• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBINCANG SANTRI BERPRESTASI

Kemarin dan hari ini, 7-8/02/2011, Kementerian Agama di dalam hal ini Direktorat Pesantren menyelenggarakan acara yang sangat penting yaitu temu tokoh pendidikan untuk membahas tentang pembinaan santri berprestasi yang dilaksanakan di Hotel Inn Kuta Bali. Acara ini dibuka oleh Menteri Agama RI, Surya Dharma Ali, dan dihadiri juga oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam dan seluruh jajaran Direktorat Pesantren, para rector dan para kyai pondok pesantren.

Acara ini meskipun diancangkan untuk membicarakan tentang santri berprestasi, akan tetapi pembicaraan juga melebar pada persoalan yang dianggap urgen, yaitu bagaimana relasi antara santri berprestasi, beasiswa santri dan pemberdayaan pesantren. Sebagai halaqah tentang pendidikan pesantren, maka tentunya banyak hal yang bisa dipelajari dari halaqah ini.

Acara yang dipimpin oleh KH. Abdullah Syarwani ini, ternyata menjadi menarik sebab ternyata juga menjadi ajang untuk melakukan evaluasi tentang Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) tahun 2005-2010. Makanya di dalam halaqah ini juga dihadiri oleh yang mewakili rector Universitas Airlangga, ITB, IPB, UGM, Unram, IAIN SA, UIN Malang, UIN Jogja, UIN Jakarta, KH. Masdar Farid Masudi, KH. Attabik Ali, Kyai Mujib Ridlwan, KH. Asep Syaifuddin dan sebagainya.

Di dalam forum ini, maka saya membahas tentang analisis kebutuhan sebagai pola rekruitmen, system rekruitmen dan pola pembinaan santri berprestasi di PTN atau PTAIN. Pertama, tentang analisis kebutuhan, saya kira menjadi hal yang sangat mendasar di setiap program pemberdayaan. Kenyataannya,  di dalam pola rekruitmen santri berprestasi ini belum sepenuhnya menggambarkan tentang kebutuhan apa yang sesungguhnya menjadi kepentingan pesantren.

Saya kira bahwa tujuan memberikan beasiswa bagi santri berprestasi untuk belajar di berbagai program pendidikan tinggi di Indonesia adalah untuk mengembangkan dunia pesantren. Makanya, jika mengamati terhadap relasi kerjasama antara santri, pondok pesantren dan kementerian agama adalah sinergi untuk mengembangkan pesantren dan bukan untuk yang lain. Jadi, out come program ini adalah untuk keberdayaan pesantren.

Atas dasar tujuan, sasaran dan out come seperti itu, maka analisis kebutuhan tentang siapa santri yang akan   dikirim, program apa yang akan diambil dan kebutuhan pesantren mana yang urgen menjadi sesuatu yang wajib untuk dipenuhi. Prinsip pemberdayaan yang paling mendasar adalah pada analisis kebutuhan ini. Jika ini gagal dipenuhi, maka  dipastikan akan terdapat masalah pada tahapan implementasi programnya.

Kenyataan inilah yang kita lihat dengan program prestisius pemberian beasiswa santri tersebut. Akibatnya,  maka pasca belajar di PT para alumni tersebut mengalami kebingungan akan kemana. Jika mereka akan mengabdi di pesantren, ternyata bidang keilmuannya tidak relevan dengan kepentingan pesantren. Ada yang mengambil program dokter, akan tetapi pesantren tersebut lebih butuh kepada guru bahasa Inggris. Atau mereka lulusan Teknis Sipil, akan tetapi pesantren yang akan dijadikan sebagai tempat mengabdi ternyata tidak membutuhkan bidang studi tersebut.

Akibatnya, sebagaimana ungkapan KH. Masdar Farid Masudi bahwa banyak lembaga pendidikan tinggi yang kemudian membebani birokrasi disebabkan oleh lulusannya yang diarahkan untuk kepentingan tersebut. PT lebih berorientasi kepada dunia perkotaan yan elitis ketimbang berurusan dengan masyarakat grass root yang sesungguhnya justru membutuhkan pendampingan di lapangan.

Semestinya, program ini dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan pesantren. Melalui analisis kebutuhan,  maka bisa diukur apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan pesantren tersebut. Jadi diharapkan pesantren memiliki daftar kebutuhan yang terkait dengan santri yang akan disekolahkan dan kemudian melalui daftar yang fix tersebut, maka kementerian agama akan memberikan bantuan beasiswa sesuai dengan kebutuhan tersebut. Dengan menggunakan pola ini, maka tidak akan terjadi keluhan pendayaagunaan santri berprestasi dimaksud.

Oleh karena itu pantaslah jika KH. Abdullah Syarwani menyimpulkan di dalam diskusi tersebut, bahwa bagi kementerian agama direkomendasikan agar menjadikan analisis kebutuhan sebagai pola rekruitmen santri berprestasi yang mendasar agar terjadi sinkronisasi antara kebutuhan pesantren, program studi yang dipilih dan keinginan untuk mengembangkan pesantren.

Sesungguhnya, program bantuan beasiswa santri berprestasi adalah program yang sangat prestisius dan melalui  penganggaran yang relative besar, makanya akan menjadi tidak efektif jika kemudian hal tersebut tidak memiliki relevansi dengan kepentingan pengembangan pesantren di masa yang akan datang.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini