INTERVENSI POLITIK DALAM KONGRES GP ANSHOR
Saya jadi ingat lagunya Opie Andaresta? dengan tema “andaikan aku jadi …”. Ya andaikan aku jadi politisi, maka saya juga akan berpikir sama, yaitu menjadikan berbagai macam organisasi yang memiliki massa riil untuk berada di dalam genggamanku. Andaikan aku jadi orang kaya, maka saya juga berpikir akan bisa menguasai asset-aset ekonomi untuk memperbesar kekuasaanku. Andaikan aku jadi pemimpin, maka aku juga akan semakin keras berusaha agar kekuasaanku itu terus berada di dalam cengkeramanku. Inilah cara berpikir yang di dalam banyak hal sangat rasional, akan tetapi sesungguhnya dapat menjadikan seseorang melupakan kodratnya sebagai makhluk yang memiliki hati nurani.
Jadi sesungguhnya logika penguasaan adalah logika rasional hewani yang bisa tumbuh di dalam diri seseorang dan bahkan kehebatannya melebihi rasionalitas binatang sekalipun. Jika binatang, maka penguasaan itu hanya terkait dengan aspek biologis, maka manusia bisa melakukan penguasaan dalam semua aspek kehidupan. Dunia kapitalisme sesungguhnya memberikan lebih banyak ruang untuk membentuk logika semacam itu.
Itulah sebabnya kemudian dilakukan berbagai usaha agar dunia kapitalisme tidak menjadi semakin serakah dan masih menyisakan ruang negosiasi bagi lainnya. Maka dibuatlah seperangkat aturan yang mengatur mekanisme hubungan antara manusia di dalam relasi pekerjaan dan juga relasi antara para pemiliki modal dan pemilik usaha dengan masyarakat, yang kemudian disebut sebagai Corporate Social Responsibilty (CSR) yang merupakan ruang untuk berbagi di dalam kebaikan.
Islam, sesungguhnya sudah menggariskan agar manusia saling menolong di dalam kebaikan dan dilarang saling menolong di dalam kejahatan. Betapa indahnya ungkapan yang disitir dari teks al-Qur’an ini. Kita diperintahkan untuk membangun kebersamaan melalui tolong menolong di dalam kebaikan. Al Birr di dalam konsepsi ini bisa diartikan tidak hanya kebaikan di dunia saja, akan tetapi kebaikan yang memiliki implikasi ukhrawi. Di dalamnya terdapat konsepsi kebaikan yang memiliki nuansa ibadah.
Ibadah sesungguhnya merupakan pengabdian manusia kepada Tuhannya. Jadi semua yang ditujukan untuk pengabdian kepada Tuhan adalah ibadah. Dan apa saja yang dilakukan oleh manusia untuk kebaikan yang bernuansa ibadah adalah pengabdian kepada Allah. Jika ada seorang dokter dan di dalam hidupnya memiliki rasa menolong dan tidak semata-mata untuk kepentingan mencari uang, maka yang dilakukannya adalah ibadah atau pengabdian kepada Allah.
Jadi indikator tindakan itu disebut sebagai ibadah adalah jika yang dilakukannya itu merupakan kebaikan yang memiliki implikasi kemanusiaan dan untuk mempebesar kemanfaatan bagi kemanusiaan. Sesorang yang mengabdikan diri pada lingkungan alam dan hal itu memberikan kemanfaatan bagi manusia, maka hal itu juga merupakan implikasi ibadah. Tentu saja koridornya adalah keyakinan keagamaannya.
Dewasa ini, banyak orang yang berebut untuk menjadi pemimpin. Yang direbut tentu saja adalah kepemimpinan yang memiliki akses langsung kepada massa riilnya. Hal ini tentu saja terkait dengan keinginan untuk menjadikan kepemimpinannya sebagai akses untuk melakukan tindakan lain yang memiliki kepentingan lebih besar.
GP Anshor sekarang sedang melaksanakan Kongres XIV di Surabaya. Maka tarikan untuk menjadi pemimpin organisasi yang memiliki kekuatan riil ini juga sangat mengedepan. Tentu saja banyaknya aktivis partai politik yang berebut untuk menjadi Ketua Umum GP Anshor bisa menjadi tanda tanya. Ada apa dibalik keinginan menjadi ketua GP Anshor tersebut. Adakah makna dibalik keinginan ini.
Maka jawabannya adalah tahun 2014. Tahun ini semua kekuatan akan diarahkan untuk upacara liminal rekruitmen politik. Artinya bahwa tahun politik tersebut haruslah dipersiapkan sangat dini, yaitu dengan cara menguasai sumber-sumber kekuatan massa yang nantinya akan bisa menjadi kendaraan politik untuk menjadi “pemenang”.
Itulah sebabnya, organisasi yang memiliki kekuatan riil akan menjadi rebutan partai politik. Cobalah disimak, PSSI juga menjadi ajang rebutan bagi partai politik. Maka tidak salah jika Tempo, 3-9/01/2011, menulis headline dengan judul “Garuda di Partaiku”. Jadi sesungguhnya persoalan Liga Primer Indonesia (LPI) dan Indonesia Super Leage (ISL) yang menjadi diskursus penolakan dan perlawanan, juga merupakan bentuk persaingan di antara partai politik di dalam memperebutkan sumber daya politik olahraga. Jadi, inilah yang disebut sebagai korporatisme politik. Semua dijadikan sebagai korporat oleh partai politik.
Kembali kepada Kongres XIV GP Anshor, maka di sana juga menasbihkan tentang bagaimana kekuatan politik tersebut bermain dalam kawasan yang semestinya harus independen. Sayangnya, bahwa independensi tersebut memang sesuatu yang sangat rentan reduksi maknanya. Sehingga siapapun bisa menggunakan kata itu untuk kepentingan yang sebenarnya tidak independen.
Oleh karena itu, semuanya kembali kepada para peserta kongres, apakah akan larut di dalam korporatisme politik atau akan menjaga netralitas politik GP Anshor. Jika kita memilih yang pertama, maka implikasinya tentu akan menarik gerbong GP Anshor kepada tindakan politik. Makanya, perlu ada pilihan kedua, yaitu menjaga independensi GP Anshor dari tarikan politik.
Di dalam hal ini, maka hasil akhir kongreslah yang akan menentukan apakah para peserta kongres memilih opsi pertama atau kedua. Di sinilah rasio dan hati nurani akan saling menyikapi.
Akan tetapi, yang jauh lebih penting adalah menjadikan GP Anshor sebagai institusi tempat bersama untuk mengabdikan diri kepada Allah yang diindikatori oleh kemanfaatannya bagi manusia atau masyarakat .
Wallahu a’lam bi al shawab.