• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

POLITISI, NU DAN NKRI

Ketika saya memandu diskusi di acara Seminar Nasional dalam kerangka Harlah NU, 22/02/2011, maka saya ungkapkan tiga hal sebagai pemicu diskusi, yaitu: apa yang dikehendaki oleh para politisi tentang NU kedepan, apakah tetap pada jalur independen, pada jalur kritis atau lainnya, kemudian bagaimana pandangan tentang  posisi Islam yang cocok di Indonesia ke depan, apakah yang condong ke kanan, ke kiri atau tetappada jalur moderat. Jika tetap pada jalur moderat, bagaimana dengan tantangan kaum Islam fundamentalis yang cenderung menguat sekarang. Lalu, bagaimana relasi antara NU, Aswaja dan NKRI ke depan.

Sebagaimana diketahui bahwa sebagai nara sumbernya adalah, Ketua Partai Golkar, Abu Rizal Bakri, Ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dan Dewan Pertimbangan PPP, KH. Nur Muhammad Iskandar.  Tiga persoalan pokok inilah yang kemudian dibahas meskipun secara selintas oleh para narasumber dan juga para diskusan yang juga kebanyakan berlatar belakang pesantren dan akademisi.

Bagi para politisi, bahwa pilihan sebagai pendukung NKRI adalah pilihan yang sangat tepat. Bagi mereka bahwa Indonesia memang negara yang plural dan multicultural, sehingga memilih NKRI merupakan pilihan yang cerdas.  Ketetapan NU untuk menentukan tentang  pilihan institusional untuk menjadikan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI merupakan pilihan yang sangat tepat, sebab memang harus diyakini bahwa menjadikan Indonesia sebagai Negara agama akan sangat rawan pertentangan dan konflik.

Hanya saja, sebagaimana diungkapkan oleh Pak Ical, bahwa arah ke depan agar di Indonesia tidak terjadi berbagai kemelut dan konflik horizaontal, maka yang harus ditangani secara serius adalah mengenai pengentasan kemiskinan. Di Indonesia angka kemiskinan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 35 juta orang. Ini artinya bahwa program pengentasan kemiskinan adalah sesuatu yang sangat urgen.

Sebagai partai besar di Indonesia, maka Golkar tentu sangat respen terhadap program-program pengentasan kemiskinan tersebut dan NU tentu bisa terlibat di dalam progam ini. Jika masyarakat miskin bisa menjadi lebih sejahtera, maka itu artinya juga pemberdayaan warga NU. Di Jawa Timur ini mayoritasnya adalah warga NU. Jadi kalau orang miskin dientaskan menjadi sejahtera maka artinya NU juga memperoleh keuntungan.

Selain itu, KH. Nur Muhammad Iskandar justru menyoroti tentang relasi antara NU dan PPP. Menurut beliau bahwa yang melahirkan PPP adalah NU. Sejarah ini tidak bisa diingkari. Jangan melupakan sejarah bahwa PPP adalah anaknya NU. Maka NU sebagai orang tua jangan melalaikan tugasnya sebagai orang tua. PPP itu selalu ingat NU sebagai bapaknya, sehingga NU juga harus ingat PPP sebagai anaknya.

Menurut beliau lebih lanjut, bahwa PPP itu partai politik yang konsern membela Islam. Bahkan secara eksplisit menyebutkan dirinya sebagai partai Islam. Berbeda dengan PKB, PAN dan sebagainya yang mengklaim dirinya sebagai partai terbuka. Maka PPP menegaskan sebagai partai Islam, sehingga PPP secara pasti akan memperjuangkan aspirasi masyarakat Indonesia secara umum dan secara lebih khusus masyarakat Islam.

Misalnya ketika akan ada undang-undang anti nikah sirri, maka saya selaku eksponen PPP paling getol memperjuangkan jangan sampai terjadi. Kalau nikah siiri dilarang, “bagaimana dengan kyai-kyai itu” candanya. Yang berzina dibiarkan sementara yang sah menurut agama dikejar-kejar. Demikian pula ketika terjdi penolakan terhadap UU Pornografi, maka yang membela agar undang-undang tersebut harus disahkan karena demi kepentingan bersama.

Sementara itu Anas Urbaningrum mengingatkan bahwa sebenarnya pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam proses pembangunan. Hanya saja memang untuk mencapai kondisi yang ideal dibutuhkan waktu. Tidak bisa sekali jadi. Di dalam pengentasan kemiskinan, maka upaya yang dilakukan pemerintah telah berhasil untuk mengerem tingkat kemiskinan. Ada penurunan yang sangat signifikan di dalam program ini.

Selain itu, program demokratisasi juga berjalan sangat memadai. demokratisasi telah memasuki masa yang membanggakan  meskipun di  sana sini masih terdapat celah untuk memperbaikinya. Akan tetapi capaian demokratisasi yang sekarang sedang berjalan tentu merupakan upaya pemerintah yang sangat fenomenal.

Di dalam hal ini maka peran NU dengan berbagai konsep relasi antara agama dan Negara atau agama dan politik tentu menjadi sangat penting sebab tanpa dukungan besar dari NU di dalam proses pembangunan di segala bidang, maka program pemerintah tentu tidak ada artinya. Oleh karena itu, dukungan NU dengan konsep relasi simbiosis antara agama dan politik yang dikongkritkan dalam tema “NU secara final menerima empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan” merupakan sumbangan politik strategic yang dapat menjadi penyangga usaha pemerintah di dalam membangun bangsa.

Dengan demikian, NU sesungguhnya memiliki peran strategis di dalam pembangunan bangsa baik di masa sekarang maupun masa depan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini