• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DAMPAK PERSETERUAN DPRD VS WALI KOTA

Karut marut tentang perpolitikan Surabaya semakin menunjukkan suasana yang makin keruh. Jika beberapa saat yang lalu terjadi suasana dukungan untuk melengserkan Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini, kecuali PKS, maka belakangan terjadi sebaliknya, yaitu beberapa partai yang mendukung pelengseran justru menarik dukungan.  Golkar, PKB, PKNU, Demokrat, PAN, PDS, PDI-P dan sebagainya kemudian menarik dukungannya untuk melengserkan Walikota Surabaya.

Karut marut tersebut juga telah membawa korban. Antara lain adalah Wishnu Wardhana, Ketua Partai Demokrat Kota Surabaya,  yang dilengserkan oleh DPP Partai Demokrat yang disebabkan oleh kengototan Wishnu Wardhana untuk melengserkan Wali Kota Surabaya. Padahal menurut garis partai bahwa Partai Demokrat akan selalu mendukung terhadap pejabat pemerintah, dari mana saja asal partainya. Jadi meskipun Wali Kota Surabaya berasal dari Partai PDI-P, namun garis partai tetap akan mendukung kepemimpinannya.

Kemudian berita mengejutkan juga datang dari Bambang DH, Wakil Wali Kota Surabaya yang tiba-tiba mau lengser dan bahkan surat pengunduran dirinya sudah dilayangkan kepada pimpinan partai. Artinya, bahwa karut marut kota Surabaya belum akan cepat selesai. Jika Wishnu Wardhana dilengserkan dan kemudian Bambang DH mundur, maka yang terjadi tentu akan menyulitkan posisi pemerintah kota Surabaya dan juga legislatif kota Surabaya.

Sebagaimana diketahui bahwa perseteruan antara Wali Kota Surabaya dengan DPRD Kota Surabaya bermula dari peraturan wali kota tentang Pajak Reklame. Peraturan wali kota  tersebut memang dibuat di dalam kerangka untuk meningkatkan APBD Kota Surabaya. Menurut  Wali Kota Surabaya bahwa di Surabaya terdapat sebanyak 16 ribuan titik reklame dan pasca aturan baru tersebut 167 titik pajaknya peningkat luar biasa.  Akan  tetapi DPRD menganggap bahwa kenaikan tersebut menyalahi aturan, sebab untuk kenaikan pajak rekalme tidak bisa hanya dengan Perda dan bukan hanya dengan peraturan wali kota. DPRD kota Surabaya merasa ditinggal tentang peraturan wali kota tersebut (Tempo, 6/02/2011).  Akibatnya, terjadi silang sengketa dan sampai akhirnya memunculkan hak angket DPRD Surabaya tentang Perda Reklame. Buntut Hak Angket tersebut adalah  keinginan untuk melengserkan Wali Kota Surabaya yang baru seumur jagung.

Peta konflik yang melibatkan Wali Kota Surabaya dan DPRD Kota Surabaya tentu berakibat lebih jauh. Salah satu di antaranya adalah belum disetujuinya anggaran pemerintah Kota Surabaya. Anggaran pemerintah Kota Surabaya yang semestinya diputuskan awal Januari 2011,  akan tetapi  hingga sekarang belum diputuskan. Menurut berita,  baru akan diputuskan pertengahan bulan Pebruari. Apakah hal itu terlaksana,  tentu akan sangat tergantung kepada negosiasi yang terjadi.

Sesungguhnya pemerintah pusat sudah melaksanakan penyerahan DIPA ke seluruh provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia pada akhir Desember 2010, sehingga diharapkan bahwa APBD tersebut sudah akan efektif dilaksanakan pada bulan Januari 2011. Namun akibat perseteruan antara eksekutif dan legislatif ini, maka keputusan DPRD Kota Surabaya menjadi terlambat.

Tentu bisa dibayangkan bahwa dengan keterlambatan keputusan APBD Kota Surabaya ini,  maka dapat  dipatikan bahwa banyak program yang seharusnya sudah bisa dilakukan menjadi terhambat. Kecuali anggaran untuk belanja pegawai, maka tentu banyak anggaran yang terkait dengan realisasi barang dan jasa serta belanja modal yang belum bisa dilaksanakan.

Padahal sebagaimana penjelasan Gubernur Jawa Timur, bahwa diharapkan pada tahun 2011 tidak terjadi keterlambatan di dalam realisasi anggaran. Pengalaman realisasi anggaran pada tahun 2010 yang tidak seimbang tentu menjadi alasan mengapa pada tahun 2011 pemerintah mendorong agar anggaran tahun 2011  dapat diserap secara seimbang pertriwulannya.

Oleh karena itu,  maka dampak terburuk dari perseteruan Wali Kota Surabaya dengan DPRD Kota Surabaya tentu adalah mengenai pengesahan anggaran yang tidak segera bisa diselesaikan. Dan tentu saja dampak buruknya adalah menyangkut realisasi anggaran yang akan dipastikan terlambat.

Kita semua tentu berharap agar perseteruan tersebut akan segera berakhir, sehingga kinerja pemerintah Kota Surabaya dan juga kinerja DPRD Kota Surabaya akan segera bisa normal kembali.

Dan untuk mencapai hal ini, maka yang penting adalah kembali mengembangkan rasa saling percaya atau trust antara keduanya. Masyarakat menghendaki agar melalui trust yang terbangun dengan baik, maka pembangunan kota Surabaya untuk kesejahteraan rakyat akan bisa segera direalisasi.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini