maka hasilnya harus masuk ke kas negara dan belum tentu bisa ditarik kembali atau didayagunakan untuk pengembangan pendidikan.
Suatu contoh, jika PTN memiliki gedung atau training center atau hotel yang bisa disewa oleh masyarakat, maka uang hasil sewa tersebut harus masuk ke kas negara. Artinya, bahwa uang tersebut menjadi pendapatan negara dan belum tentu bisa didayagunakan kembali untuk pengembangan PT. Demikian pula unit-unit usaha lain yang “bukan” pendidikan, maka bukanlah dianggap sebagai pendapatan BLU, akan tetapi menjadi pendapatan negara.
Dahulu kita berharap bahwa fleksibilitas yang ditawarkan oleh BLU akan bisa menjadi instrument di dalam kerangka kemudahan mengakses anggaran dari luar institusi, termasuk usaha bisnis yang relevan untuk kepentingan pendidikan, akan tetapi melalui regulasi seperti ini, maka BLU yang diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan satker juga hanya isapan jempol.
Jadi, sesungguhnya masih ada kendala kebijakan yang terkait dengan bagaimana mengembangkan pendidikan melalui kemampuan institusi sendiri. Dilepas kepalanya, akan tetapi dikendalikan ekornya. Sesungguhnya kita berharap agar ada kebijakan yang total di dalam dunia pendidikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.