KONTRIBUSI ISLAM DALAM MEMBANGUN PERADABAN BANGSA
Pengantar
Islam diturunkan Allah swt melalui Rasulullah saw dengan semangat sebagai rahmat bagi tiap semesta alam sebagaimana yang telah termaktub pada al Quran surat al Anbiya’, 107. Siapapun atau apapun juga yang berada dalam tatanan cosmos dunia –dalam koridor firman Allah swt tersebut—berhak untuk mendapatkan rahmat Islam. Rahmat Islam tidak hanya berhak dimiliki oleh Muhammad saw sebagai penerima dan penyebar wahyu, tidak juga hanya dimiliki oleh umat Islam sebagai pewaris al Quran dan Sunnah.
Disinilah kemudian muncul tantangan pada diri umat Islam itu sendiri. Tantangan tersebut adalah dengan warisan al Quran dan Sunnah, Islam mampu memberikan kontribusi positif bagi kehidupan umat manusia secara umum, bukan hanya umat Islam semata.
Persoalan ekonomi dan kesejahteraan adalah salah satu problem mendasar dari kehidupan masyarakat Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Realitas juga menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki problem dalam dimensi ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Maka dapat dikatakan bahwa yang menyandang status sebagai “orang miskin” atau “orang tidak mampu” adalah mereka yang kebanyakan muslim.
Pada konteks inilah kemudian Islam ditantang untuk mampu menginternalisasikan nilai-nilai spiritualnya sebagai “agama rahmat” dalam rangka menyelesaikan problem tersebut.
Semangat Nilai Islam
Secara garis besar, Islam terbagi dalam tiga komposisi yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah memuat penjelasan tentang masalah ketuhanan terkait dengan asma’ (nama-nama), sifat, zat dan fi’il dari Allah swt. Syariah membahas penjelasan tentang bagaimana seorang muslim melakukan aktifitas muamalah dan ibadah baik kepada Tuhannya dan kepada sesama manusia lainnya. Pada dimensi syariah ini akan ditemukan penjelasan fiqhiyah (hukum Islam) tentang segala sesuatu. Aspek akhlak dalam Islam menjelaskan bagaimana manusia manjalankan pola interaksi dengan Tuhan, manusia lain dan lingkungan sekitarnya. Pada prinsipnya, aspek tauhid memuat penjelasan tentang dasar dari ibadah, syariah menjelaskan bagaimana melaksanakan ibadah, dan aspek akhlak menjelaskan bagaimana ibadah dapat diterima oleh Allah swt.
Islam menentukan hukum sesuatu dengan tujuannya masing-masing. Tujuan penentuan hukum (maqosid al shari’ah) pada dasarnya adalah untuk menghadirkan kemaslahatan bagi pelaku dari hukum itu sendiri khususnya dan bagi umat manusia secara umum. Maslahat sendiri dalam Islam terbagi dalam tiga hal yaitu maslahah al dharuriyah (keharusan), maslahah al haajiyat (kebutuhan) dan tahsiniyah (kebaikan/keindahan).
Maslahah al dharuriyah adalah maslahat yang kehidupan manusia bergantung kepadanya, baik kehidupan duniawi maupun kehidupan beragama. Maslahat ini harus ada dan terwujud, dan jika hilang atau rusak maka akan terganggu keteraruran hidup mereka, serta menyebarnya kerusuhan dan kerusakan. Maslahah jenis ini dirumuskan dengan semangat memperjuangkan lima hal, yaitu:
1. Penjagaan atas Agama (hifdz al diin)
Islam memandang agama sebagai maslahat pokok manusia, maka penjagaannya adalah sebuah keharusan.
2. Penjagaan atas Jiwa ( hifdz al nafs)
Islam memuliakan nyawa seorang manusia, menganggap bahwa menghilangkan nyawa seseorang adalah kejahatan besar, yang sama dengan menghilangkan seluruh nyawa manusia. Islam juga melarang seseorang tidak menghargai nyawanya sendiri, maka membahayakan nyawa merupakan larangan dalam Islam.
“barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya”. (QS al Maidah: 32)
“dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS al Nisa: 29).
3. Penjagaan atas Akal ( hifdz al aql)
Islam memuliakan akal manusia dan meminta mereka mengoptimalkan penggunaannya untuk kemaslahatan manusia. Islam juga melarang aktifitas yang merusak dan menghilangkan akal, seperti : minum khamr dan mabuk-mabukan. Lebih dari itu Islam juga memberikan hukuman kepada setiap orang yang berpartisipasi dalam setiap aktifitas produksi, distribusi dan juga konsumsi khamr.
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS al Maidah: 90). Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: “Terlaknat sepuluh orang dalam khamr: yang memerasnya, yang meminta diperaskan, yang membawanya, yang dibawakan kepadanya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang mendapat harganya, yang membeli dan yang membelikan baginya“. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
4. Penjagaan atas kehormatan dan nasab (hifdz al ird wa al nasab)
Islam tegas memuliakan kehormatan dan garis keturunan. Maka syariat Islam jauh-jauh telah melarang mendekati zina.(QS Al-Isra 32). Bagi mereka para pelaku zina diancam hukuman yang berat, karena merusak kehormatan seseorang. Lebih khusus pezina yang sudah berkeluarga, diancam hukuman mati (rajam) karena merusak kehormatan rumah tangga sekaligus mencampuradukkan nasab. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera”. (QS al Nur: 2).
5. Penjagaan atas Harta (hifdz mal)
Islam mengakui kepemilikan individu atas harta dan menghargainya. Maka Islam melarang memperoleh harta dari yang lainnya kecuali dengan cara dan transaksi yang sah, baik, dan saling meridhoi. Islam juga tidak ragu untuk menjatuhkan hukuman potong tangan bagi mereka yang mencuri dalam jumlah besar. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil”. (QS al Baqarah: 188). “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS al Maidah: 38).
