• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMACU MODAL SOSIAL UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT

Pagi ini, 26/01/2011, saya diundang oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pasuruan untuk berbicara tentang Agama dan Pembangunan (Konsep dan Aplikasi Modal Sosial untuk Kesejahteraan Rakyat) yang acaranya  diselenggarakan di Ruang Serba Guna Kantor Kabupaten Pasuruan.

Acara ini digelar dalam kerangka untuk memperingati Hari Amal Bhakti Kementerian Agama ke 65, yang sebenarnya jatuh pada tanggal 3 Januari lalu. Akan tetapi seminar baru bisa diselenggarakan pada hari ini. Dan yang membanggakan bahwa acara ini dihadiri oleh para kyai dan ulama Pasuruan, pejabat Kemenag Pasuruan dan para aktivis LSM, Mahasiswa dan masyarakat lainnya.

Sebagai nara sumber, maka saya memulainya dengan pandangan teoretis para ahli tentang pembagian agama dan masyarakat, yang di dalam hal ini adalah agama dalam posisi sebagai private religion dan public religion. Sebagaimana diketahui bahwa agama dalam ranah private dikembangkan dari konsep yang pernah digagas oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya yang sangat monumental, yaitu Megatrend 2000.  Buku ini menjadi dasar prediksi bahwa di era millennium berikutnya akan terjadi yang disebut sebagai agama privat yang ditandai dengan semakin memudarnya agama yang terinstitusionalkan dan juga memudarnya peran para agamawan.

Institutional religion akan diganti dengan personal atau private religion. Agama tidak lagi atau kurang bersentuhan dengan dimensi kemasyarakatan. Agama yang selama ini menginsitusional akan menjadi melemah. Demikian pula para tokoh  agama, seperti kyai atau ulama, pendeta dan sebagainya tidak lagi menjadi dominan di dalam percaturan social kemsayarakatan.

Di sisi lain kemudian muncul konsep tandingan yang disebut sebagai public religion atau agama public. Konsep ini dikembangkan leh Jose Casanova dalam bukunya Public Religion. Di dalam buku ini digambarkan tentang bagaimana agama justru semakin eksis di tengah peradaban modern. Di dalam kajiannya di berbagai negara ternyata diketahui bahwa agama memiliki fungsi yang jelas dari dimensi pembangunan masyarakat atau perubahan social.

Agama memiliki peran yang jelas di dalam kehidupan masyarakat. Di dalam kerangka ini maka agama bisa dikaitkan dengan modal social. Agama bisa menjadi sumber nilai di dalam modalitas social. Inti dari konsep modalitas social adalah relasi social atau jaringan social. Sehingga secara preposisional dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi relasi atau jaringan social dimiliki oleh seseorang, maka semakin besar peluang yang bersangkutan untuk memberikan konstribusi di dalam kehidupan social masyarakat.

Jaringan social akan terbentuk jika memilki sumber utama, yaitu norma, trust, kebersamaan, komitmen dan sebagainya. Norma yang shared menjadi penting sebab norma akan menjadi pedoman bersama di dalam melakukan relasi atau jaringan social tersebut. Dari jaringan social berbasis nilai tersebut kemudian akan memunculkan trust yang didasari oleh komitmen dan kebersamaan. Oleh karena itu, jaringan social yang langgeng adalah jaringan social yang didasari oleh kekuatan penuh sumber-sumber modal social tersebut.

Agar jaringan social bisa berlangsung maka tentu juga harus ada potensi yang bisa diaktualisasikan. Wadah untuk aktualisasi potensi modal social tersebut adalah organisasi social yang ada. Misalnya NU, Muhammadiyah, dan sebagainya. Organisasi ini akan dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengembangkan potensi modal social yang sudah ada. Oleh karena itu yang sesungguhnya dipentingkan adalah bagaimana potensi kelembagaan ini dapat dimaksimalkan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.

Akan tetapi yang sangat diperlukan adalah keberadaan kepemimpinan yang visioner. Untuk mengaktualkan potensi modal social, maka yang penting adalah pemimpin yang memiliki komitmen untuk pengembangan kesejahteraan rakyat. Maka pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang amanah, shiddiq, tabligh dan fathonah.

Untuk itu maka yang dibutuhkan adalah memilih pemimpin yang pinter, bener dan kober. Pemimpin yang cerdas, benar dalam tingkah lakunya dan memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengembangkan potensi kepemimpinannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini