GAYUS DAN HIPERREALITAS PEMBERITAAN
Jika ditanya siapakah orang yang terkenal sekarang, maka jawabannya bukan pejabat, ulama, artis atau akademisi akan tetapi adalah Gayus Tambunan. Orang ini telah menjadi ikon media luar biasa karena memang pemberitaan tentang dia diblow up media luar biasa. Jika koran, majalah, televisi dan media lainnya tidak memberitakannya, maka menjadi kurang afdhol.
Makanya, pemberitaan di beberapa minggu terakhir adalah mengenai Gayus yang memang orang hebat itu. Bahkan lagu dengan tema Gayus juga menjadi hit di You Tube dan diputar oleh banyak orang. Apalagi penciptanya memiliki postur tubuh dan juga berpengalaman dipenjara. Salah satu stasiun televisi juga menyiarkan secara on air tentang Gayus tersebut dengan berbagai anggelnya.
Memang Gayus layak muat berita. Dia juga mampu untuk memainkan peran sebagai actor yang memang perlu diburu beritanya. Pelesiran ke Bali, Macau, Singapura dan sebagainya adalah berita yang sangat menarik. Dan tidak banyak orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu kecuali orang yang memiliki nyali dan keberanian yang luar biasa.
Jadi, saya rasa, Gayus memang memiliki talenta yang hebat sebagai ikon berita. Dan tidak salah jika kemudian pemberitaan tentang Gayus juga mempunyai rating yang tinggi bagi media apapun. Bahkan berita-berita lainnya bisa tergeser karena memang ada unsur keunikan, kekinian dan kehebatan dari pemberitaan tentang Gayus.
Gayus memang jago di dalam melempar wacana agar menjadi pemberitaan di media. Tiba-tiba setelah putusannya untuk mendekam di penjara tujuh tahun –yang oleh banyak kalangan dianggap ringan—maka dia lemparkan berita perseteruannya dengan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana.
Begitu hebatnya berita tentang Gayus, maka Koran Tempo hari ini, 21/01/2011, juga memuat berita Gayus dalam dua halaman penuh, sebagai head line news. Jika berita-berita kemarin menyajikan tentang penetapan hukuman baginya dan tingkah polah Gayus di dalam perkara perseteruannya dengan Satgas, maka hari ini tentang uang Gayus sebesar 28 milyar rupiah yang dianggap sebagai hadiah.
Di dalam dunia media, memang ada anekdot yang sangat umum, bahwa orang menggigit anjing adalah berita akan tetapi orang digigit anjing bukan berita. Artinya, bahwa berita itu memang harus memiliki nilai pemberitaan yang menyebabkan orang menjadi tertarik untuk membacanya. Gayus sangat memenuhi unsur pemberitaan tersebut. Ada dimensi kriminalitas, kemanusiaan, rasionalitas, moralitas menyimpang dan semuanya. Memang sangat menarik.
Tetapi pertanyaannya, apakah memang harus diblow up sedemikian kuat sehingga seakan-akan pekerjaan rumah kita sebagai bangsa hanya menyelesaikan persoalan Gayus. Bukanlah persoalan Gayus hanyalah satu di antara sekian banyak persoalan yang dihadapi oleh hukum di negeri ini. Semuanya berkonsentrasi pada persoalan Gayus, Gayus dan Gayus. Inilah yang disebut sebagai hiperrealitas di dalam media.
Kasus ini memang perlu dituntaskan. Dan saya rasa semua bersepakat tentang hal itu. Cuma problemnya adalah siapa yang akan melakukan. Apakah tetap di dalam kerangka pengaduan polisi atau melalui jalan lain. Persoalannya masih berputar-putar apakah perkara gratifikasi atau penyuapan. Tarik ulur inilah yang menyebabkan rumitnya menangani kasus Gayus dalam perkara ini. Polisi tentu bertahan bahwa kasus ini adalah gratifikasi atau pemberian hadiah, sedangkan yang lain beranggapan sebagai penyuapan. Perbedaan persepsi inilah yang tentunya menghambat terhadap penyelesaian perkara Gayus.
Di dalam dunia hukum, maka ada satu dalil yang disebut sebagai “rasa keadilan”. Ada dimensi trans-hukum yang kemudian menjadi pedoman di dalam melakukan penyelesaian perkara. Maka menurut saya, perdebatan tentang materi hukumannya apakah penyuapan atau hadiah tentu penting untuk menguji materi hukumnya, akan tetapi yang juga penting adalah “kata hati” dari penegak hukum.
Jadi saya rasa, selain pemberitaan yang luar biasa, juga harus ada usaha luar biasa untuk mengurai benang kusut perkara Gayus ini. Jangan sampai pemberitaan yang besar-besaran di media itu justru berakibat terhadap pengecewaan terhadap publik karena dirasakannya tidak sesuai dengan “rasa keadilan”.
Oleh karena itu, pandangan dan respon masyarakat yang luar biasa sebagai akibat pemberitaan yang juga luar biasa tersebut hendaknya diapresiasi secara memadai oleh penegak hukum di dalam penyelesaian kasus ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.
