PEMIMPIN, PEMBANGUNAN DAN MODAL SOSIAL
Menurut Bourdieau, modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalkan.
Modal sosial merupakan sumber daya yang dimiliki oleh seseorang dan kemudian dapat didayagunakan untuk kepentingan membangun jaringan sosial timbal balik yang berikutnya akan dapat menguntungkan dirinya maupun masyarakat. Modal sosial terkait dengan kemampuan individu untuk melakukan relasi-relasi sosial yang membawa kepada kemajuan.
Di dalam kehidupan ini, maka ada banyak sumber daya, misalnya agama. Di dalam kenyataannya agama memiliki dua pola sekaligus, yaitu sebagai pattern for behavior dan sebagai pattern of behavior. Sebagai pola bagi tindakan maka agama menyediakan seperangkat nilai yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan.
Di dalam realitas ini, maka agama bisa menjadi nilai atau norma yang mendasari modal sosial dimaksud. Agama dalam pengertian public religion tidak hanya untuk kepentingan individu, akan tetapi juga untuk kepentingan publik. Maka agama bisa memasuki ranah politik, sosial dan budaya.
Sehingga, ada ranah agama dan modalitas politik, yaitu agama bisa menjadi modal politik, seperti di beberapa negara Timur Tengah dan beberapa organisasi keagamaan yang berbasis tujuan membuat negara. Kemudian, agama dan modalitas kultural, yaitu agama bisa menjadi modal kultural dalam coraknya agama menjadi basis budaya dan tradisi. Lalu, agama dan modalitas sosial, yaitu agama bisa menjadi modal sosial dalam coraknya agama menjadi basis interaksi antar individu dan golongan sosial lainnya.
Seseorang yang memiliki tiga modalitas tersebut, maka akan memiliki kewibawaan yang sangat besar di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Sebagai contoh, Gus Dur. Beliau sebagai individu memiliki tiga modal sekaligus. Beliau memiliki modal politik, karena dikenal sebagai figure yang selama ini membangun jaringan politik sangat kuat. Beliau adalah eksponen Fordem, yang menjadi cikal bakal dari gerakan demokrasi yang sangat kuat di tahun 1990-an, kemudian juga menjadi pendiri parpol dan bahkan namanya sangat mengedepan sebagai pimpinan politik.
Kemudian beliau juga memiliki modal kultural berupa jaringan pesantren yang bertebaran di seluruh Indonesia. Mana ada pesantren yang tidak memiliki jaringan emosional dengan Gus Dur. Sebagai dzurriyah pendiri NU dengan pesantrennya, maka seluruh komponen pesantren memiliki jaringan yang sangat kuat.
Selain itu, beliau juga memiliki modalitas sosial yang sangat kuat sebab beliau memiliki jaringan sosial yang trans-ideologi, kepentingan dan tujuan. Beliau bisa memasuki ranah sosial apapun di dalam kehidupan bermasyarakat. Kelompok lintas agama, etnis, bangsa dan sebagainya memiliki jaringan yang kuat dengan beliau. Itulah sebabnya beliau memiliki kewenangan yang luar biasa di dalam kehidupan sosial.
Modal sosial yang kuat inilah yang kemudian bisa dimanfaatkan secara memadai, sehingga beliau dikenal sebagai pejuang tidak hanya bagi komunitasnya, akan tetapi juga bagi bangsa dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pembangunan sesungguhnya membutuhkan tokoh besar. Namun juga jangan dilupakan peran tokoh-tokoh kecil lainnya di aras lokal. Para pemimpin organisasi di tingkat lokal tentunya juga memiliki peran yang sangat dominan di dalam pengembangan masyarakat. Mereka sesungguhnya juga memiliki pengaruh langsung kepada masyarakat atau komunitasnya. Mereka adalah para agen riil pembangunan masyarakat.
Jika mereka bisa memaksimalkan modal sosial yang dimilikinya, maka saya berkeyakinan bahwa mereka akan menjadi pendorong perubahan sosial yang mendasar. Makanya, menyadarkan akan peran para pimpinan organisasi di aras lokal untuk kepentingan pembangunan menjadi penting.
Dan semua itu tentu sangat tergantung kepada siapa yang sebenarnya telah memiliki kesadaran kritis untuk mengembangkan potensi tersembunyi dari modal sosial para pemimpin lokal tersebut.
Jadi, memang perlu ada kerja bersama untuk melakukan hal itu semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.