MIMPI MENYETARAKAN IAIN SUNAN AMPEL
Jika ada orang yang gelisah tentang eksisting IAIN Sunan Ampel dalam pertarungan globalisasi, maka saya adalah termasuk salah satu di antaranya. Mengapa kita harus gelisah? Jawabannya tentu saja karena IAIN Sunan Ampel perlu menyejajarkan diri dengan perguruan tinggi besar lainnya di Jawa Timur dan juga di tingkat nasional bahkan internasional.
Jika ada orang yang memasuki gerbang IAIN Sunan Ampel, mungkin juga akan menyatakan bahwa memang sudah ada perubahan di dalam bengunan fisik IAIN Sunan Ampel. Bahkan juga mungkin ketika orang melihat betapa banyak program-program baru yang ditawarkan oleh IAIN Sunan Ampel. Program dan diversifikasi program terus tumbuh dan berkembang dengan pesat seirama dengan perubahan tuntutan stake holder tentang alumni IAIN Sunan Ampel.
Bahkan juga kita bisa bergembira sebab dalam percaturan World Class University (WCU), IAIN Sunan Ampel sudah masuk peringkat top 4000 PT di dunia bersama dengan Universitas Parahyangan melalui peringkat webometrics. Sebuah prestasi yang saya rasa pantas untuk diapresiasi. Bahkan kalau berbicara di level PTAIN, juga peringkat kita berada di atas empat PTAIN lain yang memasuki kawasan WCU ini.
Di jajaran PTAIN, selain UIN, maka IAIN Sunan Ampel juga menjadi satu-satunya IAIN yang terlibat di dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang diikuti oleh 58 PT di Indonesia. Bahkan juga peminatnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dibandingkan dengan tahun pertama mengikuti program ini, maka kenaikan kepeminatannya meningkat secara signifikan.
Namun demikian, kita tentu harus terus gelisah dan kemudian bermimpi tentang IAIN Sunan Ampel kita yang jauh lebih maju dibandingkan dengan keadaan sekarang. Kegelisahan tersebut terkait dengan dua hal: pertama, lingkungan dan budaya akademik yang belum memberikan penanda akan kemajuan yang sangat cepat. Kita masih tertatih-tatih dalam budaya akademik. Banyak sesungguhnya dosen dan tenaga akademik IAIN Sunan Ampel yang memiliki kemampuan akademis yang sangat menonjol. Kemampuannya di dalam bidang akademiknya juga sangat baik.
Namun demikian, lingkaran-lingkaran studi yang diprakarsai oleh dosen sebagai sumber akademik PT masih belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Jika dibandingkan dengan Universitas Paramadina, misalnya, maka di sana masih terjadi pertemuan akademik yang diselenggarakan setiap minggu dalam berbagai bidang, terutama di bidang filsafat dan ilmu kemanusiaan. Mungkin intensitasnya tidak seperti di masa lalu, namun tradisi akademik tersebut masih terjaga.
Di sini, banyak dosen yang terlibat “hanya” di dalam bidang pembelajaran. Dalam bahasa yang lebih lugas, bisa dinyatakan bahwa dosen hanya datang mengajar dan kemudian kembali ke habitatnya semula menjadi anggota masyarakat non akademis. Sebagai lembaga akademis, maka seharusnya dosen memiliki pusat-pusat studi dan mengembangkan kajian-kajian yang sangat mendasar dalam berbagai varian akademiknya. Jadi tidak hanya datang untuk mengajar kepada mahasiswa, akan tetapi juga terus melakukan kajian secara mendalam mengenai disiplin keilmuan yang diampunya.
Sebagai institusi pendidikan tinggi, maka kita tentu mengharapkan agar lembaga ini menjadi ekselen dan menjadi rujukan di dunia akademik nasional maupun internasional. Makanya, salah satu cara yang harus ditempuh adalah dengan mengembangkan pusat-pusat studi atau lingkaran-lingkaran studi yang diisi dengan acara kajian dan pengembangan akademik. Jika ini tidak dilakukan, maka kita akan menjadi tertinggal di dalam memberikan kontribusi bagi dunia akademik di masa depan.
Kedua, pengembangan sarana prasarana dan infrastruktur lembaga pendidikan tinggi. Jika kita bicara di level PTAIN, maka kita mesti harus merasa tertinggal dengan UIN yang sudah berkembang jauh lebih cepat. Dari sarana dan prasarana, maka semua UIN tentu sudah bisa berbangga, sebab sudah memperoleh bantuan pengembangan PT melalui paket Islamic Development Bank (IDB) sehingga secara pisikal institusinya sudah jauh lebih memadai. Lihatlah UIN Malang, yang sudah terlebih dahulu bekerja keras untuk mengembangkan lembaganya melalui skema IDB loan dan kemudian mengembangkan institusinya menjadi UIN.
Nyata bahwa IAIN Sunan Ampel memang tertinggal di dalam skema pengembangan tersebut. Makanya, jika banyak stake holder yang menanyakan kapan IAIN Sunan Ampel seperti UIN Malang, maka hal itu tentu sangat wajar. Pertanyaan ini tentu harus direspon sebagai pertanyaan yang bertumpu pada rasa sayang masyarakat kepada IAIN Sunan Ampel.
Namun Alhamdulillah, bahwa di tahun depan kita tentu akan bisa melihat IAIN Sunan Ampel yang berubah. Kerja sama antara IAIN Sunan Ampel dengan IDB sudah mendekati kenyataan. Jika pada awal Januari 2011 sidang pimpinan IDB di Jeddah sudah menyetujui rencana pengembangan IAIN Sunan Ampel, maka pada pertengahan Pebruari 2011 sudah didapatkan informasi tentang persetujuan pemerintah Indonesia untuk skema pengembangan IAIN Sunan Ampel melalui paket IDB loan.
Oleh karena itu, maka kita harus terus bermimpi agar IAIN Sunan Ampel bisa maju setara dengan PT lain, baik di Jawa Timur, nasional maupun internasional. Dan kita semua harus selalu berada di dalam keyakinan bahwa mimpi tersebut akan bisa menjadi kenyataan, jika semuanya bekerja keras.
Wallahu a’lam bi al shawab.
