MENGEMBANGKAN HARMONI RELASI ANTAR ETNIS
Beberapa hari yang lalu, saya lupa tepatnya tanggal berapa, Pak Hamim Rasyidi, dosen Fakultas Dakwah, menghubungi saya tentang kesediaan saya untuk menjadi panitia pengarah Perayaan Imlek. Dan kemudian Pak Soenarto, Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah juga datang kepada saya untuk menyampaikan berita tentang keinginan kawan-kawan Tionghoa untuk menjadikan saya sebagai panitia pengarah di dalam acara perayaan Imlek 2011.
Acara ini di dalam tradisi Tionghoa disebut Gong Xi Fa Cai. Makanya, semua pusat perbelanjaan juga dihias dengan warna-warni meskipun yang dominan adalah warna merah. Kebanyakan mall dan tempat hiburan juga dihias untuk merayakan acara perayaan tersebut. Kesenian Barongsai banyak juga dipertunjukkan di hari-hari menjelang dan pasca perayaan Gong Xi Fa Cai tersebut.
Saya teringat sekian tahun yang lalu, saya sempat menikmati perayaan Gong Xi Fa Cai di Singapura. Waktu itu ada kunjungan muhibbah ke Singapura dan kemudian ke Malaysia. Waktu itu saya masih menjadi Pembantu Rektor II IAIN Sunan Ampel dan bersama saya adalah pembantu Rektor II dan para pembantu dekan II di lingkungan Universitas Airlangga. Sebagai negara dengan mayoritas Tionghoa, maka perayaan Gong Xi Fat Cai tentu sangat ramai. Saya masih ingat keramaian perayaan tersebut dengan acara karnaval yang diselenggarakan di jalan utama –sayang saya lupa nama jalannya—dan karnaval tersebut penuh sesak dengan turis manca negara. Ramai sekali.
Lalu sesungguhnya ada sebuah pertanyaan, apakah perayaan Imlek tersebut perayaan agama atau semacam peringatan tahun baru, sebagaimana perayaan tahun baru Masehi atau perayaan tahun baru Hijriyah. Jawabannya tentu saja adalah perayaan tahun baru. Sebagaimana diketahui bahwa perayaan tahun baru Imlek yang jatuh pada tanggal 3 Pebruari adalah perayaan Imlek 2562. Berdasarkan penanggalan Cina, maka tahun kita sudah berjalan selama 2562 tahun. Perhitungan tahun Cina memang berjarak jauh dengan tahun masehi, apalagi dengan tahun hijriyah.
Kembali kepada ajakan tersebut, maka saya nyatakan bahwa saya siap untuk menjadi steering committee untuk acara perayaan Imlek, dengan alasan bahwa acara itu adalah acara yang digelar di dalam kerangka memperingati atau menyambut tahun baru. Dan sebagai salah seorang yang terlibat di dalam acara tersebut, maka saya diminta untuk berdoa bersama tokoh-tokoh agama lainnya.
Kita memang hidup di sebuah negara yang penduduknya memang memiliki varian di dalam suku, etnis dan agama. Sebagai negara yang terdiri dari berbagai etnis, suku dan agama, maka sudah barang tentu semuanya harus memperoleh pengayoman yang sama. Negara memang harus melindungi terhadap semua agama yang memang memperoleh hak hidup dan berkembang di negara ini. Negara juga memang harus menghargai terhadap keyakinan masyarakat tentang agamanya tersebut.
Memang ada kebebasan di dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan, seperti kebebasan beragama. Namun demikian, kebebasan yang dikehendaki oleh negara adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Di dalam konsepsi kebebasan disebut sebagai freedom to act. Kebebasan yang bisa ditangguhkan. Kebebasan yang terkait dengan relasi antara satu dengan lainnya. Kebebasan yang berhubungan dengan relasi antar masyarakat dan sebagainya.
Di dalam kerangka inilah, maka kesediaan saya sebagai panitia dan juga sekaligus pembaca do’a dalam acara perayaan tahun baru Imlek 2011 memiliki maknanya. Saya merasa menjadi bagian dari saudara-saudara kita yang beretnis Cina. Jika tidak saudara sesama agama tentu adalah saudara sesama manusia atau yang di dalam konsep Islam disebut sebagai ukuwah insaniyah atau ukhuwah basyariyah atau bahkan ukhuwah wathaniyah.
Saya masih ingat bagaimana Pak Yos, menyatakan bahwa dengan kebersamaan seluruh umat beragama yang etnisnya berbeda dan sukunya berbeda, maka Indonesia tidak akan runtuh. Bangsa Indonesia yang memiliki keragaman akan tetapi juga memiliki kebersamaan dan kesatuan akan bisa menjadi perekat yang kuat di dalam membangun kerukunan, keselarasan dan keselamatan.
Pernyataan itu sangat benar. Saya sepenuhnya menyetujui ungkapan itu. Indonesia tidak akan tenggelam selama warganya yang bervarian-varian tersebut menjadi satu kesatuan. Indonesia akan tetap berdiri dengan tegak selama bangsa ini menjunjung tinggi semangat kebersamaan. Bangsa ini juga akan menjadi jaya jika warga negaranya memiliki komitmen untuk terus mengembangkan harmoni dalam pengertian yang sesungguhnya.
Memperingati tahun baru Imlek, hakikatnya sama dengan memperingati tahun baru Masehi atau tahun baru Hijriyah. Orang bisa saja memperingati dengan tindakan-tindakan religious yang sakral dan bisa juga memperingatinya dengan tindakan yang sepenuhnya profane. Orang bisa berdoa agar tahun yang akan berjalan menjadi lebih bermakna di dalam segala aspek kehidupan, dan orang juga boleh hanya sekedar memperingati sebagai pergantian tahun baru.
Perayaan Imlek yang akan diselenggarakan tanggal 8 Pebruari 2011 tampaknya lebih diarahkan kepada bagaimana menggenggam kerukunan, harmoni dan keselamatan di dalam praktik perayaan dan doa bersama. Doa yang dilantunkannya adalah doa masing-masing agama sebagaimana keyakinan beragamanya. Jadi sesungguhnya tidak ada percampuran agama-agama.
Makanya, sesungguhnya harmoni di dalam kehidupan beragama akan bisa menjadi kenyataan, jika sesama umat beragama menghargai praktik keberagamaan sebagaimana adanya. Di dalam harmoni tidak ada dominasi mayoritas dan tirani minoritas. Semuanya berjalan seperti air yang terus mengalir dan semuanya berhembus seperti udara. Air dan udara bisa menjadi prahara, jika tidak terdapat keseimbangan. Makanya harmoni menjadi sangat penting di dalam kehidupan ini.
Membangun harmoni sosial adalah urusan hati nurani. Makanya siapa yang memiliki hati nurani pastilah bisa membangun harmoni sosial tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.
